3. Tragedi Bokser

1.4K 148 52
                                    

Tragedi Bokser

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tragedi Bokser

•••

Gesna mengempaskan tubuh dengan kesal ke atas sofa. Timnya kalah di final kejuaraan antar SMA karena lawan bermain curang. Sepanjang pertandingan, beberapa personel lawan main sikut, tarik baju dan jegal menjegal. Emosi Gesna sudah di ubun-ubun dan dia ingin membalas semua perlakuan lawan, tetapi dihalangi Asri. Asri bilang itu upaya lawan agar memancing emosinya sehingga pertahanan mereka anjlok. 

"Tumben tadi lo nggak bikin orang-orang itu jadi bubuk rengginang, Ge?" tanya Riko yang kembali ke basecamp bersama dengannya. Cowok itu duduk di sebelah sambil tertawa.

"Menurut lo ajalah. Berapa banyak sih stok sabar di diri gue?" dengkus Gesna sembari membenarkan posisi bantal.

Riko meringis. "Nggak ada kayaknya. Kesabaran lo tipis setipis tisu."

Gesna menaikkan jempol ke udara sebagai balasan. "Nah, paham kan lo? Kalau tadi Aci nggak ngehalang-halangin, mereka udah gue bikin jadi ayam penyet. Chiken banget jadi manusia, bisanya main curang. Makan tuh trofi bergilir bulat-bulat sampai muntah!"

"Weits, emosi. Kapten tim nggak boleh emosian, Ge." Riko terkekeh lebar melihat ekspresi di wajah Gesna lalu bangkit menuju kulkas. Cowok yang hanya tinggal berdua dengan Miko, sang abang, memang merelakan rumahnya dijadikan basecamp. Rumah minimalis dua lantai dengan kaca lebar itu hanya sekitar lima ratus meter dari sekolah. Lokasi yang strategis, membuat rumah ini kerap kali dijadikan persinggahan dan tempat mengumpul. Apalagi kedua orang tua Riko bekerja di kedutaan besar dan tidak menetap di Indonesia.

"Guntur lama amat, sih? Dia beli camilan apa beli bubuk mesiu?" keluh Gesna seraya menerima sekotak teh yang diberikan Riko dan menenggak teh dengan sekali tarik.

Riko kembali tersenyum. Guntur memang memisahkan diri di simpang jalan karena hendak mampir ke miniswalayan. "Yaelah, baru lima menit yang lalu kali, Ge. Belum apa-apa udah kangen. Biarin aja sih, siapa tahu dia sekalian tepe-tepe jaring bidadari. Kalau kami di dekat lo, nggak bakal laku-laku soalnya."

Satu timpukan bantal melayang ke wajah Riko tanpa ampun. "Sembarangan congornya. Siapa juga yang kangen?! Lagian, ya, lo pada itu hobi amat ngekhayal dapat bidadari? Bidadari juga nggak buta kali. Mana mau sama bulu kaki Jaka Tarub?!"

Riko terkekeh lagi. "Emosian ih, bulu hidungnya NawangWulan."

"Guntur dataaaaang!"

Suara itu lebih dahulu tiba daripada sosok jangkungnya, menyusul bunyi plastik gemerisik dan langkah kaki. Gesna menyiapkan sebuah bantal jika sampai Guntur menyanyikan lagu kekanakan favorit cowok itu yang sering dinyanyikan kalau datang.

MATAHARI APITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang