"Ngapain kamu ada di rumah saya?"
Ayah tepat berada di depan Rana dan Daniel. Rana tidak berani melihat mata Ayah yang sudah pasti sangat membencinya. Gadis itu sudah menduga kalau kehadirannya sudah tak di butuhkan lagi oleh mereka.
"Ayah... Ini Rana. Adik Daniel. Kenapa Ay--" Ucap Daniel mencoba membela Rana di depan Ayahnya.
Kesembilan saudara Daniel lantas langsung diam dan membiarkan semua makanan itu tergeletak begitu saja. Mengunci rapat-rapat mulutnya agar tidak bersuara apalagi menceletuk. Sepertinya Ayah akan marah besar.
"Lepaskan tangan kamu dari dia, Daniel!" Ayah memerintah agar Daniel segera menjauhi Rana.
"Tapi kenapa Ayah? Kenapa? Kenapa Daniel harus melep--"
"AYAH BILANG, LEPAS TANGAN KAMU DARI GADIS ITU, DANIEL! JANGAN MEMBANTAH AYAH!"
Woojin menelan ludahnya. Ini adalah untuk pertama kalinya dia merasakan dan melihat Ayah marah besar dengan suara kerasnya.
"Seram njirrr liat Ayah marah... Kayak Master Limbad." Kata Woojin berbisik.
Jisung memberi tatapan tajam untuk Woojin agar segera diam dan tidak menceletuk di saat-saat seperti ini.
"Woojin! Jaga bicaramu! Ayah tidak akan memberimu uang jajan untuk bulan ini! Motor kamu Ayah sita!" Ayah membalik badannya. Melihat kesembilan anaknya itu.
Mendengar Ayah mengancam Woojin, semuanya menundukkan kepalanya. Ayah kali ini memang benar-benar sangat marah.
Dalam hatinya, Woojin sudah bersumpah serapah untuk Ayah tercintanya itu.
Pasti ada diantara kalian yang sama dengan seperti Woojin ketika sedang dimarahi oleh orangtua kalian.
"Maaf Ayah." Woojin terpaksa mengatakannya karena takut Ayah akan mengancamnya lagi dengan yang lain.
Ayah menatap kesembilan anak-anaknya.
"Sopan santun dan etika berbicara kalian pada orang yang lebih tua sangat rendah sekali! Miris sekali Ayah melihatnya. Kalian semua seperti tidak pernah di didik oleh Ayah! Kalian semua sudah dewasa! Kalian sama saja seperti hewan yang tidak punya akal pikiran! Seharusnya kalian berpikir! ..."
"... Gunakan otak kalian itu! Mulai besok, Ayah tidak akan mengijinkan kalian membawa mobil dan motor kalian! Percuma Ayah memberikan kalian fasilitas mewah kalau kalian krisis moral..."
"... Percuma Ayah selalu memanjakan kalian, kalau ini balasan kalian untuk Ayah. Ayah sungguh kecewa sama kalian. Ayah merasa gagal menjadi orangtua untuk kalian. Ayah banting tulang mencari uang demi memenuhi semua keinginan kalian sampai Ayah tidak tidur, tapi kalian semua tidak menghormati Ayah. Ayah telah salah memberikan kalian semua kebebasan."
Jaehwan berdecak. Ini semua salah Woojin. Satu kena, kena semuanya. Mereka semualah yang terkena imbasnya dari perbuatan Woojin yang sungguh sangat savage dan berani.
"Kami minta maaf Ayah." Itu suara Jihoon.
Jihoon sepertinya merasa bersalah karena tidak pernah mengucapkan kata terimakasih kepada Ayah atas apa yang telah Ayah perjuangkan dan korbankan demi bisa mengabulkan semua keinginannya.
"Maaf Ayah." Semuanya kompak meminta maaf pada Ayah.
"Lo si ah gara-garanya. Kita semua 'kan yang kena getahnya. Sial!" Jaehwan berbisik sangat pelan menyalahkan Woojin yang ada di sebelahnya.
"Mangap. Gue 'kan gak tau kalau marahnya Ayah lebih seram dibanding marahnya Kak Ros."
Woojin masih saja bisa bercanda dan nyengir seperti orang gila yang tak berdosa. Seperti dia tidak melakukan kesalahan apapun.
"Tutup mulut lo Woojin!"
Akhirnya Jisung bersuara sebagai Kakak tertua untuk memperingati Woojin agar segera diam dan tidak memperburuk suasana.
Ayah menghembuskan napasnya. Ayah lelah menghadapi kelakuan anak-anaknya.
Terlihat Ayah menahan amarahnya dan mengendalikan dirinya supaya tidak berbuat lebih yang membahayakan mereka.
"Lepas tangan kamu dari gadis itu, atau Ayah akan bermain kasar dengan gadis itu?" Tawar Ayah supaya Daniel mau melepaskan tangannya dari Rana.
Pasrah. Daniel menuruti perintah Ayah agar melepaskan tangannya dari Rana. Daniel lalu berjalan menjauhi Rana. Dia sekarang berada di samping Ayah dengan kepala yang menghadap ke bawah.
"Saya tanya sekali lagi ke kamu. Kenapa kamu ada di rumah saya? Apa kamu sama sekali tidak punya rasa bersalah sedikitpun?"
Meskipun tidak dengan nada membentak, tetap saja membuat Rana ketakutan hingga enggan berkontak mata langsung dengan Ayah.
Bibir Rana bergetar. Pun dengan lututnya yang semakin melemas. Rasanya dia ingin sekali menangis sekarang juga. Tapi, di satu sisi Rana takut Ayah akan lebih marah.
"Rana... Rana hanya--"
"Rana gak salah Yah! Daniel yang salah! Daniel yang memaksa Rana untuk membawanya ke rumah!"
"Ayah tidak berbicara dengan kamu Daniel. Ayah sedang berbicara dengan orang yang tidak tahu bagaimana caranya untuk meminta maaf."
Jika memang ada Peter Pan di dunia ini, Rana ingin sekali Peter Pan membawanya ke Neverland. Karena, hanya ada kebahagiaan saja di Neverland. Rana ingin bahagia.
"Kecelakaan itu terjadi bukan karena Rana, Ayah! Bukan Rana penyebabnya! Semuanya udah takdir Tuhan!"
"Jika gadis yang ada di hadapan kamu ini tidak mencegah kepulangan kamu ke Jakarta, kamu gak akan pernah kecelakaan! Kamu gak akan amnesia seperti sekarang!"
"HARUS BERAPA KALI DANIEL BILANG KE AYAH, KALAU RANA BUKAN PENYEBAB DANIEL KECELAKAAN DAN AMNESIA?! HAH?!"
Tangan Ayah melayang di udara. Hampir saja menampar wajah Daniel. Namun, Ayah masih mempunyai pikiran untuk tidak melakukan kekerasan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan.
"Kenapa berhenti? Kenapa Ayah gak tampar Daniel, hm?"
Ayah menarik kembali tangannya. Ayah sungguh tidak bersuara sama sekali. Ayah dibuat skakmat oleh Daniel. Anaknya sendiri.
"Gak seharusnya Ayah mengusir Rana dari rumah. Rumah ini adalah rumah Rana juga. Rana anggota keluarga kita juga Ayah. Ayah gak pantas berbicara seperti itu. Rana hanya ingin kasih sayang kita semua. Gak lebih kok. Selama ini Rana selalu menderita. "
"Kamu tahu alasan adik kamu, Guanlin, meninggalkan rumah? Gadis itu penyebabnya Daniel! Rana penyebabnya! Guanlin rela bertengkar bahkan memutuskan hubungan dengan saudara-saudara kandungnya sendiri demi Rana! ..."
"... Demi Rana, Guanlin juga rela melakukan apapun untuk membahagiakan Rana! Tapi apa balasan dari gadis itu, hm? Gadis itu tidak bisa memaafkan semua kesalahan Guanlin. Gadis itu tidak tahu bagaimana caranya berterimakasih dan meminta maaf."
Setitik air mata Rana terjatuh. Rana baru menyadari bahwa dia memang bersalah pada Guanlin. Dan memang benar yang di katakan Ayah kalau dia tidak tahu bagaimana caranya berterimakasih dan meminta maaf.
Semuanya terhenyak. Tak ada yang berani membuka suara. Daniel melamunkan perkataan Ayah barusan.
Apa benar, Rana seperti itu terhadap Guanlin? Menolak Guanlin untuk membuat Rana bahagia?
Bunda yang sedari tadi hanya menyimak dan mendengar semua keributan yang terjadi di ruang tengah dan hanya bisa menangis tak bersuara di depan cermin riasnya, lalu mengambil ponselnya. Mengirim pesan untuk seseorang.
Nak Jaehyun, tolong bawa Rana pergi dari rumah. Bunda mohon sama kamu, Nak Jaehyun.
: : : : : : : : : :
selamat tahun baru 2019
semoga kalian semua bahagia di tahun 2019iya tau kok, sekarang masih tanggal 30 Desember 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Eleven Stepbrothers - Wanna One
Fanfiction| Season 1 | [Book 1] ✔ [Book 2] ✔ Hidup bersama dengan sebelas saudara tiri laki-laki tidak semenyenangkan seperti film-film yang di tonton oleh Rana. Ada yang menerimanya sebagai keluarga mereka dan ada yang sebagian membenci kehadiran Rana. Seper...