Empat Puluh Sembilan

7.1K 887 207
                                        

"Gimana?" suara Mama Park membuat gue dan Chanyeol tersenyum.

"Sehat kok, Mah. Mau liat?" tanya Chanyeol dengan semangat empat limanya.

Mama Park menganggukkan kepala, "Mau, mana cucu eyang uti satu lagi?" tanya Mama Park yang langsung duduk di bangku yang ada di samping ranjang.

"Ah cantiknya, siapa namanya?" tanya Mama Park.

"Cayra" jawab Chanyeol tersenyum. Entah, namun matanya seperti melihat ke arah gue.

Mama Park mengambil alih untuk menggendong Cayra. "Namanya singkat gitu, nggak ada kepanjangannya Yeol?" tanyanya dengan senyum yang tak pernah luntur menatap Cayra.

"Cayra Gwen Channa"

Mama Park mengerutkan dahinya, "Kok bisa lucu, artinya bagus nggak tuh?" tanya Mama Park.

Chanyeol menganggukkan kepalanya, "Bagus dong Ma, artinya kesayangan yang mempunyai semangat, perhatian juga membawa kesejahteraan" jawab Chanyeol.

"Kenapa nggak Putri? Atau Raisa? Maudy? Cantik tuh biar kalau udah besar jadi anak yang berprestasi kayak mereka"

Gue mencebikkan bibir, menyerobot untuk menjawabnya. "Tau tuh Ma, (yn) padahal kepengen Indonesia. Rindu kan bagus namanya" jawab gue.

"Enggak lah! Kayak orang kurang kasih sayang, rindu mulu" jawab Chanyeol tak terima.

"Pelit emang! Ujung-ujungnya juga kamu yang ngasih nama. Sok-sok bilang kesepakatan, halah"

Chanyeol menarik hidung gue gemas, "Bukan pelit sayang, tapi jelek" jawabnya yang langsung menggerayangi wajah gue.

"Sama aja, pelit!"

Mama Park menggelengkan kepalanya tak mengerti, "Yaudah berantem aja situ" pekiknya.

Gue juga baru sadar, entah sejak kapan gue jadi bisa ngomong seperti dulu sama Chanyeol. Seperti jauh sebelum ada masalah ini. Tapi, gue nggak mau permasalahin, karena apa? Gue lagi berbahagia menjadi seorang Ibu.

"Ma, Ryon sama siapa?" tanya Chanyeol yang masih berdiri disamping ranjang gue berseberangan dengan Mama Park.

"Sama Yoora, ikut ke acara kondangan bareng Henry" jawab Mama Park yang tak melepas pandangannya dari Cayra, cucu ke-4 nya.

Chanyeol menganggukkan kepalanya, gue sedikit batuk berdehem. Enggak kok, enggak salah kalau Chanyeol nanyai Ryon. Karena dia juga anaknya.

Entah kenapa ekspresi gue seakan berubah saat itu juga, seperti diam dan dengan mata sinis. "Kamu belum makan, mau makan?" tanya Chanyeol.

Gue menggeleng menolak tawarannya. "Enggak laper" jawab gue yang mengalihkan pandangan ke arah Cayra dan Mama Park.

"Perut kamu kos-"

"Enggak laper! Lagian juga nanti dikasih sama suster sih" jawab gue menepis tangan Chanyeol dari tangan gue.

Chanyeol mengerutkan dahinya, menatap gue dan membuka mulutnya tanpa bersuara, seakan bertanya. "Kenapa?"

Gue hanya menggeleng, tak ingin memberikan alasan. "Kalian nggak bawa baju ya?" tanya Mama Park.

"Enggak Ma, abis mau pulang bingung. (yn) nggak ada yang jagain" jawab Chanyeol.

"Yaudah biar Mama pulang, nanti kesini lagi bawa salinan" kata Mama Park yang udah beranjak berdiri.

Gue menggeleng, "Eh nggak usah Ma. Biar Chanyeol aja" jawab gue menahan Mama Park.

"Udah nggak papa, (yn) tuh harusnya ditemenin suaminya bukan mama. Mama bisa kali pergi sendiri mah" kata Mama Park.

"Ma, tapi-"

Chanyeol as My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang