19 | Inikah Akhirnya?

2.5K 425 55
                                    

Pada hari itu juga, di gelap gulita nya langit, Minhyun mengantar Bunda ke rumah Lucas untuk bertemu dengan anaknya setelah sekian lama.

Pandangan Minhyun fokus lurus ke depan karena dia sedang menyetir di malam hari seperti ini.

Ekor matanya melirik sekilas pada Irene yang duduk di sebelah kursi pengemudi. Tubuh Bundanya terlihat sangat kurus. Persis seperti orang yang sedang depresi mendapatkan banyak tekanan.

Naluri hatinya bergerak melihat keadaan Bundanya yang sudah tidak secerah dan seceria dulu dengan selukis sebuah senyuman di ujung bibir Bundanya itu. Katakan jika dia adalah anak durhaka. Minhyun dengan senang hati menerimanya.

Memang itu kenyataannya, bukan?

Mata Irene sudah berair sejak mereka pergi meninggalkan rumah. Inilah finalnya. Kesunyian malam di gantikan oleh sebuah suara tangisan kepedihan.

Mendapati Irene menangis membuat hati Minhyun teriris. Sangat sakit sekali rasanya melihat Irene mengeluarkan air matanya. Minhyun akhirnya mengambil keputusan untuk menepikan mobilnya sebentar dan kemudian mengecek keadaan Irene apakah Bundanya itu baik-baik saja.

"Bunda kenapa?" Minhyun menyentuh kedua pundak Irene.

Napas Irene menjadi tidak teratur. Dada nya begitu sesak seakan-akan ada sebuah beban yang memintanya untuk di keluarkan. Kepalanya terus tertunduk ke bawah tanpa menatap Minhyun yang bertanya tentang keadaannya.

"Jangan buat aku khawatir Bun... Bunda kenapa? Bilang sama aku..."

Terdengar dari suara serta nada bicara Minhyun kepada Irene, menunjukkan bahwa dia memang benar-benar khawatir dengan Irene.

Paras cantik Irene kini terselimuti oleh air matanya. Kepalanya terangkat dan melihat wajah tampan anak tirinya itu.

"Bagaimana kalau Rana menolak kehadiran Bunda? Mengusir Bunda dari rumah, sama seperti yang Bunda lakukan ke Rana, Abang?"

Alih-alih menjawab pertanyaan dari Irene, Minhyun lebih memilih untuk mengusap rekam jejak air mata Bundanya yang berharga itu. Merapikan rambut Irene yang sedikit berantakan.

Garis hitam besar di bawah sepasang mata indah milik Bundanya terlihat sangat jelas. Terlihat sangat jelas sekali jika Bunda sering melewatkan waktu tidur untuk beristirahat kala malam hari.

"Aku gak suka lihat Bunda menangis. Setiap kali melihat Bunda menangis di depan mata aku, aku merasa sudah menjadi anak yang buruk bagi Bunda ..." Minhyun memberikan jeda sebelum melanjutkan perkataannya.

"... Bunda tahu 'kan, kalau Bunda itu sangat cantik? Bahkan kecantikan malaikat saja kalah dengan kecantikan Bunda. Seperti itu lah hati Bunda. Sama cantiknya dengan paras Bunda."

Minhyun mengambil napas panjang agar dia tidak gugup saat memberikan kekuatan untuk Bundanya. Tangan Irene di genggam olehnya.

"Percaya sama aku, Rana pasti akan menerima Bunda lagi. Bunda tahu 'kan, kalau Rana selama ini menunggu kedatangan Bunda? Rana gak mungkin menolak bahkan sampai mengusir Bunda. Karena Rana adalah seorang malaikat yang berhati baik sama dengan seperti Bunda. Malaikat seperti Rana tidak pernah menyakiti hati siapapun Bun. Yang ada, akulah orang bodoh yang sudah menyakiti hati malaikatnya itu, Bun ... "

"... Aku... Kakaknya, sudah berulang kali menghancurkan ketulusan hati Rana. Jika orang seperti Bunda saja pesimis tidak dimaafkan oleh Rana, apa kabar dengan aku Bun, yang catatannya telah berulang kali membuat Rana menangis? Apa aku masih pantas mendapat maaf dari Rana?"

Irene mengunci mulutnya. Benar apa yang dikatakan oleh Minhyun. Seharusnya dia optimis kalau Rana pasti akan memaafkannya dan menerimanya kembali sebagai Bundanya. Rasa pesimis nya harus ia buang jauh-jauh.

Eleven Stepbrothers - Wanna OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang