"Lebih baik kamu pergi. Kamu disini hanya menghancurkan segalanya."
Perkataan Irene yang merupakan Bundanya sendiri berhasil membuat hati Rana remuk. Hancur berkeping-keping tak bersisa.
Mengapa bisa Bunda setega itu dengan anak kandungnya sendiri?
"Bunda..." Lirih Rana.
Tangan Rana terangkat hendak menyentuh wajah Irene, namun dengan cepat Irene memalingkan wajahnya. Tidak ingin melihat Rana.
Bibir Irene terangkat. Tersenyum miring menatap tajam mata anaknya.
"Apa kamu tidak mengerti Bahasa Indonesia, hm?"
Kenapa Bunda berubah menjadi seperti ini? Mengapa semua ini terjadi?
Bunda bersikap dingin kepada Rana. Melupakannya. Bahkan, mengusirnya dari tempat yang merupakan rumah bagi Rana.
Apa Bunda sudah tidak menyayangi dirinya? Pertanyaan itu selalu mengurung pikirannya. Mengurung pikirannya untuk berpikir bahwa dirinya juga bahagia seperti yang lainnya.
Bahagia milik siapapun yang ada di bumi tak terkecuali. Bahkan seorang psikopat pun pantas untuk bahagia. Bahagia hak segala orang.
"Kenapa? Kenapa Bunda berubah? Ini aku. Rana. Rana anak Bunda..." Sungguh, Rana benci hidupnya selalu dipenuhi dengan tangisan.
Irene tidak menjawab. Aura dingin yang kuat sudah melekat dalam dirinya dan sudah menjadi jati dirinya. Meskipun begitu, dia seorang Ibu. Harusnya seorang Ibu menyayangi dan mencintai anaknya melebihi siapapun.
"Apa Bunda tahu, kalau aku sakit parah? Kenapa Bunda sama sekali tidak menjenguk aku sekalipun? Setiap hari Rana selalu melihat ke jendela berharap Bunda datang. Datang menjenguk aku... Oke. Rana tahu. Rana mengerti kalau Bunda pasti sibuk sampai tidak punya waktu untuk menjenguk aku ..."
"... Tapi, aku tersadar. Sadar kalau Bunda memang sudah tidak peduli dengan Rana lagi. It's okay Bunda udah gak peduli lagi dengan aku. Tapi, Rana minta satu sama Bunda. Tetap anggap aku sebagai anak Bunda."
Rana menggigit bibirnya. Menahan suara tangisannya. Dia tidak ingin terlihat lemah di depan semua orang yang membencinya.
"LO ITU EMANG GAK PUNYA TELINGA ATAU TULI, HAH?! LO GAK DENGAR BUNDA BILANG APA KE LO?! PERGI DARI SINI SEKARANG JUGA, BITCH! KAKI LO GAK PANTAS BERPIJAK DI RUMAH GUE!"
Plak
Akhirnya Rana punya keberanian juga untuk menampar Minhyun. Lelaki tidak tahu malu itu memang pantas di perlakukan seperti itu oleh Rana yang memang tulus menyayanginya. Menyayanginya tanpa harus ada sebuah alasan.
"Abang adalah orang pertama yang menerima kehadiran Rana sebagai anggota keluarga kalian saat pertamakali Rana menginjakkan kaki di rumah ini. Tapi, sekarang apa kenyataannya? Apa?! Abang gak bisa jawab 'kan?! ..."
Jika kalian ingin tahu bagaimana perasaan Rana saat itu, hati Rana sakit sekali. Wajahnya memerah.
Kalian tahu 'kan, bagaimana marahnya orang yang selalu bersabar?
Seperti itu. Mereka akan mengutarakan dan meluapkan semua beban yang selama ini ada di dalam benaknya.
"... Jika kalian semua memang tidak menginginkan Rana... Seharusnya kalian membiarkan Rana mati ketika Rana mencoba membunuh diri Rana sendiri. Kalian gak perlu menyelamatkan Rana. Bahkan, kalian memberikan hak asuh Rana ke Kak Uka. Rana tahu, ini semua untuk kebaikan Rana ..."
"... Setidaknya, berikan aku sedikit kebahagiaan... Kebahagiaan yang asli... Kebahagiaan yang tulus... Bukan kebahagiaan yang kapan saja bisa menghilang... Rana mohon..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eleven Stepbrothers - Wanna One
Fanfiction| Season 1 | [Book 1] ✔ [Book 2] ✔ Hidup bersama dengan sebelas saudara tiri laki-laki tidak semenyenangkan seperti film-film yang di tonton oleh Rana. Ada yang menerimanya sebagai keluarga mereka dan ada yang sebagian membenci kehadiran Rana. Seper...