24. Keluarga

437 64 18
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Keluarga

•••

Adit memperhatikan sekeliling. Ada yang aneh dengan acara yang didatanginya bersama Seno, sang papa. Pria itu memaksa dia memakai setelan jas berwarna biru navy yang dipesan khusus untuk mereka berdua. Acara ini mungkin cukup penting bagi papanya. Namun, tidak ada teman-teman kerja Seno yang Adit kenal ataupun bawahan papanya yang pernah dilihat Adit.

Papa Adit adalah pilot senior yang bekerja di maskapai penerbangan Internasional. Hal itu juga yang membuat Seno jarang pulang. Seno sudah membawa Adit ke Indonesia hampir dua tahun yang lalu, tetapi tidak kunjung menepati janji untuk mempertemukannya kepada keluarga mama. 

Mata Adit menyapu orang-orang yang datang. Semua tamu wajib melewati pintu deteksi logam dan barang-barang yang dibawa juga harus diperiksa memakai x-ray security scanner persis seperti protokoler di bandara. Tetapi Adit melihat ada orang-orang berjas lengkap dengan kacamata hitam dan earphone tergantung, berjaga di beberapa titik.

Dia tidak mengenali sang tuan rumah yang namanya terpampang di depan. Dari pangkat yang tertulis, orang itu adalah mantan jenderal berbintang empat.   

Merasa haus, Adit berjalan menuju meja yang menyajikan banyak minuman. Dia mengambil satu gelas bertangkai lalu berjalan ke pojok. Mengamati tamu-tamu yang semakin ramai memenuhi ruangan yang dipersiapkan pada hotel bintang lima ini. 

"Adit? Ngapain lo di sini?"

Adit menoleh. Dari sebuah pintu kecil yang menjadi akses rahasia, tampak seorang cewek bergaun biru. Matanya menatap Adit dari atas ke bawah dengan pandangan menyelidik. Ciri khas tatapan seorang Naraya.

"Gue?" Adit mengedikkan bahu sambil menggeleng. "Nggak tahu juga. Gue diajak bokap."

Meski mengernyit, Naraya akhirnya mengangguk. Cewek itu ikut meraih sebuah gelas dan meneguk isinya sedikit. "Mata lo biasa aja ngelihatin gue," tegur Naraya tanpa menoleh. Cewek itu menegur dengan tetap menatap ke arah depan, menuju keramaian orang-orang.

Adit tersenyum. Cukup terasah juga insting si Naraya ini. "Jangan ge-er, gue cuma kaget aja lihat lo pakai gaun."

Naraya berdengkus sambil menaikkan senyuman di sebelah bibir. "Kalau bukan karena acara ini, gue juga nggak bakal pakai gaun."

"Ini acara apa, sih?"

Sembari memainkan gelas bertangkai yang sudah kosong dengan sebelah tangan terlipat, Naraya melirik ke arahnya. "Lo nggak tahu ini acara apa?"

Adit menggeleng.

"Ngapain datang kalau nggak tahu? Pakai jas segala lagi."

Giliran Adit yang berdengkus sekarang. "Kalau bukan dipaksa bokap, gue juga nggak bakal datang. Bagusan juga gue ngapelin Gesna."

MATAHARI APITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang