Setiap orang punya cara yang berbeda dalam mengungkapkan rasa sayangnya.
Dan ini caraku, menyayangimu.~Arshya Ashaby Akbar~
☁️☁️☁️
"Assalamualaikum,” salam Arshy saat memasuki rumahnya. "Walaikumsalam, Dek. Baru pulang? Tumben? Kelas adek kan selesai beberapa jam yang lalu," jawab seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah bunda Arshy dari arah ruang keluarga. Arshy yang merasa tidak enak pada bundanya berucap, “aku tadi habis rapat rohis, Bun. Karena itu, aku jadi telat pulang deh. Maaf, aku gak izin dulu.” Bundanya yang mendengar penjelasan Arshy tersenyum, lalu berkata dengan lembut, "gak baik tau Dek, gak izin dulu. Kan Bunda sama Abang khawatir. Untung Bunda sempat telepon Rael untuk nanyain kamu.” Arshy yang mendengar ucapan bundanya pun menunduk, memilin ujung jilbabnya. “Maaf,” ucapnya pelan. "Yah udah, gak apa-apa. Jangan diulangi lagi yah?" Melihat Arshy yang menyesali akan perbuatannya, membuat bundanya terenyuh dan memaafkan putrinya. "Sekarang kamu ke kamar gih, bersih-bersih. Setelah itu minta maaf sama Abang kamu tuh," ucap bundanya, kini ia sudah beranjak menghampiri Arshy yang masih berdiri. Lalu mengelus pucuk kepala putrinya penuh kasih sayang.
Arshy mengangguk, mengiyakan ucapan bundanya. Kemudian berlalu ke kamarnya, setelah sebelumnya mengecup punggung tangan bundanya penuh hormat.
☁️☁️☁️
Rasa bersalah tengah melingkupi Arshy. Pasalnya, dia telah membuat abang dan bundanya merasa khawatir terhadapnya. Untung saja, ayahnya belum pulang dari kantor, sehingga ia juga tidak sampai membuat ayahnya khawatir. Janjinya untuk selalu melaporkan kegiatannya di luar pada abangnya sudah ia langgar kali ini. Bahkan ia belum sempat meminta izin pada abangnya untuk ikut serta dalam organisasi rohis yang tengah diikutinya.
Abangnya memang cukup berlebihan. Namun ini semua sebab rasa sayangnya pada adik satu-satunya. Bagaimana pun, selain ayahnya, abangnya juga bertanggung jawab akan dirinya. Baru bertemu setelah masa remaja menyambut, membuat abangnya cukup over protektif terhadapnya. Rindu yang tertahan, membangun sikap berlebihan abangnya terhadapnya.
Tok, tok, tok!
Ketukan pintu terdengar, Arshy yang melakukannya. Setelah membersihkan diri juga beristirahat sejenak, ia memutuskan untuk mengunjungi abangnya. "Assalamualaikum, Bang. Adek boleh masuk gak Bang?" izin Arshy. Karena sudah cukup lama dia mengetuk pintu kamar itu, tetapi tidak ada tanggapan dari sang pemilik kamar, sehingga Arshy memutuskan untuk memutar kenop pintu yang ternyata tidak terkunci. "Adek masuk yah Bang,” ucap Arshy sebelum masuk ke kamar abangnya, setelah sebelumnya menutup pintu terlebih dahulu.
"Kenapa?" tanya abangnya sinis, tanpa mengalihkan arah pandang matanya pada ponsel di genggamannya. Arshy yang baru saja masuk dan mendapatkan pertanyaan ketus tersebut pun berucap lirih, “Adek mau minta maaf.” Sementara abangnya hanya berdehem untuk membalas ucapan permohonan maaf dari Arshy.
Melihat abangnya yang dingin terhadapnya, mampu membuat Arshy ketakutan. Abangnya yang memang dingin tambahlah dingin jika sedang marah. Walau sebenarnya Arshy jarang mendapat perilaku abangnya ini, karena abangnya itu biasanya dingin pada orang luar saja, untuk keluarga dan teman-temannya tidak.
"Bang! Dengerin Adek dulu," rengek Arshy, merampas ponsel abangnya. Membuat abangnya menatap nyalang ke arahnya. "Maafin Adek, Bang. Adek gak sempet izin," ucapnya berusaha untuk mendapat maaf dari abangnya. "Ponsel? Udah gak ada gunanya?" sinis abangnya, mampu membuat nyali Arshy ciut. "Ponsel Adek mati, kehabisan daya. Adek lupa bawa Power Bank.” cicit Arshy berusaha menjelaskan mengenai kesalahannya. "Gunanya teman apa?" Namun, abangnya tidak menerima alasan apa pun, selalu saja ada sanggahan terhadap semua penjelasan dari Arshy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arshy ✓
Teen FictionKisah romansa anak remaja. Mencinta, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Jangankan menyentuh, memandang pun enggan, karena teringat akan dosa yang memenjara. Hendak menunggu waktunya tiba, tetapi rasa telah membuncah kian bertahtah. Apalah daya, bers...