Genap tiga puluh hari sudah Rana meninggalkan Jakarta. Meninggalkan rumah. Meninggalkan semua kepahitan jalan hidupnya yang tidak di inginkan semua orang.
Rumah yang dahulu menjadi tujuan pertama ketika pulang sekolah bagi Guanlin, kini sudah tidak lagi. Kini ia benci harus pulang ke rumah. Apa tidak ada tempat berpulang lagi selain rumah? Sungguh, sekarang ia membencinya.
Semua saudaranya pergi entah kemana dan Guanlin tidak tahu kapan mereka pulang. Yang hanya Guanlin tahu, mereka pergi meninggalkan rumah.
Jisung, Seongwoo serta Sungwoon berada di Solo untuk mengurus cabang perusahaan milik Ayah mereka sampai waktu belum di tentukan kapan mereka pulang ke Jakarta.
Jaehwan, Woojin, Jinyoung dan Jihoon memutuskan untuk mengekost bersama agar supaya jarak menuju kampus tidak terlalu jauh dan lagipula menghemat waktu.
Sedangkan Daehwi berada di Surabaya menerima pelatihan untuk satu minggu kedepan persiapan sebelum mengikuti lomba bulan depan nanti.
Sekitar pukul sepuluh malam, Guanlin terbangun dari tidurnya karena lapar. Dan dia pergi ke dapur mencari makanan.
"Jangan khawatir, sayang. Aku akan menjadikan malam mu kali ini menjadi sangat indah dan menjadi malam yang tidak akan pernah kamu bisa lupakan."
Suara itu. Suara dengan rentetan kalimat yang tidak asing lagi di telinga Guanlin semenjak kepergian semua saudaranya dari rumah.
Seminggu terakhir ini, Guanlin melihat Minhyun selalu membawa perempuan yang berbeda ke rumah setiap malam. Apalagi? Kalau bukan memenuhi kebutuhan nafsu?
Guanlin menghela napas. Ia membanting keras gelas di atas meja lalu berjalan menghampiri Minhyun dengan perempuannya.
"Kali ini, siapa lagi yang Abang bawa?" Guanlin menatap jijik ke perempuan yang dibawa oleh Minhyun.
"Kamu duluan aja ke kamar aku. Nanti aku nyusul."
Perempuan itu mengecup sekilas bibir Minhyun dan tersenyum sebelum pergi. "Aku tunggu kamu."
Guanlin yang melihatnya hanya tidak percaya bahwa secepat itu prinsip Minhyun berubah. Dan dengan mudahnya, prinsip itu goyah dan runtuh. Guanlin tidak suka Minhyun sekarang yang selalu bergantung pada alkohol dan klub malam dan juga nafsu.
"Apalagi Guanlin? Kamu ganggu Abang tahu gak! Minggir! Abang mau lewat!"
Ditangannya, Minhyun menggenggam sebotol alkohol. Lagi dan lagi. Selalu alkohol. Bosan Guanlin melihat tingkah laku salah satu Abangnya itu.
Ketika pijakan kaki Minhyun ingin memijakkan kakinya di anak tangga yang pertama, Guanlin mencekalnya pergi.
"Kenapa Abang berubah jadi kayak begini?"
"Begini apa maksud kamu, Guanlin?"
"Alkohol, klub malam, perempuan. Sebelum-sebelumnya, Abang gak pernah kayak gini."
"Bukan urusan kamu mau Abang berubah seperti apa." Minhyun melepaskan tangan Guanlin yang mencekalnya pergi.
"Untuk apa Abang membuang rasa kasih sayang Abang kepada Rana kalau bukan untuk menyayangi Guanlin lagi? Sekarang, Guanlin ingin Abang membuktikan perkataan Abang yang satu itu."
Minhyun berbalik. Berdiri tepat di depan Guanlin dengan tatapan yang mungkin bisa di bilang, bosan.
"Bukti? Kamu ingin bukti apalagi Guanlin? Apa dengan cara Abang menendang perut Rana ketika dia baru sadar, belum cukup juga? Apa kamu ingin Abang membunuh Rana?"
"Abang bukan lagi Abang Minhyun yang Guanlin kenal."
"Lalu, kamu mau apa?" Minhyun sudah jengkel menghadapi Guanlin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eleven Stepbrothers - Wanna One
Fanfiction| Season 1 | [Book 1] ✔ [Book 2] ✔ Hidup bersama dengan sebelas saudara tiri laki-laki tidak semenyenangkan seperti film-film yang di tonton oleh Rana. Ada yang menerimanya sebagai keluarga mereka dan ada yang sebagian membenci kehadiran Rana. Seper...