Kepala Suku•••
Lima menit lagi jam pelajaran pertama akan dimulai dan Gesna belum menemukan parkiran kosong untuk skuternya. Dia berdecak ribuan kali diiringi segala sumpah serapah.
"Menang tenar doang ini sekolah. Murid yang mau masuk antriannya kayak pembagian sembako gratis, tapi lahan parkir sempitnya ngalah-ngalahin WC umum! Bikin parkiran di rooftop atau basement, kek. Apa, kek. Mau parkir aja susah bener."
Diarahkannya skuter itu menyusuri parkiran, mencari kemungkinan celah yang bisa dimasuki. Matanya menemukan sedikit ruang di antara dua motor. Dia kembali berdecak.
"Ini siapa sih yang parkir kayak gini? Biasa bawa bajaj kayaknya," rutuknya lagi. Mana mungkin skuter mulus kesayangannya diselipkan paksa ke tengah itu, bisa baret nanti. Gesna tentu tidak lupa bagaimana berat perjuangan mempertahankan keinginan membeli skuter matik tersebut. Gustav bahkan bilang skuter itu terlalu mewah untuk anak SMA. Gustav saja yang nggak gaul, yang pakai skuter matik premium di sekolah bukan hanya dia sendiri kok. Naraya juga pakai.
Di ujung parkiran, ada sebuah celah kosong yang masih tersisa. Dengan sigap, Gesna memosisikan skuter putih berlampu bundarnya di sana.
"Dek, jangan parkir di situ. Itu tempat parkirnya Kepala Suku," tegur seorang kakak kelas sambil lalu.
Gesna mendengar peringatan itu dengan memutar bola mata. Tempat parkir Kepala Suku? Dia melengos. "Kepala Suku?" gumamnya berbicara sendiri sambil melepas helm. "Ya, memang kenapa kalau Kepala Suku? Sok spesial banget itu anak punya tempat parkir sendiri. Memangnya ini mal apa ada valet parking? Memangnya motornya apa? Ducati? BMW? Moto Guzzi?"
Dia menaruh helm dan mengunci setang saat derum identik motor besar mendekat. Motor berkapasitas 250cc itu berhenti di belakang skuter Gesna. Bukan Gesna tidak tahu desas-desus tentang Kepala Suku. Namun, siapa pun dia, masalah lahan parkir tetap beda.
"Kenapa?" tanya Gesna kepada pengendara motor merah yang menaikkan sedikit kaca helm untuk menatapnya. "Ada yang salah?"
"Tempat gue," ujar cowok itu. Suaranya bergaung karena memakai helm yang menutup seluruh muka. Kedua mata yang terlihat itu memindai Gesna dari atas ke bawah seolah bertanya kenapa kendaraan Gesna ada di sana.
Ditatap seperti itu, Gesna malah melenggang dengan cuek bebek. "Oh, lo Kepala Suku? Kita sama-sama bayar SPP, coy. Lahan parkir juga disediain sekolah buat siswanya nggak peduli siapa pun dia. Kepala Suku, kek. Kepala Hansip, kek. Kecuali Kepala Sekolah sama guru, yang lain punya hak yang sama buat parkir."
Gesna dapat melihat kedua mata itu membundar kaget mendengar penuturannya. Itu membuat Gesna semakin senang dan bernyali. "Jadi biarin Kepala Putik parkir di sana, ya. Siapa tahu nanti terjadi pembuahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
MATAHARI API
Teen FictionHidup Gesna berubah. Dia yang biasanya petakilan dan tertawa membahana, mendadak galak dan jutek kalau ketemu Adit. Pasalnya cowok yang diam-diam menyeramkan itu juga aneh, berubah jadi receh dan sok akrab ke Gesna. Keanehan lainnya adalah Guntur, s...