52. Konspirasi Hujan

678 83 39
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Konspirasi Hujan

••

Gesna membuka mata saat merasa sesuatu mengguncang badan, bertepatan dengan suara bersin yang berulang kali. Dengan mata berat, dia menoleh. Orang yang bersin ada di samping kepalanya.

"Maaf, bikin keba..."

Belum selesai bicara, Adit sudah bersin lagi. Hidung cowok itu memerah dan berair, yang dilap berkali-kali dengan tisu. Memperhatikan bagaimana Adit kesusahan bernapas, dia meraba dahi cowok itu. Panas. 

"Kamu flu," ujar Gesna sambil beringsut dari sofa menuju dapur. Mencari obat flu juga air hangat, menyodorkan ke Adit agar diminum dengan segera. Mata Gesna sempat melirik jam dinding, pukul dua belas malam dan di luar kembali hujan.

"Nginap di sini aja, ya?" pintanya sambil menaruh bantal yang telah diambil dari kamar tamu ke kepala Adit. Cowok itu mengangguk dan menurut saja saat Gesna menarik kedua kakinya agar  berbaring di sofa panjang. Sofa berulang kali bergoyang karena bersin Adit yang cukup menggelegar.

Semua itu dipandang Gesna dengan gamang. Adit ini sudah tahu tidak enak badan mengapa tadi membiarkan Gesna bersandar di bahunya, sih? Cowok itu bahkan tadi tidur dengan posisi duduk. Sembari menyelimuti Adit, hati Gesna menjadi merasa bersalah. Adit pasti sakit karena kehujanan, karena dia paksa minta diantar makan bubur, karena dia paksa mau makan sate di Puncak dan karena dia dengan seenaknya bilang putar balik ke arah rumah.

Padahal Adit bisa menolak, bisa meninggalkan dia atau bisa membentaknya, tetapi tidak dilakukan cowok itu sama sekali. Gesna duduk di karpet, tepat berhadapan dengan muka Adit. Ditatapnya muka itu dalam diam. Mata tajam yang kalau melirik bisa membuat efek mengerikan itu sudah menutup meski hidungnya mendengkus-dengkus, berusaha mencari oksigen. Tangan Gesna tertahan di udara cukup lama sebelum akhirnya turun untuk mengusap kepala Adit. Mata itu kembali membuka.

"Pusing?" tanya Gesna dengan menaruh punggung tangan di dahi Adit yang masih panas. Ya Tuhan, dia baru saja membuat anak orang jatuh sakit. Dia abai kalau Adit tadi tidak memakai helm seperti dirinya. Kaki hujan yang tajam mungkin masuk terlalu dalam ke kepala Adit dan udara yang dingin makin memperparah semua itu.

"Dikit." Adit menarik tangan Gesna dan menggenggamnya. Cowok itu menyembunyikan kepala di lengan karena kembali bersin. "Maaf ya jadi ngerepotin."

Merepotkan? Gesna melengos dan mencibir, tetapi sudut matanya terasa lembap. Dia bahkan tidak pernah meminta maaf kepada Adit atas segala tingkah lakunya yang merepotkan. Kenapa baru sekali dikasih obat saja langsung minta maaf?

MATAHARI APITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang