Ketika bulan dan bintang masih menggelantung berada di tempatnya, Minhyun terbangun tengah malam karena tidurnya yang tidak lelap. Gelisah sejak dia mengistirahatkan sepasang matanya. Tidak tahu hal apa yang sampai membuat tidur pria itu menjadi gelisah hingga membuatnya terbangun di tengah malam.
Sehabis minum segelas air dingin di dapur, Minhyun kembali lagi ke atas. Menuju kamarnya. Melanjutkan kembali tidurnya.
Langkahnya terhenti ketika kakinya tepat berada di depan kamar orangtuanya.
Suara ribut saling adu mulut terdengar oleh telinga Minhyun. Pria itu memutuskan berhenti dan menguping pembicaraan orangtuanya.
"Kalau kamu lebih memilih Rana, silahkan. Saya tidak akan menghalangi kamu, Irene."
Suara itu sudah tidak asing lagi di telinga Minhyun. Suara itu milik Suho. Ayahnya sendiri.
Pintu kamar orangtuanya sedikit terbuka hingga Minhyun samar-samar masih bisa mendengarkan percakapan keduanya. Minhyun mendekatkan tubuhnya ke pintu untuk memperjelas pendengarannya.
"Dimana hati kamu? Kemana perginya hati kamu yang lembut itu Suho?!"
Menurut dari apa yang di dengar oleh Minhyun, sudah pasti Irene berbicara dengan tangisan yang di tahannya. Suaranya begitu serak.
"ANAK KAMU ITULAH YANG SUDAH MEMBUAT DANIEL KECELAKAAN SAMPAI KEHILANGAN INGATANNYA!"
Bentakan Suho yang cukup keras itu berhasil membuat badan Minhyun merinding hebat. Sifat Irene sama persis dengan sifat Rana.
Jika sudah di bentak keras seperti itu, Irene maupun Rana pasti akan menangis sejadi-jadinya. Seseorang yang lembut seperti keduanya di perlakukan kasar seperti itu sudah jelas membuat sebuah luka baru di hati keduanya.
Irene menatap lekat kedua mata Suho dengan tatapan yang sulit di deskripsikan.
"Apa? Anak aku?" Irene tertawa pahit. "Jadi, selama ini, kamu anggap Rana itu anak aku? Bukan anak kita?" Lagi. Irene tertawa menertawai kebodohannya sendiri.
Suho mengusap wajahnya yang berkeringat. Laki-laki itu sudah lelah dengan semua drama yang terjadi di dalam kehidupan anak-anaknya.
"Aku lelah. Tolong, kamu jangan bahas masalah ini sekarang."
Jas yang melekat di tubuh Suho, dia lepaskan dan menaruhnya di atas ranjang kasurnya. Mengendurkan dasinya kemudian melepasnya.
Suho membelakangi tubuh Irene. Satu kancing atas kemejanya terbuka. Suho pasti ingin mandi membersihkan badannya yang sudah lelah bekerja seharian sejak pagi.
Ketika jari-jarinya ingin melepas kancing yang kedua, Irene mengatakan sesuatu.
"Bagaimana bisa kamu setenang ini, disaat sebuah kehidupan seorang anak di pertaruhkan demi untuk melihat kalian bisa bahagia selalu? Pikirkan itu baik-baik, Suho! Seharusnya kamu lah yang berpikir dewasa!"
Rahang Suho menguat. Jengah mendengar semua masalah yang ada di rumahnya begitu dia pulang sehabis bekerja seharian.
Suho memijat pelipisnya kemudian membalik tubuhnya menghadap Irene.
"Lebih baik kita bercerai saja kalau keadaannya seperti ini terus." Kata Suho final.
"Semudah itu kamu mengatakannya?"
"Hanya itu satu-satunya cara agar kamu bisa selalu dekat dengan anak kamu."
Sebuah cairan bening berhasil lolos dari pelupuk mata Irene.
"Ini balasan kamu untuk cinta aku? Kamu tahu, aku menyesal memberikan semua cinta aku yang seharusnya untuk Rana aku berikan kepada kamu, Suho! Kamu pikir, hanya kamu yang lelah? Rana, anakku! Dia juga sangat lelah sama sepertimu! Rana, dia pasti sudah lelah di perlakukan tidak pantas oleh Ayah tirinya! ..."
"... Kamu tahu, Suho, kamu sudah mencuci otak anak-anak kamu supaya mereka membenci Rana! Ck! Dan soal tentang Daniel yang kehilangan ingatannya, itu bukan salah Rana. Daniel sendiri lah yang memilih ..."
"... Daniel... anak itu, dia sudah melakukan tugasnya sebagai seorang Kakak untuk melindungi adiknya. Kamu seharusnya senang dan bangga dengan Daniel karena sudah mau menerima Rana di dalam keluarganya meskipun mereka tidak punya hubungan darah ..."
"... Kalau kamu ingin bercerai denganku, aku terima perceraian darimu. Aku tunggu surat perceraian nya."
Irene mengusap air matanya lalu beralih mengambil sebuah tas dan memasukkan semua pakaiannya juga barang-barang pentingnya.
Minhyun hanya bisa diam ditempat. Dia membeku mendengar Irene menerima perceraian yang di ajukan oleh Ayah nya sendiri.
"Minhyun?"
Irene menutup mulutnya yang terbuka lebar karena kehadiran Minhyun yang berdiri tepat di depan kamarnya. Pikiran Irene berkelana.
Tidak mungkin Minhyun sudah lama berdiri di depan kamarnya dan menguping pembicaraan mereka, bukan?
"Kenapa kamu ada disini, hm? Ken--"
"Kalian bercerai?" Tanya Minhyun langsung pada intinya.
Minhyun melirik Ayahnya yang berada di belakang Irene dengan keterkejutannya mendapati Minhyun sedari tadi menguping pembicaraan nya bersama Irene.
Tas yang sedari tadi Irene genggam telah di lepas olehnya. Air matanya berlinang melihat Minhyun dan segera memeluk hangat anaknya itu.
"Bunda minta maaf karena tidak bisa menjadi Bunda yang baik untuk kamu, Minhyun. Dan juga untuk adik-adik kamu."
Hati Suho bergetar hebat ketakutan. Ketakutan akan keputusan yang dia ambil akan dia sesali di masa mendatang nanti. Melihat betapa Irene benar-benar tulus menyayangi anaknya berhasil membuat hatinya tergertak.
Kedua tangan Minhyun kelu. Kelu tidak bisa membalas pelukan dari Bundanya. Situasi yang membingungkan menjebak Minhyun.
"Terimakasih sudah menerima Bunda menjadi Bunda untuk kalian semua. Maaf kalau ini balasan Bunda untuk cinta kalian ke Bunda. Bunda sungguh minta maaf, Minhyun."
Deg!
Perasaan macam apa ini? Hati Minhyun sedari tadi terus bergejolak meminta dirinya menahan kepergian Bundanya.
Apakah ini bukti perasaan tulusnya kepada Irene sampai tidak rela ditinggalkan oleh Irene?
Ditinggalkan oleh Bunda untuk yang kedua kalinya?
Tanpa membalas pelukan dari Irene, Minhyun lantas melepas pelukan Bundanya. Jari-jarinya tergerak menghapus sisa air mata yang melekat berada di wajah cantik Bundanya.
"Jika ini memang yang terbaik untuk Bunda, Minhyun akan dukung Bunda. Bercerai dengan Ayah, mungkin jalan terbaik agar Bunda bisa memberikan semua rasa cinta dan kasih sayang Bunda ke Rana tanpa harus membaginya lagi kepada Ayah. Minhyun minta maaf karena sudah membenci Rana. Yang selalu melukai perasaan Rana dan menoreh luka baru di hatinya. Minhyun minta maaf Bunda."
Sorotan mata yang sangat teduh dan juga ketulusan dari Minhyun, mencairkan hati Irene yang setengahnya ternodai oleh kebenciannya terhadap anak-anak Suho yang sudah membenci Rana, anak kandungnya.
Kening Minhyun di kecup untuk waktu yang lama oleh Irene. Naluri keibuannya muncul ketika hatinya setengah tidak rela untuk meninggalkan rumah pun dengan anak-anaknya.
"Bunda bersedia 'kan, menemani aku bertemu Rana untuk meminta maaf?"
: : : : : : : : : :
di chapter 20-an, kemungkinan cerita ini akan berakhir.
.
maaf, kalau authors jarang update. Gak tahu knp, belakangan ini jarang mood untuk ngetik lanjutan cerita ini :)
.
maaf, kalau part ini pendek dan terimakasih banyak bagi yg sudah setia menunggu cerita ini dan tentunya sudah banyak mendukung cerita ini ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Eleven Stepbrothers - Wanna One
Fiksi Penggemar| Season 1 | [Book 1] ✔ [Book 2] ✔ Hidup bersama dengan sebelas saudara tiri laki-laki tidak semenyenangkan seperti film-film yang di tonton oleh Rana. Ada yang menerimanya sebagai keluarga mereka dan ada yang sebagian membenci kehadiran Rana. Seper...