25. Guntur Menghilang

463 65 14
                                    

(OST

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(OST. Rumpang - Nadin Amizah)

•••

Guntur Menghilang

•••

Gesna terengah-engah. Badannya sudah basah oleh keringat. Sesi latihan kali ini cukup menguras tenaga sebab sekolah mereka sedang bersiap untuk ikut turnamen lagi.

Di tengah lapangan, tim putra masih berlatih. Pelatih membagi dua tim. Tim inti yang terdiri dari Renard, Adrian, Riko, Ilham dan anak kelas sebelas lain berhadapan dengan tim senior kelas dua belas. Namun hari ini, Guntur tidak datang latihan dan tidak ada kabar.

Gesna memperhatikan permainan teman-temannya. Di tim putra seangkatan, yang bisa slam dunk hanya Renard dan Guntur. Postur Guntur yang tinggi tentu sangat membantu, di luar cara melompatnya yang terlatih. Kalau Renard, meski tidak setinggi Guntur, cowok bermuka kaku itu menguasai semua teknik. Beda jam terbang, sih. Mungkin waktu di Jerman, Renard dilatih oleh pelatih yang mumpuni dan klub profesional.

Sembari mengusap keringat dengan handuk, Gesna meraih ponsel. Pesannya tadi pagi terkirim, tetapi belum dibaca. Dia coba untuk menghubungi Guntur. Si Badak itu tidak biasanya bolos latihan tanpa kabar berita. 

Cinta pertama Guntur itu basket. Cinta keduanya juga basket. Cinta ketiganya? Kayaknya basket juga. Siapa juga yang bisa mendekati Guntur selama cowok itu masih ada di balik punggung Gesna. Lagi pula Guntur nggak suka meladeni keganjenan para luwakwati. Palingan cuma senyum saja dan langsung merangkul Gesna. Dan luwakwati yang agresifnya kayak cacing baru diangkat dari tanah biasanya langsung kicep.

Telepon ketiga Gesna tidak juga diangkat Guntur. Dia berdecak dan menaruh kembali ponsel di tas. Kenapa ya dengan Guntur? Apa dia sakit?

"Gege!" 

Pelatih memintanya dan tim putri bersiap. Gesna kembali bangkit dan berlari menuju lapangan. Menyimpan semua pertanyaan erat-erat di kepala dan berlatih seperti biasa. Hingga matahari di atas kepala dan mereka terlentang kelelahan di koridor sekolah yang sepi.

"Ge, Guntur kok nggak latihan?" tanya Adji sembari meneguk air. Kesibukan kelas dua belas membuat Adji jarang ikut berkumpul dengan junor-juniornya.

"Iya, ke mana nih  kembar siam lo?" Riko yang menaruh badan di kursi panjang sambil mengatur napas, juga melirik Gesna.

Gesna hanya berdecak dan mengangkat bahu.

"Tumben lo nggak tahu, Ge," sahut Ilham sambil merebut botol minum Gesna.

"Ya kali gue emaknya." Gesna menoyor Ilham yang sudah habiskan setengah isi botol dan merebut kembali miliknya. "Main rebut-rebut aja lo! Permisi, kek. Kulonuwun."

MATAHARI APITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang