Dilarang keras untuk yang tidak suka komen!
Hari ini gue pulang telat karena Joy menunjuk gue untuk jadi pimpinan rapat bulanan. Gue udah kasih kabar ke istri cantik gue, (yn). As always.
Tapi, yang buat gue kebingungan setengah mati adalah (yn) yang tiba-tiba berubah jadi sedikit cuek menurut gue. Walaupun setiap gue tanya dia selalu jawab, 'I'm okay. Beda apa nya sih?' katanya.
Gue sebagai suami yang selalu lihat dia 24 jam, sudah sangat hafal dengan sikapnya. So, gue tau kalau dia lagi sedikit jaga jarak sama gue dan membuat gue sedikit kalang kabut menghadapinya.
"Halo, aku udah di jalan pulang. Kamu mau apa tuh namanya banana banana nggak?" tanya gue yang baru saja tersambung pada panggilan telepon dengan (your name).
Gue bisa dengar suaranya masih sama, "Nggak usah" jawabnya yang terkesan tak peduli.
"Kenapa? Tumben..."
"Aku nggak kepengen apa-apa. Udah ya, aku matiin mau ngurusin anak-anak dulu" katanya yang langsung memutuskan sambungan telepon.
Gue hanya menghela nafas saat menyadari perlakuannya. Sebenernya gue itu apa sih, suami atau agen intelejen? Kok dikasihnya kode-kode gini bikin pusing. Mending kalo pake sandi morse anak pramuka, masih bisa gue terjemahin. Ini cuma diem, ngomong seadanya, nggak ada kode spesifik buat gue nebak.
Dasar, perempuan. Tapi, gue sayang.
Gue kembali melanjutkan fokus gue pada kemudi stir yang gue genggam sekarang. Jauh di depan sana gue melihat lampu merah menyala, membuat gue sedikit berdecak sebal. Pasalnya gue benar-benar sudah tidak sabar sampai di rumah, ketemu istri dan anak-anak gue.
Entah kenapa, gue sekarang nggak bisa jauh dikit sama mereka. Bentar-bentar bawaannya mau telfon terus. Apalagi, si Cayra yang udah bawel banget sekarang, nggak tau lah mirip siapa gue juga bingung. Padahal Celine diem, Cello diem, Ryon juga diem, tapi kenapa dia geradakan banget ya jadi bocah?
"Om bunganya om, lima belas ribu aja satu" gue menolehkan kepala kearah anak kecil dengan beberapa tangkai bunga di tangannya.
"Boleh deh, kamu bawa berapa?" tanya gue yang sedikit merasa iba terhadapnya.
Dia mengarahkan tangannya menghitung tangkai bunga yang ada di genggamannya. "Yang saya bawa sepuluh om. Kalo om mau lebih nanti saya ambil disana" jawabnya sembari menunjuk ke arah lain.
"Yaudah, om beli sepuluh deh. Tapi janji uangnya nggak boleh buat beli lem!" kata gue sembari memperingatinya tentang lem. Karena yang gue tahu banyak anak jalanan yang suka menghirup lem.
"Iya om, saya janji! Makasih ya om!" katanya mengangguk tersenyum.
Gue pun langsung buru-buru mengeluarkan uang dari dompet sebelum lampu hijau mendapat giliran untuk menyala.
"Terimakasih ya om!" katanya yang langsung berlari kecil menjauh dari mobil gue.
Entah kenapa, setiap gue lihat bunga mawar selalu keinget istri-istri gue. Dan yang baru saja gue beli dari anak tadi adalah mawar merah dan mawar putih. Tentu mengingatkan gue dengan si mawar merah (your name) dan si mawar putih Ryana.
Gue tersenyum saat melihat tumpukan bunga yang gue letakkan di kursi samping.
Sampai di rumah, gue turun dengan membawa sepuluh tangkai bunga mawar. "Assalamualaikum. Daddy shark pulang!" pekik gue.

KAMU SEDANG MEMBACA
Chanyeol as My Husband
FanfictionSeorang single parent, Park Chanyeol menemukan tambatan hati sejatinya. Who is she?