21 | The Day

2.5K 491 138
                                    

"Bagaimana kalau Rana tertular penyakit lo? Tertular HIV?"

Kenapa penyakit hina nya harus disebutkan? Bang Chan merasa harga dirinya sudah hancur dihadapan Rana meski gadis itu sedang dalam keadaan tidak sadar.

"Lin... Sorry. Gue khilaf."

"Dimana otak lo Chan? Apa lo gak mikir dulu sebelum bertindak? Bagaimana kalau nanti Rana positif HIV? Lo mau bertanggung jawab, hm?"

Mata Guanlin berair. Lagi untuk yang kesekian, Guanlin harus melihat Rana terbaring tanpa kekuatan di ranjang yang sangat dibencinya itu. Ini salahnya.

Bahagia masih bisa dicari dengan atau tidak segala cara. Hidup Rana sudah cukup berantakan dan mengerikan.

Melepaskan seluruh amarah nya pada Bang Chan meski dirinya tak ingin mungkin salah satu cara meredam amarah nya.

"Lo tahu, kenapa gue mau berteman bahkan memberikan lo ijin untuk dekat dengan Rana, padahal spesies macam lo itu harus di jauhkan? Karena gue kasihan sama lo. Kasihan lo harus terbuang dan dianggap menjadi sampah karena sudah mencemari lingkungan dengan penyakit brengsek lo itu, Bang Chan. Lo pantas menerimanya. Lo pantas mendapatkan perlakuan yang setimpal dengan penyakit laknat lo itu."

Tidak. Bukan seperti ini caranya berbicara dengan baik-baik. Masalah baru pasti akan menunggu jika seperti ini caranya untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Mau berbuat apalagi Guanlin. Dia pasrah. Jiwa dan raganya sudah lelah. Akan banyak nantinya dia kehilangan tenaganya untuk berdebat kusir dengan Bang Chan.

Tidak ada pilihan lain untuk bisa menyelamatkan Rana. Setidaknya, meski Rana memang sudah di kodratkan untuk tak bahagia, gadis itu masih memiliki sebuah kisah cerita hidup yang bisa mengantarnya pada bahagia.

Perkataan menusuk yang diciptakan oleh lidahnya sendiri, pasti akan berhasil membuat benci hati Bang Chan pada Guanlin. Dengan begitu, Bang Chan meninggalkan Rana. Pergi jauh darinya.

Raut wajah Bang Chan kentara kecewa sekali dengan penuturan dari teman seperkuliahan nya itu.

"Siapa yang ingin terlahir dengan penyakit HIV? Enggak ada Lin. Gak ada. Gak ada satupun orang menginginkan dirinya lahir dengan penyakit hina seperti itu. Andai Tuhan mengijinkan gue memilih cerita takdir hidup gue sendiri, gue pasti gak akan memilih terlahir bersama penyakit ini. Tapi, apa boleh buat. Ini memang sudah takdir gue yang Tuhan sudah tuliskan."

"Jauhi Rana."

"Untuk itu, gue gak bisa melakukannya."

Sejenak, kediaman bertamu. Kemudian Guanlin tertawa renyah.

"Apa dirumah lo gak ada cermin? Apa orangtua lo terlalu sibuk bercinta dengan selingkuhannya sampai lo gak di perhatikan oleh mereka, begitu?"

Bugh

"Lo sudah melewati batas, Guanlin. Lo gak pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi sebuah kesalahan akibat ulah dari kedua orangtua lo sendiri, Guanlin. Gue lahir ke dunia ini hanya sebagai aib untuk mereka. Lahir dari sebuah kesalahan karena ulah dari kedua orangtua lo bersama penyakit hina seperti HIV, adalah mimpi buruk bagi gue ..."

"... Gue gak butuh belas kasihan dari lo Guanlin. Gue gak butuh ditemani. Yang gue butuhkan adalah, orang lain menghormati gue. Dengan begitu, gue sudah merasa cukup karena orang lain menganggap keberadaan gue di sekeliling mereka."

Dari luar, Bang Chan memang terlihat tegar. Bahkan sangat tegar. Namun, jauh didalam palung hatinya, ia hancur. Hancur sehancur-hancurnya gelas kaca terjatuh. Serpihan kaca yang sudah terpisah itu, tak bisa kembali di perbaiki.

Eleven Stepbrothers - Wanna OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang