34 - Boleh Aku Pergi?

3.7K 547 143
                                    

"LAKI-LAKI BRENGSEK!"

Daniel langsung masuk ke dalam ruangan ketika dia memutuskan untuk menunggu di depan saja. Dia terus melayangkan pukulan keras pada Minhyun. Daniel tak suka jika perempuan di siksa seperti itu.

Perkelahian antara mereka berdua tidak bisa di hindarkan. Jisung maupun Woojin tidak bisa memisahkan keduanya.

"BRENGSEK! BAJINGAN! BANGSAT!"

Daniel terus mengucapkan kalimat kasar untuk Minhyun. Dan bodohnya, Minhyun sama sekali tidak membalas perlakuan Daniel kepadanya. Dia membiarkan adiknya itu memukulinya bersamaan dengan rentetan sumpah serapah untuknya.

"Bagaimana lo bisa melakukan itu ke Rana? Apa pikiran lo udah gak waras lagi?" Daniel bertanya sembari mencengkram kerah baju Minhyun.

Minhyun tertawa kecil, "Dia yang telah membuat Guanlin kehilangan mimpinya. Apa gue harus membiarkan orang yang telah merebut mimpi adik kandung gue begitu aja? Enggak Daniel. Sama sekali enggak. Gue gak akan membiarkan orang itu bisa bahagia setelah apa yang dia lakukan ke Guanlin."

Wajah Daniel memerah menahan amarahnya setelah mendengarkan pengakuan yang keluar dari mulut Minhyun sendiri tanpa ada beban ataupun rasa bersalah sedikitpun.

"Kenapa bukan Rana aja yang mati? Dia sudah membunuh satu orang, Daniel." Kata Minhyun mencoba memancing Daniel.

Bugh

"DANIEL!"

"BANG DANIEL!"

Luka tercipta di setiap sudut wajah Minhyun. Hidungnya mimisan. Namun, Minhyun sama sekali tak merasakan rasa sakit.

"Gue menyesal telah membuang rasa kasih sayang gue untuk Guanlin hanya demi membahagiakan pembunuh itu!" Lagi. Minhyun tiada henti mencari-cari masalah.

Disaat Daniel ingin memukul wajah Minhyun untuk kesekian kali, seorang laki-laki tidak dikenal datang menghampiri Rana. Semua pasang mata memandang ke objek yang sama.

"RANA!"

Napas Rana tersengal. Seperti biasanya. Asma nya kambuh. Dia sama sekali tidak bisa bernapas. Seolah dia sedang menghadapi kematiannya hari ini.

Lucas tak bisa menahan tangisnya melihat kondisi Rana seperti ini. Dia membelai rambutnya mencoba membuat Rana tenang.

"Rana, kenapa kamu bisa begini?"

"Kak Uka... K--kak... Bi--bilang ke Rana kalau... Kalau Rana bukan pembunuh... Rana mohon, bilang ke Rana..."

Lucas segera menggelengkan kepalanya.

"Kamu itu bukan pembunuh Rana. Bukan. Kamu itu orang baik yang berhati malaikat."

"Kenapa orang baik gak boleh bahagia? Ken--"

"Sssttt... Saya minta sama kamu untuk tidak banyak bicara. Kamu itu sedang terluka Rana. Saya tidak suka melihat kamu terluka."

Rana meraih tangan Lucas dan menggenggamnya erat lalu tersenyum manis kepadanya.

"Apa perasaan Kakak ke Rana itu tulus? Bukan tipuan? Bilang ke Rana Kak. Rana lelah selalu di tipu..."

Lucas mengerjapkan matanya. Berharap ini akan segera berakhir dan ini hanyalah mimpi dan ilusi nya saja. Bukan nyata.

"Kenapa kamu gak bilang ke saya kalau kamu punya penyakit asma?" Tanya Lucas mengganti topik pembicaraan.

"Kak... Jawab pertanyaan Rana... Apa perasaan sayang dan rasa peduli Kak Uka ke Rana itu tulus?" Kata Rana berusaha berbicara disaat ia susah bernapas.

Eleven Stepbrothers - Wanna OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang