"ANDAI GUANLIN GAK MENYELAMATKAN LO, INI SEMUA GAK AKAN PERNAH TERJADI!"
Disaat Guanlin melindungi Rana, seseorang yang dendam dengan Guanlin karena mengadukan pada polisi, melempar sebuah batu bata besar ke arah Guanlin yang tepat mengenai bagian belakang kepala Guanlin.
Bulir air mata yang membasahi wajahnya seakan tidak cukup untuk memberitahukan kepada mereka kalau sebenarnya dirinya juga mengkhawatirkannya.
Gadis itu menutup telinganya seakan menulikan pendengarannya seraya menggelengkan kepalanya bahwa dia bukanlah pelakunya.
"APA MAU LO HAH?! BRENGSEK! JAWAB GUE! APA DENGAN MELIHAT GUANLIN TERBARING LEMAH SEPERTI ITU, MEMBUAT LO BAHAGIA?! JAWAB GUE RANA!"
Woojin mengguncangkan bahu Rana kasar untuk meminta jawaban dari yang terlontar dari mulutnya. Tangisannya semakin kencang.
"LO SENANG 'KAN DENGAN KEADAAN GUANLIN YANG SEKARANG?! JAWAB GUE RANA! LO SENANG 'KAN RANA?!"
"Ke--kenapa Rana yang selalu di salahkan? Rana juga gak tahu kalau ini akan terjadi pada Abang Guanlin! Ran--Rana capek selalu di salahkan sama kalian!"
"LO ITU PENGHANCUR KELUARGA GUE RANA!"
"Cukup!" Tangisannya semakin memilukan bak seorang pelaku yang sedang terintimidasi.
"Kenapa bukan lo aja yang berada di posisinya Guanlin?! Gue akan bahagia dan senang kalau lo secepatnya Mati!" Woojin sengaja menekankan kata mati pada Rana dengan seringai nya yang menyeramkan.
Dengan suara yang gemetar, Rana memberanikan diri melawan Woojin untuk tidak lemah di hadapan Woojin.
"Kalau memang itu kemauan Abang dan kalian semua, Rana akan berdoa pada Tuhan supaya mengambil nyawa Rana secepatnya agar kalian semua bahagia! Kalian mau Rana mati dengan cara tragis? Baik! Kalian mau membunuh Rana? Silahkan! Dengan senang hati Rana akan mengizinkan kalian semua membunuh Rana! Kalau perlu, kalian makan organ tubuh Rana, supaya kalian puas dengan kematian Rana! Rana ikhlas! Rana ikhlas!"
Rana terus menangis sembari memukul-mukul dadanya yang terasa sesak karena ribuan beban bersarang di dalamnya. Jauh di dalam lubuk hati Woojin, tersirat sedikit rasa iba untuk Rana.
Namun, rasa egoisnya jauh lebih menguasai hatinya sehingga harus menuruti kemauan ego nya ketimbang hatinya.
"Rana sayang sama kalian semua, Ayah, Bunda. Rana sayang sama mereka. Tapi, kalau kalian semua memang tidak menginginkan, membenci bahkan ingin Rana enyah dari dunia ini, Rana siap meninggalkan kalian. Rana siap menjauhi kalian. Rana siap memenuhi kemauan kalian. Rana gak perlu rasa iba dari kalian. Yang Rana butuh, kalian semua bisa menerima Rana sebagai adik kalian. Sebagai anggota keluarga kalian. Tapi, apa yang Rana dapatkan dari kalian? Penghinaan. Kebencian. Aku bukan boneka yang tidak memiliki perasaan dan emosi. Rana benar-benar kecewa sama kalian. Rana benci Abang!"
Tak kuat lagi harus berhadapan dengan Woojin yang berhati batu, Rana pergi dari hadapan Woojin saat itu juga dengan air mata yang setia masih mengalir.
- - -
Senja, katakan pada semesta, bahwa seseorang telah lelah dan ingin beristirahat. Wahai hati, maafkanlah dia yang tidak bisa membahagiakan mu. Luka, kau adalah teman setia yang selalu berada di sisi dia.
"Kenapa?! Kenapa?! Kenapa Rana yang selalu saja salah?! Bunda! Ayah! Rana capek! Rana mau ikut Ayah! Tuhan! Cabut nyawa aku sekarang!"
Grep
"Jangan pernah kamu berani mengatakan hal seperti itu lagi. Abang gak suka. Tuhan sayang sama kamu. Karena Tuhan sayang sama kamu, Tuhan tidak akan terus membuat kamu selalu bersedih. Dan untuk Abang Guanlin, itu bukan salah kamu. Abang Guanlin hanya mencoba untuk melindungi kamu. Melindungi adiknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eleven Stepbrothers - Wanna One
Fanfiction| Season 1 | [Book 1] ✔ [Book 2] ✔ Hidup bersama dengan sebelas saudara tiri laki-laki tidak semenyenangkan seperti film-film yang di tonton oleh Rana. Ada yang menerimanya sebagai keluarga mereka dan ada yang sebagian membenci kehadiran Rana. Seper...