Rana tidak menolak ketika Minki membawanya pergi entah kemana. Untuk saat ini, pikirannya sangat kalut. Harga dirinya saat itu di permainkan.
Serendah itukah dirinya di mata orang lain?
Seorang Kakak yang seharusnya menjaga dan melindungi adiknya, tetapi tidak dengan Guanlin.
Guanlin membiarkan kejadian itu terjadi tepat di depan kedua matanya. Tak ada yang laki-laki itu lakukan untuk adiknya.
"Hey! Lagi mikirin apaan sih lo, sampai melamun begitu?"
Minki menjentikkan jarinya di depan wajah Rana yang membuatnya seketika sadar dari lamunan nya.
"Gak kok--Eh,"
Rana menjadi linglung dan malu ketika dia baru sadar bahwa Minki sudah turun dari motor sedangkan dirinya belum.
"Lo lupa caranya turun dari motor?"
Baru saja Rana ingin turun dari motor, sebuah tangan terulur di depan matanya.
"Pegang tangan gue. Soalnya motornya udah gue standar miring. Gue takut kalau motornya jatuh dan juga kaki lo gak sampai karena motor gue tinggi banget."
Seperti tersengat listrik berkekuatan tinggi, Rana terpaku melihat perlakuan manis Minki kepadanya. Sebegitu nya Minki memperhatikannya secara detail agar tidak terluka sedikitpun.
Detak jantungnya sudah tidak normal lagi. Ditambah rona merah yang ada di pipinya. Begitupun perut nya yang terasa geli seperti di gelitiki oleh kupu-kupu yang menggambarkan kebahagiaan nya kala itu.
Seperti arahan dari Minki, Rana memegang tangannya, menerima bantuannya.
Karena terpana dengan ketampanan Minki saat dilihat dari dekat, membuat Rana tidak sadar bahwa kini Minki sudah memegang pinggangnya. Menurunkan Rana dari motor.
"Gak usah di liatin sampai segitunya juga kali, Ran. Gue tahu, kalau gue ganteng kok. Titisannya Zayn Malik."
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
"Eh, maaf Kak." Rana mengerjapkan matanya mengumpulkan kesadaran nya dan segera melepaskan tangan Minki dari pinggangnya.
Minki hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku Rana yang sangat menggemaskan ketika sedang salah tingkah.
Keduanya jalan bersamaan menyusuri kota Jakarta.
"Kita kok ke sini?" Rana langsung bertanya saat Minki berbicara bahwa mereka sudah sampai di tempat yang mereka tuju adalah Kota Tua.
"Kenapa? Lo gak suka yak?"
"Eh, anu. Bukannya aku gak suka. Aku suka kok sama tempatnya. Cuman, aku gak suka aja sama banyaknya orang disini. Belum lagi, polusi udara."
"Sebaliknya. Gue malahan suka berada di kerumunan banyak orang kayak gini."
Alis Rana tertaut menatap wajah Minki, "Kenapa?"
Sebelum menjawab pertanyaan dari Rana, Minki membuang napas nya terlebih dahulu seolah dia sedang memikul beban yang begitu banyak.
"Berada di kerumunan banyak orang kayak gini membuat gue lupa sejenak dari semua masalah gue. Lihat orang-orang tersenyum, bermain hp, sedih dan bahagia, terkadang membuat gue menarik bibir untuk tersenyum."
Rana di buat terperangah dengan penjelasan Minki. Penjelasan itu seolah seperti sebuah filosofi dengan berjuta makna yang tersembunyi.
Walaupun Minki berandalan, namun dia juga manusia biasa yang masih memiliki hati dan juga rasa kasihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eleven Stepbrothers - Wanna One
Fanfiction| Season 1 | [Book 1] ✔ [Book 2] ✔ Hidup bersama dengan sebelas saudara tiri laki-laki tidak semenyenangkan seperti film-film yang di tonton oleh Rana. Ada yang menerimanya sebagai keluarga mereka dan ada yang sebagian membenci kehadiran Rana. Seper...