"Apa coba ngomong lagi?! Coba!" bentak Chanyeol yang sudah menepikan mobilnya dipinggir jalan secara mendadak.
Goblog, lo goblog (yn) kenapa bisa ngomong gitu coba. Padahal gue tau kalau Chanyeol marah itu kayak setan malam jum'at. Inget waktu marah sama Celine?
Gue tak menjawab, masih memandang lurus ke arah depan. Tak mempedulikan ucapan Chanyeol.
"Bisa nggak sih nggak usah kayak gini! Bukan cuma kamu yang ngerasa tersiksa, aku juga!"
Apa dia bilang? Dia tersiksa juga? Tersiksa gimana? Tersiksa harus ngurusin, nafkahin, tanggung jawab atas anaknya dari istri kedua?
Oh oke, lo tersiksa. Iya, tersiksa. Gue mah enggak. Iya, enggak. Gue nggak tersiksa kok.
"Tau nggak, omongan kamu itu udah kelewat batas. Kamu nyesel hidup sama aku, hng?" tanyanya.
Gue tak bergeming, nafas gue masih berderu-deru. Seketika fikiran gue memunculkan wajah Celine dan juga Cello yang membuat airmata gue memaksa keluar.
"Nyesel?" tanya Chanyeol lagi memperjelas.
Gue menoleh ke arahnya dan dengan mantap gue mengangguk, "Iya" jawab gue. "Makanya aku mau pisah!" lanjut gue.
"(yn)! Berapa kali aku bilang, aku emang pendosa. Tapi tolong inget anak kita, (yn)!"
Gue mengangguk, "Aku selalu inget, bahkan Celine dan Cello pun aku inget. Dan aku fikir aku ini egois, Celine dan Cello nggak pantes punya Ibu kayak aku. Makanya aku mau pisah, supaya kamu bisa nemuin yang lebih baik" ucap gue.
Chanyeol menggertakkan giginya, dan memukul kemudi stir dengan kepalan tangannya, membuat gue terlonjak kaget.
"Bahkan kamu relain aku cari istri lain?" tanyanya mengerutkan dahi.
Gue mengangguk, "Karena aku nggak bisa jadi istri baik, istri yang sabar, istri yang selalu maafin semua kesalahan suaminya. Bukan. Itu bukan aku" jawab gue.
"(yn)! Kenapa sih kamu jadi kayak gini, childish banget tau nggak?!" pekiknya yang lagi-lagi membentak gue. Detak jantung gue udah nggak beraturan, dan semakin cepat.
Gue tertawa miris, "Yaudah. Apalagi yang harus dipertahanin? Aku mau pisah dan kamu nggak suka sama sifat aku sekarang kan? Yaudah, jadi udah sama-sama mau selesai kan?" tanya gue.
"(yn)! Astaga!"
Chanyeol menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata mengusap wajahnya gusar. "Aku, bahkan nggak pernah ya berfikiran kamu itu istri yang buruk, sama sekali nggak pernah"
"Aku selalu bangga sama kamu, salut, bisa terima aku dan anak-anak aku, urus rumah, urus anak, urus suami, bahkan dikeadaan hamil kayak gini. Aku cuma nggak nyangka aja kamu bisa kayak gini, jauh dari kemarin" katanya menatap gue dan melanjutkan kalimat sebelumnya.
"Seseorang yang sudah disakiti terlalu dalam, bisa berubah. Termasuk aku" kata gue.
"Udah, please.. Aku nggak mau makin emosi, yang ada kamu bakalan kenapa-kenapa" katanya yang langsung bersitegap memegang stir kemudi.
Gue menyandarkan diri di jok mobil dan menatap arah jalan. Sampai mobil melaju, Chanyeol dan gue sama sekali tidak bersuara.
Chanyeol memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah Mama Park. "Ayo turun!" kata Chanyeol.
Gue akhirnya turun dari mobil dan melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah Mama Park.
"Bundaaaa!"
Gue membulatkan mata saat Cello sedikit berlari ke arah gue. Dengan pelan gue berlutut di lantai, "Bunda, Cello kangen" ucapnya tepat di leher gue.
"Ah, iya bunda juga kangen. Adek udah makan?" tanya gue mengalihkan topik pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chanyeol as My Husband
FanfictionSeorang single parent, Park Chanyeol menemukan tambatan hati sejatinya. Who is she?