Arshy || Amarah

5K 319 4
                                    

Bertanya atau kah terjebak dalam tanya?

~Abigail Khafidz Ar-Rahman~

☁️☁️☁️

Kejadian semalam masih menghantui pikiran Abigail. Ia kecewa mengenai Arshy yang ia pikir tidak akan melakukan semua itu. Bukankah dia tidak tersentuh? Lalu mengapa? Mengapa semalam dia berduaan di mobil, mesra-mesraan dengan yang bukan mahramnya?

Dia berhasil memporak-porandakan perasaan Abigail. Berhasil mengubah hati yang beku menjadi hati yang membara akan amarah. Abigail selalu bertanya-tanya, siapakah lelaki yang bisa-bisanya berbuat demikian pada pujaan hatinya? Apakah Zayn? Atau kah yang lainnya? 

Memikirkan hal tersebut membuat Abigail mengepal kan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih dengan wajah memerah menahan amarah. Rasa dihatinya membuncah karena kecewa. Cemburu merebak menjadi bahan bakar paling efektif untuk mengobarkan api kemarahan yang mampu mencairkan hati bekunya.

"Ya Allah, Kak. Dicariin dari tadi, ternyata lagi di sini. Udah ditungguin tuh sama anak-anak untuk memberikan arahan pada mereka," ujar Arshy, membuat Abigail tersentak dari lamunannya.

Dia yang tidak ingin Abigail jumpai, kini tengah berada di depannya, dengan suara khas yang anggun nan lembut, mimik wajah yang selalu tersenyum, indah tetapi menusuk. Layaknya bunga mawar yang indah merekah, harum semerbak, tetapi berduri.

"Kenapa?" tanya Abigail dengan nada datar tanpa melihat kearah Arshy. Ia terus saja melihat keluar jendela tanpa peduli. "Kenapa? Kenapa apanya, Kak? Yah, ditungguin anak-anak buat memberikan pengarahan pada mereka. Ini udah siang banget loh, Kak. Tapi, kita belum beresin apa pun. Anak Osis udah gerak dari tadi," jelas Arshy.

Rasa amarah yang menguasai jiwanya, mampu membuat Abigail terlupa akan tanggung jawabnya sendiri. Tanpa menoleh ke arah Arshy, Abigail melewatinya begitu saja menuju anak-anak rohis lainnya. Meninggalkan Arshy yang terdiam, bingung akan perubahan sikap dari Abigail.

☁️☁️☁️

Mendengar arahan dari Abigail seluruh anggota rohis tidak terkecuali Arshy membereskan semua kekacauan akibat acara semalam. Mereka saling membantu satu sama lain, antara anak rohis, anak osis maupun pramuka.

"Alhamdulillah, selesai. Gak terasa yah capeknya kalo dikerjain bareng-bareng," ujar Rael bergabung bersama anak rohis lainnya yang tengah duduk dipinggir lapangan di bawah pohon sambil meminum air mineral. "Oh iya, Ar. Besok jadi gak kita ke puncak?" tanya salah seorang anak rohis. "Jadi, kok. Kemarin Umminya Kak Abigail udah hubungi aku. Katanya villa udah disiapin sama orang yang ngurus di sana. Jadi, nanti pas pulang kalian langsung Packing aja. Oh, iya. Kak Rael udah buatin surat izin untuk mereka, gak?" jelas Arshy yang kemudian bertanya pada Rael selaku sekretaris rohis.

"Udah jadi kok. Ada di tas gue, di sekret. Nanti gue ambil," jawab Rael setelah menyelesaikan tegukan terakhir air yang tengah diminumnya. "Gak usah. Nanti sebelum pulang, kita ngumpul di sana aja. Surat itu yang kemudian akan kalian perlihatkan kepada orang tua kalian. Minta tanda tangan pada mereka jika memang mereka menyetujui," ujar Arshy, ia kembali menjelaskan. Setelahnya, ia meneguk habis air mineral yang tadi sudah sempat diminumnya.

Hari semakin siang, anak rohis yang tadinya duduk di bawah pohon dekat lapangan pergi satu per satu menuju kantin karena perut mereka mulai keroncongan. Kini yang tinggal hanyalah kenangan ("Canda kenangan," ujar Author tersenyum.) Kini yang tinggal hanyalah Arshy, Abigail, Nisa dan Rael.

"Ar, lo kenapa? Kok murung gitu?" tanya Nisa membuyarkan keheningan diantara mereka. Hal itu juga dikarenakan dirinya yang melihat Arshy tidak seantusias tadi. "Gak apa-apa kok,"  jawab Arshy sekenanya sambil tersenyum lembut kepada Nisa.

"Aelah, kita sama-sama udah dari orok, Ar. Lo pikir gue gak tau apa yang lo pikirin. Bilang aja lo sebenarnya gak mau datang ke acara weekend besok. Emang yah lo tuh, lingkungan hidup cuman rumah ama sekolah. Emangnya lo gak diberi izin sama Bunda?" Kali ini Rael yang angkat bicara.

"Gak, sih. Bunda gak masalah soal itu. Hanya saja, aku belum terbiasa. Apa lagi besok itu kita bermalam dan pria wanita digabung," jawab Arshy lesu. "Ya ampun, Ar. Itu kan tergantung lo lagi seperti apa nanggepinnya. Kemana sih Arshy gue yang pinternya gak ketulungan?" ujar Nisa memutar bola matanya malas.

"Tapi kan ...." Arshy belum menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba Abigail memotongnya. "Dasar muna!" ujar Abigail dengan ketus, lalu ia beranjak pergi dari sana.

☁️☁️☁️

Malam ini, di kediaman keluarga Ar-Rahman, Abigail tengah menikmati makan malam bersama keluarganya. Namun, sepertinya permasalahan mengenai perasaannya tentang Arshy, masih menjadi rasa sakit baginya.

"Dek, kamu kenapa sih? Dari kemarin Ummi perhatiin seperti orang yang dikejar-kejar utang," tanya ummi Aisyah membuka percakapan. "Gak apa-apa kok, Mi.  Afidz meresa lelah aja, apa lagi setelah acara kemarin," jawab Abigail sambil melanjutkan kunyahannya.

"Alah, bilang aja kamu lelah menunggu. Menunggu yang tak pasti," ujar Qalishya sambil cekikikan. "Kak, gak boleh gitu," ujar ummi Aisyah mengingatkan putrinya.

"Ya sudah, habis makan kamu langsung istirahat. Besok mau berangkat kan ke puncak?"  ujar ummi Aisyah dengan segala perhatiannya. "Iya, Ummi," jawa Abigail sekenanya. Sementara Qalishya yang telah diberi peringatan, lebih memilih fokus kepada makanannya.

"Fidz, Ingat. Mereka semua tanggung jawab kamu besok. Jadi kamu harus bertanggung jawab dengan segala keadaan mereka." Abi Rahman yang sedari tadi diam, kini angkat bicara untuk mengingatkan putranya. "Iya, Bi," jawabnya lagi, masih dengan nada datar tanpa ekspresi. "Ya, sudah. Lanjutin makannya," ujar Abi Rahman percakapan mereka di meja makan kali ini.

Selepas makan, Abigail pamit kepada kedua orang tuanya untuk kembali ke kamarnya istirahat. Namun, cekalan ditangannya menghentikan dirinya. "Dek, kalo ada masalah selesain. Jangan hanya diam, lalu menyimpulkan. Masalahnya gak akan selesai, malah nantinya menimbulkan kesalahpahaman yang lain," nasihat Qalishya kepada adiknya itu, lalu mengelus kepala Abigail yang lebih tinggi dari dirinya.

"Ya, sudah. Kakak hanya mau mengatakan itu. Sana gih lanjutin ke kamarnya," ujarnya lagi, sebelum benar-benar berlalu dari hadapan Abigail.

Arshy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang