Lembaran 6

794 93 21
                                    

Meski gue terkadang ngerasa asing sama dia. Tapi tetap, dia itu adek gue.

🌺Karel Mahardika🌺

Lembaran 6

Karel hendak menyusul Tiana dan Kegan namun terhenti ketika ia mendengar tangis pilu. Ia menoleh dan mendapati Ariel duduk bersimpuh dengan bahu bergetar hebat.

Astaga, jangan sekarang!

"Ma... Mama... Hiks... Mama... Hiks... Hikss..."

Karel langsung menghampiri Ariel
"Dek-" ia berhenti mencoba mengenali kepribadian mana yang muncul ditubuh adiknya saat ini.

"Mama... Riella minta maaf maa... Ini salah Riellaaaa.... Hiks... Maaa... Mama..."

"Riella," panggil Karel lembut, cewek itu mendongkak, tangisnya semakin pecah. Memegang kedua tangan Karel erat.

"Mama... Tolongin mama.... Riella gak mau mama pergi... Hiks... Hiks... Tolongin mama..."

Karel menelan ludahnya gusar.

"ssttt... Tenang dulu sayang," kata Karel lembut, kepribadian adiknya yang selalu terpuruk dan menyalahkan dirinya setelah kejadian itu kini tengah mengambil alih dan Karel harus lebih hati-hati.

Ia segera menggendong adiknya, dengan langkah cepat menaiki tangga memasuki kamar Ariel, mendudukannya di tepi ranjang.

"Mama... Hiks... Mama... Hiks... Hiks... MAMA!" Jerit Ariel mulai histeris.

"Riella..." Panggil Karel, ia berjongkok dihadapan adiknya, mengusap wajah Ariel dengan sayang menghapus air matanya.

"Ini bukan salah kamu, sayang." Katanya pelan.

Ariel menangis sesenggukan, ia menggeleng. Karel berharap jangan sampai alter egonya ini melakukan percobaan bunuh diri seperti beberapa waktu lalu.

"Riella salah, Riella salah! RIELLA SALAH!" jeritnya semakin histeris, tangannya memukul mukul Karel ketika ia hendak kabur menuju balkon kamar dan langsung ditahan dengan Karel yang memeluknya.

"Lepas! Buat apa nahan Riella! Lebih baik Riella mati ikut mama! LEPAS!" Teriaknya.

Tangan Karel bergetar, ia memeluk tubuh Ariel dengan satu tangannya, dan tangan yang satunya merogoh saku mencari ponselnya dan segera menghubungi orangtuanya. Wajahnya yang babak belur seakan tidak terasa sakit.

"Karel? Ada apa nak?"

Sejenak, ia bisa menghela napas lega.

"Pa, Ariel kambuh lagi Pa." Adu Karel meminta pertolongan.

Sejenak tidak ada sahutan.

"Pa, Ariel." Tekan Karel, mencoba menahan amukan Ariel dipelukannya.

"Yang muncul sekarang gimana?" Tanya Papa akhirnya.

"Yang pertama Pa, waktu Ariel liat kematian mama." Terang Karel sedikit tercekat.

"Kenapa bisa kambuh lagi nak? Udah dua bulan dia gak gini lagi. Ada apa?"

"Karel gak terlalu tahu Pa, dan Karel gak bisa bilang di telpon kenapa Ariel bisa kayak gini lagi sekarang. Papa sama mama pulang 'kan malam ini? Kalau bisa, sekarang Pa."

Terdengar helaan napas disana.

"Papa masih ada urusan sama mama. Pulangnya besok sore-"

"Terus Ariel gimana Pa!?" Tekan Karel

"Ada obat penenang di laci nakas, di kamar Ariel. Kamu urus saja dia, nanti juga tenang sendiri kalau udah dikasih obat. Udah dulu, ya nak."

I Borrow Your Boyfriend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang