(Ost. Every Breathe You Take - The Police. Boyce Avenue Acoustic Cover)
•••Yang Mengawasi
•••
"Gandhi..."
Pekikan itu langsung mencuri perhatian beberapa penghuni rumah sakit. Adit menarik tangan Gesna untuk mempercepat langkah agar cewek berhoodie hitam itu tidak semakin heboh. Disangka penculikan anak nanti.
"Bisa nggak usah teriak-teriak? Ini bukan pasar."
Gesna melengos mendengar peringatannya. Adit balik melirik. Gesna sering kali melengos tidak lihat tempat dan lawan bicara. Kebiasaan yang tidak sopan.
Tangannya turun dan menggenggam Gesna dengan kencang. Menarik cewek itu menyusuri koridor rawat inap anak yang berada di lantai lima. Setelah menemukan nomor kamar yang didapatnya dari informasi, Adit mulai mengetuk pintu.
Pintu terbuka. Ruangan lebar menyambut mereka. Dinding bercat warna muda khas bocah dilengkapi dengan stiker-stiker bergambar kartun. Seseorang bapak yang membuka pintu langsung menunduk mundur saat melihat Gesna, sedang seorang wanita yang duduk di sebelah ranjang langsung berdiri.
Gesna mempercepat langkah menuju tempat tidur berseprai kuning dengan motif sapi. "Gimana Gandhi, Mbak? Sakit apa dia?"
"D-diare dia, Kak. Tapi sudah mendingan sekarang," jawab wanita yang Adit rasa bekerja sebagai pengasuh.
"Dikasih makan apa bisa diare?!" bentak Gesna.
Nada suara yang meninggi itu membuat pengasuh tertunduk takut. Adit langsung mencengkeram genggamannya di tangan Gesna, mencoba mengingatkan.
"Apa sih, lo?!" Cewek itu menoleh ke Adit dan melepaskan genggaman mereka. Gesna masih tidak mengerti arti peringatan halus Adit.
Adit lalu mengantongi tangan dan memandang anak yang sedang tidur. "Memangnya dia ada makan apa, Mbak?"
Pengasuh itu terlihat menautkan jemari. Suara gugup keluar dari mulut yang bergetar. "A-anu kemarin d-dia maksa mau makan cimol yang di p-pinggir jalan."
"Dan Mbak kasih?!" Gesna kembali meradang. Urat-urat lehernya sampai terlihat.
"Sudah kami larang, tapi si Adek tetap kekeuh," sela lelaki yang tadi membuka pintu. Sang sopir itu berusaha menengahi keadaan.
Adit yakin, Gesna tetap tidak akan bisa menerima penjelasan itu. Dari embusan napasnya saja terdengar kalau ada api besar yang sedang berkobar di kepala. Pasti letupan panik, khawatir dan amarah akan segera keluar dari tubuh Gesna. Aura itu sudah terasa oleh Adit dan dia bergegas menarik Gesna untuk duduk di sofa yang ada. "Santai, Non. Memangnya bisa berpikir sambil marah-marah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MATAHARI API
Novela JuvenilHidup Gesna berubah. Dia yang biasanya petakilan dan tertawa membahana, mendadak galak dan jutek kalau ketemu Adit. Pasalnya cowok yang diam-diam menyeramkan itu juga aneh, berubah jadi receh dan sok akrab ke Gesna. Keanehan lainnya adalah Guntur, s...