Epilog: Book 1 & Book 2

2.3K 416 90
                                    


Jakarta, 01-01-2020

"Bangun Rana. Ayo buka mata kamu. Jangan buat saya dan Kak Jaehyun khawatir."

Begitu sampai di Bandara, Rana langsung di larikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif. Jaehyun tidak ingin perjuangan Rana untuk sembuh dari penyakitnya menjadi sia-sia.

Ini adalah malam pertamanya di Jakarta setelah sekian lama dan rumah sakit menjadi tempat pertama yang mereka kunjungi.

Bohong jika Jaehyun dan Lucas tak membenci rumah sakit dengan bau obat-obatan yang semerbak itu. Keduanya sangat membenci rumah sakit. Karena rumah sakit, Rana harus hidup setahun disana bersama penyakitnya.

Dokter mengatakan, penyakit ALS yang gadis itu derita, kapan saja bisa kembali lagi. Pada umumnya, terapi hanyalah untuk memperlambat, bukan untuk menghilangkan apalagi menyembuhkan.

Ada dua hal yang dibenci oleh Lucas. Satu, air mata Rana. Dua, melihat Rana terbaring di ranjang pesakitan.

"Buka mata kamu, Ran. Jangan buat saya takut. Saya tidak mau kehilangan kamu."

Terbang dari Singapura menuju Indonesia membuat kondisi Rana melemah. Karena itulah dia pingsan dan langsung di bawa ke rumah sakit.

Keringat mengalir dari pelipis gadis itu. Rana sedari tadi menggerakkan kepalanya resah. Seperti sedang bermimpi buruk.

Lucas meraih tangan Rana dan menggenggamnya.

"Kalau kamu bermimpi buruk, keluar dari sana. Kamu tidak perlu takut. Saya ada disini untuk membantu kamu keluar dari mimpi buruk itu. Tunjukkan kalau kamu bisa, Rana."

Seolah seperti sebuah mantra sihir, Rana berhasil membuka lebar matanya. Hening untuk beberapa saat. Sepertinya, Rana sedang menormalkan detak jantungnya yang tadi sempat tidak beraturan. Otaknya masih mencerna kejadian-kejadian yang terasa seperti nyata yang ada di dalam mimpi buruknya tadi.

Kepingan-kepingan kejadian itu seakan-akan memberi petunjuk kepadanya, bahwa itu adalah gambaran yang akan terjadi di masa depan.

Lucas membantu Rana bangun dari posisi tidurnya. Lucas masih tak bersuara. Rana terus menjambak rambutnya sambil menggelengkan kepalanya dan meneriakkan kata 'Gak Mungkin'.

Lucas mengguncang pelan tubuh gadis yang ada di hadapannya itu. "Katakan ke saya Rana. Apa yang gak mungkin?"

"Gak mungkin. Semuanya pasti cuma mimpi. Gak mungkin! Gak mungkin! Gak mungkin!"

Lalu Lucas membawa Rana ke dalam pelukannya. Memberi sedikit ketenangan untuknya. Dia merupakan seorang psikolog. Ia tahu betul apa yang harus ia lakukan ketika ada seseorang yang seperti Rana saat ini lakukan. Hanya diam, dengarkan, dan berikan sebuah pelukan saja sudah cukup bagi mereka.

Tak usah dan tak perlu banyak omong atau kata-kata yang memotivasi. Tiga hal itu sudah lebih dari cukup untuk membantu Rana.

Sepuluh menit membiarkan Rana menangis, Lucas akhirnya membuka suaranya untuk bertanya pada Rana mimpi apa yang membuat gadis itu sangat ketakutan.

"Mau cerita tentang mimpi kamu itu ke saya?" Lucas menawarkan dirinya.

Lucas duduk di pinggiran ranjang sembari menggenggam kedua tangan perempuan berharganya itu.

Cukup lama Rana menatap wajah Lucas yang membuat sang empunya wajahnya mengerutkan dahinya. Aneh sekali sikapnya.

"Apa yang kamu mimpikan Ran, sampai membuat kamu menjadi aneh seperti ini?" Lucas bertanya.

Rana terus menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jangan tinggalin Rana sendirian... Rana takut..."

"Saya dan Kak Jaehyun tidak mungkin meninggalkan kamu sendirian, Rana. Kami menyayangi kamu Rana. Kamu tahu itu."

Eleven Stepbrothers - Wanna OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang