Aku ingin membenci mereka, tapi aku tidak bisa. Bagaimana caranya aku membenci diriku sendiri jika yang aku maksud mereka adalah aku sendiri?
🌸Ariella Mahardika🌸
Lembaran 11
Aku menatap meja panjang berisi sertifikat yang diletakkan dibingkai dan beberapa piala, aku menghampirinya. Mengambil salah satu foto sebagai bukti aku telah memenangkan suatu kompetisi. Disana, aku memakai seragam SMP tersenyum lebar menunjukkan piala paling besar diantara yang lainnya yang berdiri mengapitku dan sertifikat dengan penuh tatapan puas dan bangga.
Aku tersenyum, mengingat sedikit potongan kecil saat aku benar-benar pening mempelajari rumus matematika yang menurutku rumit bersama ratusan soal yang harus cepat-cepat aku kerjakan. Berharap ketika pulang ke rumah mendapat pelukan hangat dan segelintir kata yang membuat rasa peningku hilang seketika.
"Setelah aku naik ke kelas tiga, aku akan membakarnya Jessy..." Lirihku, entah Jessy akan tahu atau tidak ucapanku, aku harap jika bukan aku yang melakukannya. Aku ingin dia saja.
Aku masih ingat, waktu kepala sekolah SMP ku dulu menawarkan aku masuk ke SMA yang direkomendasikannya karena mengadakan program kelas akselerasi dan aku diharapkan untuk masuk kedalam kelas itu. Semua guru disana memujiku, mendukung setiap langkahku dan bahkan menawariku banyak kemudahan karena prestasi yang aku raih. Teman-temanku juga semuanya bangga dan senang bersamaku sebelum... Aku terlihat gila didepan mereka.
Entah Jessy atau Riella yang mengambil alih tubuhku saat itu, namun aku benar-benar membenci sosoknya. Semuanya hancur dalam kedipan mata. Papaku datang, memarahiku karena harus menanggung malu. Guru dan teman-temanku menjauhiku sampai aku melewati masa kelas tiga disana dengan kesepian, sendirian dan semua senyum dan tatapan bangga untukku entah menguap kemana.
Saat perpisahan pun, aku tidak sanggup menghadirinya. Aku takut, aku mengacaukannya.
Aku kembali meletakkannya, aku hanya perlu bersabar kan? Atau mengikuti alurnya hingga aku lelah dan menyerah.
🍃🍃🍃
Krek
Langkah kaki berbalut sepatu berjalan tergesa menuruni setiap anak tangga. Penampilan Ariel sangat berbeda dari biasanya, cewek itu kini menggerai rambutnya, meski seragamnya terlihat licin dan rapi. Tidak bisa menutupi raut wajah dingin dan sorot mata tajam yang bukan khas Ariel.
"Kamu gak sarapan dulu?" Tanya seorang wanita cantik yang berpapasan dengannya.
Cewek itu mendelik.
"Sorry, lo siapa?" Tanyanya mwmbuat wanita itu tersentak.
Sedikit takut dengan tatapan Ariel yang luar biasa berbeda.
"Mas, Mas!" Panggil wanita itu hingga muncul sosok pria paruh baya yang memakai setelan kerja formal khas kantor.
Dika menatap istrinya sejenak sebelum melempar tatapannya pada Ariel.
"Kamu gak sopan lagi sama mamamu?" Tanyanya.
Sosok Ariel mendengus, lalu menatap papanya dengan dingin lalu melirik Wendy sejenak.
"Oh, dia nyokap gue? Kok gak mirip ya-"
"Ariel! Jaga ucapanmu itu!" Seru Dika.
"Dia emang bukan nyokap gue." Katanya remeh.
Dika mengepalkan tangannya, lalu.
Plak!
Bunyi tamparan nyaring terdengar dipagi hari. Membuat Karel dan Tiana yang sedang sarapan berlari menuju ruang tengah. Melihat wajah Ariel yang tertunduk, baru saja mendapat tamparan keras dari Dika.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Borrow Your Boyfriend [COMPLETED]
Teen FictionAriellea Mahardika yang memiliki gangguan Dissociative Identity Disorder atau kepribadian ganda hanya ingin menjalani kehidupannya dengan normal seperti remaja lainnya dan berusaha untuk tidak membuat ulah yang akan menyebabkan beberapa sosok asing...