Setelah pertemuannya dengan Samuel bersama Guanlin--yang merupakan sahabatnya--beberapa hari lalu, saat itu juga hidupnya seolah di hantui oleh perasaan khawatir akan apa yang terjadi selanjutnya di masa mendatang.
Hubungannya dengan Woojin dari waktu ke waktu masihlah sama dengan yang dulu pun sama hubungannya dengan Jihoon.
Di setiap kebersamaannya dengan Guanlin, di awal, memang Guanlin yang mendominasi obrolan yang terjadi di antara kakak beradik itu dengan menceritakan semua kegiatannya selama sehari penuh.
Di hari berikutnya, barulah sifat dingin, cuek dan tak sukaan yang melekat yang kemudian menjadi jati diri seorang Guanlin muncul setelah sekian lama.
Dia yang awalnya menerima hubungan adiknya dengan Minki, kini, secara tak terduga, menyatakan dengan terang bahwa dia menentang hubungan keduanya.
Seperti saat ini di parkiran sekolah ketika Rana menuggu Guanlin selesai rapat OSIS hingga matahari kembali pada peraduannya.
"Kamu masih pacaran sama Minki?" Guanlin langsung bertanya seperti itu pada Rana ketika mereka saaampai di parkiran sekolah.
"Kenapa Abang menanyakan hubungan Rana dengan Kak Minki? Abang gak suka sama Kak Minki?"
"Abang itu bukannya gak suka sama Minki, tapi, Abang gak suka kamu punya hubungan sama dia!" Rahang Guanlin mengeras saat menggertak keras Rana.
"Bilang sama aku, apa yang membuat Abang gak suka sama hubungan Rana dengan Kak Minki?! Kasih Rana penjelasan!"
"Dia itu si brengsek sialan yang cuman main-main sama kamu Rana! Dia itu mainin hati kamu Rana! Kamu itu udah di bodoh-bodohin sama dia! Abang gak suka itu!" Tegasnya Guanlin pada Rana.
"Ini hidup Rana! Bukan hidup Abang! Biarkan Rana memilih untuk hidup Rana!"
"Rana, ini bukan soal pilihan hidup kamu atau bukan! Ini soal keselamatan kamu!" Guanlin mengguncang pundak Rana.
"Rana bisa jaga diri Rana sendiri Abang!" Rana melepaskan tangan Guanlin dari pundaknya.
Berbicara dengan Rana seperti ini membuat Guanlin frustasi. Agar emosinya tidak terpancing keluar, Guanlin mencoba untuk setenang mungkin.
"Abang gak mau kamu kenapa-napa Rana. Abang gak mau kamu terluka. Dan Abang juga gak bisa melihat kamu menangis cuma karena dia. Abang ngomong begini sama kamu bukan karena Abang ikut campur tangan dalam hidup kamu. Abang begini sama kamu, karena Abang sayang sama kamu, Ran." Jelas Guanlin dengan nada lembut.
Sampai kapan perempuan itu mendapatkan kebahagiaan secara utuh? Mengapa hanya sebentar? Tak bisakah, Tuhan memperpanjang waktu kebahagiaannya lagi?
Rana hanya ingin bahagia dengan pilihannya sendiri. Bukan kebahagiaan dari pilihan orang lain. Terluka? Rana sudah biasa dengan itu. Semua orang yang menjalin hubungan dengan seseorang adalah orang yang mengambil konsekuensi patah hati lebih besar ketimbang kebahagiaan.
Mata sang gadis sudah memerah. Siap untuk meluruhkan seluruh air matanya.
"Aku sayang sama Kak Minki. Aku cinta sama dia. Kenapa Rana gak boleh bahagia bersama pilihan Rana? Abang takut Rana patah hati dan terluka nantinya? Begitu maksud Abang? ..."
Hening. Guanlin terus membiarkan Rana mengatakan semuanya dengan tuntas.
"... Rana siap jika nantinya Rana akan patah hati. Terluka? Dia sudah menjadi bagian dalam hidup aku yang gak pernah menjauh dari aku. Kenapa Abang khawatir kalau nantinya Rana menangisi Kak Minki? Bukankah, dulu Rana selalu menangisi Abang supaya Abang bisa menerima aku sebagai adik Abang? ..."
Damn it!
Bagaikan di pukul seribu Godam, hati Guanlin tertohok mendengar kalimat terakhir yang di katakan oleh adiknya itu. Itu semua adalah fakta yang memang benar adanya dan bukanlah sebuah kebohongan yang harus ditutup-tutupi.
"... Kenapa Abang Guanlin hanya diam hah?! Kenapa?! Kenapa?!"
Guanlin mendekap Rana ke dalam pelukannya. Sungguh, hanya karena masalah sepele seperti ini Guanlin tidak menginginkan hubungan mereka menjadi hancur.
Saat itu juga air mata Rana meluruh membasahi pipinya juga seragam yang di kenakan Guanlin.
"Maaf. Abang udah kelewatan sama kamu. Abang cuma ingin kamu mendapatkan laki-laki yang bisa menjaga kamu sesulit apapun gak seperti Abang yang gak bisa sama sekali menjaga adiknya sendiri. Kamu boleh memilih kebahagiaan kamu sendiri jika itu yang terbaik bagi kamu, Abang dukung kamu. Abang hanya takut kalau kamu di buat kecewa sama dia. Gak ada yang Abang takutkan selain itu, Rana. Maaf, sekali lagi Abang minta maaf."
- - -
Keesokan harinya di sekolah, teman sekelas Rana dibuat heboh dengan kedatangan Minki dengan gerombolannya ke kelas mereka. Ada yang berbisik bahwa kedatangan mereka adalah menemui Rana yang catatannya bahwa dia adalah pacar dari Minki.
Dan ada juga yang tidak suka kehadiran Minki dan sahabatnya datang hanya karena menemui gadis seperti Rana yang sama sekali tidak tahu malu.
"Hey." Minki langsung duduk di kursi kosong samping Rana yang sedang membaca buku.
"Kak Minki?!" Rana mengalihkan pandangannya pada Minki yang kini tepat sudah berada di sampingnya.
"Kaget ya, aku ada disini?"
"E-enggak kok."
Minki menarik pelan hidung Rana, "Kamu pasti bohong."
"Enggak kok! Beneran. Rana sama sekali gak kaget ada Kak Minki di sini. Ada apa Kakak ke kelas aku?"
"Oh, jadi kamu gak suka aku ada di samping kamu? Begitu?"
"Rana gak suka jadi pusat perhatian. Apalagi di lihatin sama teman sekelas."
"Mereka itu semua iri sama kamu, karena kamu pacar aku." Ucap Minki menampilkan senyumannya.
"Udah kedaluarsa gombalan lo Min. Langsung ke topik aja sih, jijik gue lama-lama lihat lo modus terus sama si Rana." Kata Dongho mendelik.
"Dasar kuaci gopean lo!" Minki kembali fokus menatap Rana, "Pulang sekolah aku tunggu kamu di parkiran. Kita nonton bareng. Gak ada penolakan atau bantahan. Aku akan tunggu kamu disana."
Minki bangkit dari posisi duduknya lalu mendekati Rana dan mencium sekilas pipi Rana.
"Aku tunggu."
Pipi Rana merona saat bibir Minki mencium pipinya sekilas. Seperti ada ratusan kupu-kupu yang menggelitiki perutnya. Perasaan senangnya tak bertahan lama saat bel masuk sekolah berbunyi bersamaan dengan datangnya seorang guru untuk mengajar mereka.
Seperti biasa. Disekolah, Rana selalu sendiri dan menyendiri. Tidak pernah bergaul ataupun memiliki teman. Bukannya dia seorang anti sosial, tetapi, merekalah yang membuat dirinya menjadi seperti itu.
Seperti saat waktu istirahat, ketika dia membeli semangkuk bakso dari kantin dan hendak menuju kelasnya, tak jauh dari kantin, Rana samar-samar mendengar percakapan Minki dengan sahabatnya.
"Gue udah berhasil menyelesaikan dare dari kalian semua untuk mencium si Rana di kelas. Dan sekarang, lo semua harus penuhin semua permintaan gue supa--"
Prang
Reflek, Rana menjatuhkan mangkuknya yang otomatis tangannya terkena kuah bakso yang panas. Rana tidak pernah menyangka bahwa Minki busuk seperti ini jika di belakangnya.
Seharusnya, kala itu, dia mendengarkan permintaan dan nasihat dari Guanlin agar mengakhiri hubungannya dengan laki-laki brengsek seperti Minki.
Air matanya menetes. Hatinya sakit. Rana tidak menyangka bahwa dua di khianati oleh orang yang di sayanginya.
Kekecewaannya menjadi satu dengan kemarahannya. Pun begitu dengan perasaannya yang sudah tertipu oleh muslihat darinya.
sorry for slow update
KAMU SEDANG MEMBACA
Eleven Stepbrothers - Wanna One
Fanfiction| Season 1 | [Book 1] ✔ [Book 2] ✔ Hidup bersama dengan sebelas saudara tiri laki-laki tidak semenyenangkan seperti film-film yang di tonton oleh Rana. Ada yang menerimanya sebagai keluarga mereka dan ada yang sebagian membenci kehadiran Rana. Seper...