32 - Bully

2.8K 441 62
                                    

Liburan telah berakhir. Kini saatnya menjalankan aktivitas yang baru. Melupakan semua kelam yang terjadi, mempertahankan kisah bahagia yang pernah terjadi.

Ini adalah tahun kedua Rana sebagai siswi sekolah menengah akhir. Dan ini adalah tahun terakhir Guanlin dan Daehwi sebagai siswa sekolah menengah akhir.

Setelah pertengkarannya dengan Minhyun saat itu, Rana memutuskan untuk tidak berbicara dengan siapapun yang ada di dalam rumah tersebut kecuali dia harus berbicara yang menurutnya penting. Itu saja. Tidak lebih.

Ketika semua orang merindukan sahabatnya pada hari pertama masuk sekolah setelah liburan panjang, itu tidak berlaku bagi Rana. Tak ada yang Rana rindukan disana.

Sepi adalah sahabat sejatinya. Dan sedunya adalah pelengkap hidupnya. Pikir Rana seperti itu.

Gadis itu tidak pernah lagi bertemu atau sekadar bertukar pesan karena memang tidak mempunyai nomornya dengan Lucas. Rana pikir, Lucas hanyalah sekilas bayangan yang singgah memberinya cahaya harapan kemudian menghilang.

"Kasihan si Guanlin. Dia harus mundur menjadi kapten sekaligus dari tim basket sekolah."

Samar Rana mendengar pembicaraan itu dari bilik pintu toilet perempuan di sekolahnya.

"Tiga tahun gue sekelas sama dia, gak pernah gue lihat Guanlin sependiam seperti sekarang."

Terpaksa Rana harus mendengar pembicaraan itu lagi yang tentunya menyentil hatinya yang sensitif.

Otaknya blank secara mendadak. Suara itu kini telah lenyap. Dia akhirnya bisa bebas dari ruangan sempit itu.

Seseorang berdiri terdiam menyandarkan punggungnya ke dinding di pintu masuk toilet perempuan. Membelakangi Rana.

"Dengarkan semuanya. Jangan pernah menghindarinya." Di akhir bicaranya, orang itu terdengar membuang napas.

"Menghindarinya pun tak akan membuat kebahagiaan datang."

"Mengharapkan bahagia datang? Ck! Terlalu jauh lo bermimpi." Kata orang itu dengan senyuman meremehkan.

"Jika semua orang di bolehkan untuk bermimpi, kenapa Rana tidak boleh? Sekotor itukah diri Rana sampai tidak boleh untuk bermimpi?"

"Bahkan, diri lo itu lebih kotor dari para jalang yang mengobral tubuhnya." Ucapnya yang tak lupa dengan seringai nya.

"Ya, mungkin Abang Guanlin benar. Benar kalau Rana lebih kotor dari para jalang yang menjual harga dirinya. Abang lah yang selalu benar, dan Rana lah yang selalu salah. Pada kenyataannya selalu seperti itu. Rana gak akan pernah menampik bahkan menepis itu. Rana terima. Ini takdir Rana. Skenario yang di buat oleh Tuhan."

"Gue tarik kembali ucapan gue yang pernah bilang kalau gue menyayangi lo dan menganggap lo sebagai adik gue." Ujar Guanlin dengan dinginnya.

"Rana selalu berdoa bahwa sifat dingin, kasar dan sarkastik nya Abang, akan hancur oleh seseorang meski orang itu bukan Rana."

"Gue gak sudi di doain sama lo wahai jalang murahan."

Guanlin merekahkan senyum bahagianya pada Rana sebelum pergi dari sana. Meninggalkan Rana bersama dengan sebuah luka lagi.

- - -

Hari kedua masuk sekolah, kedatangannya yang baru saja berjalan beberapa langkah masuk melewati gerbang sekolah, sebuah gerombolan para murid menatapnya kemudian menertawai nya. Memaki dirinya.

Rana berjalan melewati mereka. Tak menghiraukan perkataan mereka yang mencaci makinya. Rana bisa bertahan dengan semua cacian dari teman sekelasnya sampai bel istirahat berbunyi.

Istirahat tiba, Rana langsung menuju loker nya untuk mengambil pakaian olahraganya. Di ambilnya pakaian olahraga itu dan kembali menutup lokernya. Hal yang tidak terduga terjadi.

Segerombolan orang melemparinya dengan telur busuk sambil mengatakan 'Bitch' untuknya.

"Seharusnya lo bilang terimakasih ke kita semua karena udah membuat tubuh lo yang kotor itu menjadi wangi sehingga tarif tidur bersama lo itu menjadi lebih tinggi."

Semuanya menertawakan Rana. Tak ada satupun orang yang membelanya. Rana tidak mempunyai seseorang di sisinya.

Hal yang tidak terduga lagi adalah ketika seorang murid laki-laki datang melemparkan beberapa pengaman ke wajah Rana yang membuat semuanya kaget dan terdiam.

"Gue rasa, lo gak perlu membutuhkan itu lagi untuk melayani pelanggan-pelanggan lo, Rana! Upps! Gue salah sebut. Jalang murahan!" Murid laki-laki itu mendekati wajah Rana dan mengacungkan jari tengah untuk Rana.

Lagi dan lagi. Semuanya tertawa. Rana di rundung. Rana kembali di bully. Gadis itu hanya bisa menahan rasa sakit di hatinya dan juga air matanya agar tidak terjatuh. Lagi, harga dirinya telah hancur. Telah di permalukan. Tak ada yang memihaknya.

"Atau, jangan-jangan lo udah gak perawan lagi?"

Plak

Rana menegakkan kepalanya. Kali ini dia tidak bisa membiarkan lebih dalam lagi mereka melukai harga dirinya.

"JAGA PERKATAAN KAMU! KAMU GAK TAHU KALAU PERKATAAN KAMU ITU BISA MEMBUNUH ORANG YANG KAMU SAKITI PERASAANNYA!"

Bugh

Laki-laki itu tak tinggal diam saat Rana menamparnya. Dia memukul wajah Rana yang mengenai hidungnya sehingga membuat Rana jatuh tersungkur ke lantai dan mimisan.

"Gue gak sudi di sentuh sama tangan kotor lo itu, bangsat! Ingat, gue akan membuat lo lebih menderita daripada ini!"

Setelah laki-laki itu memutuskan pergi dari sana, mereka--para gerombolan--pun meninggalkan Rana beserta dengan sumpah serapah yang di lontarkan kepadanya.

Rana bisa di bully separah ini oleh hampir seluruh siswa karena ada seseorang yang sengaja merekam video lalu menyebarkannya saat dia berbicara dengan Guanlin di toilet perempuan waktu itu yang dimana Guanlin memanggil Rana dengan sebutan 'Jalang Murahan'.

Rana bangkit. Dia harus segera membersihkan tubuhnya yang bau amis untuk bisa mengikuti pelajaran olahraga pertamanya. Setelah dia berganti baju dengan baju olahraga, Rana langsung menuju lapangan mengikuti pelajaran olahraga.

Sesampainya dia di lapangan, semua teman sekelasnya tak terkecuali guru olahraganya, menutup hidungnya karena mencium bau busuk yang berasal dari tubuh Rana.

"Uhhh, bau busuk!"

"Pak, usir Rana dari sini! Baunya busuk banget! Saya jijik, sampai saya ingin muntah!"

Guru olahraga yang menerima keluhan dari para muridnya supaya mengusir Rana dari lapangan, akhirnya mengabulkan permintaan dari para muridnya.

"Rana, saya mau kamu pergi dari sini! Saya tidak mau konsentrasi para murid yang lain terganggu dengan bau badan kamu yang busuk itu!"

Hati Rana terbuat dari baja. Dia masih saja bisa tersenyum pada mereka sebelum pergi dari lapangan.

Akhirnya dia memutuskan untuk berdiam diri di kelas yang sepi karena semua teman-temannya mengikuti pelajaran olahraga.

Saat masuk kelas Rana sudah di sambut oleh sebuah ember yang berisikan air selokan yang sengaja di buat untuknya.

Belum lagi papan tulis yang bertuliskan sumpah serapah untuknya. Kebencian. Cacian dan makian.

'Hei jalang, berapa tarif lo sekali tidur?'

'Lo masih perawan gak? Kalau masih, gue tarif lo 500 juta!'

Kristal matanya terjatuh. Perlahan tapi pasti, tulisan-tulisan itu telah melukai hatinya begitu dalam.

Sungguh, kenapa semua ini kembali terjadi kepadanya? Dia juga manusia biasa yang kapan saja bisa lelah.

Dia mendekati meja guru dan mengambil sebuah gunting yang terletak disana. Seluruh tubuh Rana bergetar hebat menggenggam gunting itu yang mengarah pada perutnya.

Haruskah dia melakukannya? Membunuh dirinya sendiri?

"Tuhan, maafkan aku."

Eleven Stepbrothers - Wanna OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang