09 | Hadiah Perpisahan

2.2K 463 50
                                    

1 Bulan Kemudian

Tak ada lagi kebahagiaan. Semuanya sudah benar-benar berakhir sekarang. Sekarang, Rana sudah mendewasakan dirinya sendiri. Jadi, hatinya sudah ikhlas dengan semuanya. Dengan keputusannya untuk menghilang dari kebahagiaan keluarganya.

Sejak dua tahun yang lalu, ini adalah baru yang kedua kalinya Rana bisa mengunjungi tempat itu lagi. Rana terlalu sibuk untuk membahagiakan dirinya sendiri sampai dia dengan mudahnya melupakan seseorang.

Datang ke tempatnya saja, tak pernah terlintas di pikiran gadis itu. Padahal, dia sedang berada di Jakarta.

Sebuket bunga Rana letakkan di atas makam seseorang yang batu nisan nya bertuliskan nama Minki. Rana begitu prihatin melihat makam Minki tidak terurus. Seperti tidak ada orang yang mengunjunginya.

Rana tersenyum pada batu nisan Minki tersebut. "Kak Minki gak perlu khawatir, Rana akan membersihkan makam Kakak."

Rumput liar tumbuh di makam Minki sejak setahun terakhir. Rana mencabut semua rumput liar yang tumbuh itu. Membuang semua daun-daun kering yang jatuh. Tangan Rana begitu cekatan membersihkan semuanya.

Selesai membrsihkan, gadis itu memejamkan matanya. Mulutnya melafalkan doa untuk kebahagiaan Minki disana. Tak ada yang bisa dia berikan pada Minki lagi sekarang, selain hanya mengirimkannya doa supaya Minki baik-baik saja disana.

"Rana minta maaf ya Kak. Baru sekarang Rana mengunjungi makam Kakak. Kak Minki sudah bahagia 'kan? Kalau memang benar sudah bahagia, Rana senang mendengarnya Kak ..."

Rintik air matanya jatuh perlahan. Tidak tahu pasti alasan kenapa Rana menjatuhkan air matanya.

"... Kak... Rana sendirian disini... Bahkan, Bunda pun sama sekali tidak mempedulikan Rana lagi. Apa Bunda sudah tidak menyayangi Rana lagi? Kalau iya, apa alasannya? Kenapa Bunda sama sekali tidak menanyakan bagaimana kabar Rana. Bunda pasti ben—"

"Kamu tidak sendirian Ran. Kamu sendirilah yang membuat dirimu sendirian."

Rana mengangkat kepalanya. Minki. Kehadirannya terasa begitu nyata. Apa Rana sedang berada di dalam dunia mimpi? Mengapa ada Minki?

"Ba—bagaimana bisa Kak Min—"

"Takdir. Takdir yang mempertemukan saya dengan kamu."

Tatapan Rana tak bisa lepas sedetikpun dari Minki ketika dia berdiri. Benar. Minki sekarang ada di depan matanya.

Air matanya tumpah ruah. "Boleh Rana peluk Kak Minki?"

Minki tersenyum mengangguk-anggukan kepalanya sambil merentangkan lebar kedua tangannya. Seakan mengizinkan Rana memeluknya.

Pelukan hangat yang hanya sementara Rana rasakan kini terasa nyata baginya. Tubuh dan aroma tubuh Minki yang Rana rindukan. Tangannya begitu erat memeluk Minki. Seakan tidak ingin membiarkan Minki pergi kemana-mana.

"Jangan pergi... Rana mohon, jangan pergi..."

"Saya tidak akan pergi kalau kamu tidak memintanya."

"Bunda... Abang Minhyun... Kak Uka... Semuanya... Mereka meninggalkan Rana sendirian. Rana takut... Rana benci sendirian. Rana bahkan gak punya teman."

"Lucas. Bukan dia yang meninggalkan kamu sendirian Ran. Tetapi, kamu sendiri yang memutuskan untuk meninggalkannya. Sedangkan Bunda, jauh di dalam lubuk hatinya, saya yakin Bunda merindukan dan mengkhawatirkan kamu Rana. Gak ada seorang Ibu yang tega meninggalkan anak kandungnya sendirian."

Isakan Rana semakin kencang. Rana bersandar di dada Minki. Menangis sekencang-kencangnya disana. Mencari ketenangan dan semua kunci jawaban perjalanan hidupnya dalam kehangatan yang berasal dari pelukan Minki.

"Rana mau sama Kak Minki aja... Rana gak mau sama mereka. Rasa kasih sayang mereka semua ke Rana hanya sebentar. Gak seperti rasa sayang Kak Minki ke aku yang abadi."

Minki tertawa kecil yang membuat Rana harus mendongakkan kepalanya untuk bertanya kenapa Minki tertawa tanpa sebab seperti orang yang tidak punya pikiran.

"Kenapa Kak Minki ketawa? Apa ada yang lucu?"

Sepasang bola mata Rana yang coklat itu di tatap lekat-lekat oleh Minki. Dengan gemasnya, Minki mencubit kecil hidung Rana. "Ih! Hidung Rana sakit tahu!"

"Kamu ini percaya diri sekali ya Ran."

"Percaya diri gimana?"

"Iya. Percaya diri. Percaya diri kalau rasa sayang saya ke kamu jauh lebih banyak dibanding rasa sayangnya sudara-saudara kamu."

"Emang kenyataannya kok kayak begitu." Ucap Rana mengerucutkan bibirnya. Pipinya mengembung saat ia sedang kesal dan hal itu membuat rasa sayang Minki ke Rana bertambah.

"Terimakasih. Terimakasih sudah tidak mengeluarkan air mata kamu lebih banyak lagi. Cukup sampai sini saja kamu membuang air mata kamu itu ..."

Hati Rana berdesir kencang mendengar seseorang yang berterimakasih kepadanya karena sudah tidak menangis lagi. Minki adalah orang yang pertama mengatakannya.

"... Ingin rasanya lebih lama bisa menggenggam tangan kamu Ran. Lebih lama bisa membiarkan kamu berada di pelukan saya. Tetapi, saya sadar, dunia kita sudah berbeda. Jangankan bersama, saya bisa bertemu kamu saja itu sudah cukup. Saya bukan pelindung yang bisa melindungi kamu. Saya hanya sebatas fana ilusi untuk kamu."

Baik. Untuk kali ini Rana melepaskan pelukan yang sama sekali gadis itu tak ingin untuk melepasnya. Walau pada akhirnya pelukan itu pasti akan terlepas juga.

"Kak Minki bukan hanya sebatas fana ilusi untuk aku. Kak Minki lebih dari itu. Jika benar Kak Minki hanya fana ilusi aku, gak mungkin sekarang kita bisa bertemu lagi meski dunia kita berbeda. Terimakasih karena Kak Minki sudah menjadikan aku orang spesial untuk Kakak ..."

"... Andai saja Tuhan mau sedikit berbaik hati lagi pada Rana. Rana akan meminta untuk menjadikan Kak Minki sebagai teman hidup aku. Sayang, Tuhan tidak mengizinkan nya ..."

"... Terimakasih. Sekali lagi terimakasih karena Kakak pernah memperjuangkan untuk supaya tetap bisa hidup."

Minki tersenyum mendengarnya. Minki tidak menyangka kalau orang sebaik dan sepolos Rana memiliki garis takdir yang begitu rumit.

"Temui Guanlin. Dan minta maaf kepadanya. Jangan tanya kenapa. Guanlin sudah mengorbankan semuanya demi kamu Rana. Dia meninggalkan saudara-saudaranya dan memilih bersama kamu supaya Guanlin bisa menebus semua kesalahannya di masa lalu. Dia juga yang sudah menyelematkan nyawa kamu Ran. Guanlin yang memberikan napas buatan untuk kamu."

Rana mematung. Mulutnya terasa kelu sekadar untuk berkata-kata saja.

"Saya adalah orang yang sangat beruntung, karena Tuhan memilih saya dari sekian banyak orang untuk menjaga hati kamu."

"Kak... Boleh Rana minta sesuatu?"

Minki mengangguk, "Apa permintaan kamu?"

"Jangan pergi Kak, Rana mohon."

"Pergi atau tidak, saya tetap tidak bisa memegang tangan dan memelukmu 'kan?"

"Rana gak butuh itu semua Kak. Rana cuma ingin kehadiran Kak Minki di samping Rana. Bersama-sama mencari kebahagiaan."

"Memegang tangan dan memeluk kamu saja, saya gak bisa Ran. Bagaimana bisa saya selalu menemani kamu untuk bahagia bersama?"

Benar. Yang dikatakan Minki adalah benar. Kehadiran Minki hanya sementara.

Tiba-tiba saja Minki mendekatkan wajahnya pada wajah Rana. Dalam jarak sedekat ini, jantung Rana berpacu lebih cepat daripada biasanya.

Rana memejamkan matanya. Gadis itu merasakan bibir seseorang menempel pada bibirnya. Minki mencium bibirnya untuk beberapa menit.

Saat itu juga, air mata Rana kembali jatuh. Rana menyadari kalau ciuman itu adalah hadiah dan juga tanda perpisahan dari Minki untuknya.


Aku mohon jangan pergi.










: : : : : : : : : :


maaf kalo author lama updatenya dan mengecewakan kalian semua yang sudah lama menunggu kelanjutan cerita ini :)

Eleven Stepbrothers - Wanna OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang