Lembaran 32

648 90 5
                                    

Lembaran 32

Aku terus menatapi punggung kak Kegan yang berjalan di depanku sudah berbalut jaket, tangan besarnya masih menggenggamku erat. Kami hanya diam, dan aku membiarkan kak Kegan menuntun langkahku menuju dokter yang merupakan om-nya.

Mempercepat langkah agar bisa sejajar dengannya, ia melirikku sejenak sebelum kembali menatap ke depan. Wajahnya penuh dengan luka lebam, bahkan sudut bibir dan pelipisnya robek hingga mengeluarkan darah yang kini sudah mengering.

Kret

Tanpa mengetuk pintu, Kak Kegan membuka pintu dan masuk begitu saja membuat seorang dokter muda terperanjat.

"Astaga, seperti biasa gak sopan." Decaknya, lalu matanya menangkapku dan mengerling jahil.

"Ada apa ini? Om merasa dejavu." Katanya lalu terkekeh. "Hai, sudah lama saya tidak lihat kamu." Katanya menyapaku.

Aku mengerutkan dahi tidak mengerti, dan ketika menoleh pada kak Kegan, ia pun sama sepertiku.

"Lo kenal om gue?"

Tanya Kak Kegan, aku hendak menjawab namun dokter itu kembali bicara.

"Astaga, lelucon kamu itu garing, Gan." Katanya terkekeh.

"Mentang-mentang kamu udah jauh lebih deket sama malaikat penolong kamu jadi kayak gini, kalian udah sampai tahap mana? Masih pendekatan? Atau udah pacaran?"

Aku dan kak Kegan sama-sama mengernyit bingung.

"Maksud om apaan sih? Kegan gak ngerti." Katanya mengeluh.

Dokter itu menghela napas.

"Ya udah, om gak bahas lagi, yang penting kamu udah ketemu bahkan deket sama orang yang nolong kamu dua tahun lalu."

Aku merasa tangan kak Kegan yang menggenggamku semakin mengerat.

"Dia yang nolong dan rawat Kegan?" Tanya kak Kegan sembari mengacungkan tangan kami yang saling menggenggam, aku menatapnya tidak mengerti dan juga risih membuat dokter itu tersenyum geli melihat tautan tangan kami.

Namun ketika dokter itu mengangguk, aku melihat wajah kak Kegan mengeras dan seketika itu juga ia melepaskan genggaman tangannya.

"Ah sebentar ya, om lupa harus check pasienku dulu, kalian berduaan dulu di sini, tapi ingat, jangan sampe ngelakuin macam-macam ya." Dokter itu mengerling jahil pada kami sebelum meninggalkan kami berdua di ruangannya.

Aku merasa canggung luar biasa karena kak Kegan tidak mengatakan apapun beberapa waktu.

"Lo... Gak nyembunyiin sesuatu dari gue?" Tanya kak Kegan tanpa melihatku, posisi kami masih sama.

Aku menatapnya heran.

"Nyembunyiin apa?" Tanyaku, kalau soal aku yang DID sih tentu saja aku menyembunyikannya bukan pada kak Kegan saja, nyaris pada orang di seluruh dunia.

Kak Kegan menunduk untuk menatapku. Menatapku lekat penuh intimidasi. Untuk pertama kalinya aku terpaku melihat tatapan kak Kegan yang berbeda dari biasanya.

"Apa... Lo yang nyelamatin dan ngerawat gue dua tahun lalu?"

Aku mengerjap.

"Maksudnya?"

Kali ini kak Kegan menatapku tajam.

"Lo, yang selama ini gak bilang kalo lo yang nolong dan ngerawat gue?!" Serunya marah.

Oke, aku tidak mengerti arah pembicaraan kak Kegan, dan aku jujur.

"A-aku gak ngerti ka-kakak ngomong apa?" Tanyaku gugup, pasalnya aku benar-benar tidak tahu dan seingatku dua tahun yang lalu aku masih mengikuti pengobatan dengan psikiater.

I Borrow Your Boyfriend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang