Dua hari ini, seorang gadis yang bernama Rana itu mengurung dirinya sendiri di dalam kamar. Menatap sendu ke arah jendela. Hari ini, hujan lagi.
Hawa dingin menyeruak masuk ke dalam kamar gadis itu. Rana membiarkan pintu balkon kamarnya terbuka lebar. Biarkan semua makhluk halus datang merasuki jiwa nya karena terlalu sering melamun dengan pikiran kosong. Dia tidak mempedulikan nya.
Baju tidurnya sangat tipis untuk dipakai di cuaca dingin di musim penghujan seperti sekarang ini. Ditambah lagi, suasana malam yang begitu hening.
Apalagi yang bisa gadis itu lakukan selain melamun, berharap dan menunggu sebuah keajaiban?
Badannya begitu kurus sehingga hanya tulang saja yang terlihat. Bukan tidak makan yang membuatnya badannya menjadi seorang kutilang--kurus, tinggi, langsing--tetapi pikirannya itulah yang menjadikannya kutilang.
"Melamun lagi?"
Jaehyun datang dengan sepiring nasi dan segelas air mineral di tangannya. Membawakan makanan ke kamar Rana sudah menjadi aktivitas wajib Jaehyun di malam hari. Jika dia tidak melakukan nya, Rana tidak akan turun dan makan.
Melihat Rana tidak meresponnya, Jaehyun meletakkan sepiring makan malam dan segelas air itu diatas nakas samping tempat tidur Rana. Lalu dia berjalan duduk di sebelah Rana di pinggiran ranjang tidurnya.
"Sepertinya, Kakak dan Kak Uka telah salah membawa kamu pulang ke Jakarta."
"Kak Jaehyun dan Kak Uka gak salah. Ini semua memang jalan kehidupan Rana. Rana gak bisa menghindari apalagi menolak. Tuhan nanti akan marah sama Rana."
Mendengar kata-kata pantang menyerah dari mulut Rana, mengundang senyuman Jaehyun untuk di perlihatkan.
"Ran, kamu makan dulu ya? Nanti kamu bisa lanjut lagi melamun nya."
"Gak mau."
Jaehyun pasrah. Dia merapatkan tubuhnya sampai tidak ada lagi jarak diantara mereka, meletakkan kepala Rana di pundaknya.
"Kamu boleh menangis sepuasnya. Kakak akan pinjamkan pundak Kakak untuk kamu."
Deja vu.
Mungkin kata itulah yang tepat untuk menjelaskan perasaan Rana saat itu.
Kejadian yang dia alami sekarang ini bersama Jaehyun adalah kejadian yang pernah terjadi juga saat dia masih bersama Minki di masa lalu.
Dahulu, Rana yang meminjamkan pundaknya pada Minki. Dan sekarang, dialah yang di pinjamkan pundak oleh seseorang.
"Keluarin aja semuanya. Semua unek-unek kamu. Jangan di pendam. Kalau kamu pendam dan jadi pikiran yang membebani kamu, itu yang akan lebih bahaya lagi. Menangis sampai pagi pun, Kakak bersedia."
Tepat setelah Jaehyun menyelesaikan perkataannya, pada di detik itu juga Rana benar-benar menangis sekeras-kerasnya mengikuti perkataannya.
Tangisan Rana berangsur-angsur berkurang. Isakan nya pun bahkan hampir sudah tidak terdengar lagi. Mungkin dia sudah melakukan tugasnya dengan baik untuk mengeluarkan semuanya.
"Kamu tahu, nama kamu itu memiliki arti yang mempunyai banyak makna."
Kepala Rana terangkat, menengadah ke samping wajah Jaehyun. "Sebuah luka?"
"Bukan."
"Lalu?" Rana sungguh dibuat penasaran oleh Jaehyun.
"Dalam bahasa Arab, Rana artinya melihat, sesuatu yang indah, enak dipandang. Dalam bahasa Indonesia dan Melayu, Rana artinya riang dan berani. Semua arti itu melekat dalam diri kamu itu, Rana." Jaehyun mengubah posisinya melihat wajah Rana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eleven Stepbrothers - Wanna One
Fanfiction| Season 1 | [Book 1] ✔ [Book 2] ✔ Hidup bersama dengan sebelas saudara tiri laki-laki tidak semenyenangkan seperti film-film yang di tonton oleh Rana. Ada yang menerimanya sebagai keluarga mereka dan ada yang sebagian membenci kehadiran Rana. Seper...