53. Pagi Berikutnya

536 83 30
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


(OST. Dance Monkey - Tones and I. Cover by. Jennel)

•••

Pagi Berikutnya

•••

"Astagfirullah!"

Seruan cukup keras bernada terkejut membuat Adit membuka mata. Seseorang berumur kira-kira tiga puluh tahunan melotot kaget ke arahnya sambil menutup mulut dengan kedua tangan. Adit mengikuti arah sorot tidak percaya dari mata tersebut dan dia terkesiap. Buru-buru melepas tangannya yang memeluk Gesna sehingga cewek itu jatuh ke karpet dengan bunyi gedebam yang memprihatikan.

Gesna mengerang, duduk terbangun sambil memegang pinggang. "Aduh, sakit!" serunya ke arah Adit, melancarkan protes. Lalu ikut diam saat menyadari Adit melihat seseorang. "Eh, Mbak udah datang?" tanya Gesna bergegas berdiri, menyadari ada yang salah barusan.

"I-iya, Kak." Si Mbak langsung berjalan menunduk menuju arah belakang, menyibukkan diri dengan pekerjaan.

Otak Gesna mulai mengurut kejadian, mengapa ada suara jeritan dan dia jatuh dari sofa. Kalau di sofa itu ada Adit, berarti dia? Oh, My God.

"Mbak tadi lihat?" Kepala Gesna menoleh ke Adit yang terlihat mengurut pelipis. Cowok itu mengangguk. "Astaga," gumam Gesna sambil menuju dapur.

Gesna menemukan si Mbak mengikat plastik tempat sampah yang berisi pecahan beling. "Mbak, ini bukan kayak yang Mbak pikir. Tadi malam kami kehujanan, baju dia basah terus dia demam. Makanya saya suruh menginap di sini."

Mbak hanya mengangguk pelan, tidak berani menoleh ke arah Gesna. Dari bekas piring yang terbelah, sepertinya kejadian tadi malam cukup alot. Selama ini, hanya dia yang bertahan bekerja di rumah ini selama bertahun-tahun dan membereskan piring pecah bukan hal yang mengagetkan jika ada Tuan dan Nyonyanya. Namun, menilik dari kondisi rumah yang sepi, tampaknya piring yang hancur itu bukan perbuatan majikan lelakinya. Di rumah ini, tidak ada yang setemperamen sang tuan rumah selain Gesna.

"Temannya masih demam, Kak?" Mbak mendengung bingung, takut kesalahan bicara. "Ng... Pacarnya?"

Gesna mengangguk sebagai jawaban. Toh, ke depan nanti Adit akan lebih sering berkunjung ke sini dan Mbak harus tahu kalau Adit adalah pacarnya. "Iya, bikinin sarapan apa ya buat orang demam?"

"Bubur, Kak. Mau dibikinin bubur apa buat sarapan?" Mbak mulai berdiri dan membasuh tangan, mengambil panci sambil menunggu jawaban Gesna. Majikan mudanya sangat pemilih dalam urusan makanan.

"Enaknya apa?"

Mbak berpikir sesaat. "Bubur ayam hainan. Mau? Kaldunya bagus untuk demam."

"Ya, udah. Bikinin ya, Mbak." Tangan Gesna langsung menepuk jidat ketika ingat tadi malam lupa menekan tombol mesin cuci. Seragam Adit belum dicuci. Dia beranjak ke belakang dan menjalankan mesin itu.

MATAHARI APITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang