Bab 10 : Bimbing Aku

3K 184 4
                                    


"Ini."

Aku mandang orang di sampingku dan menerima minuman kaleng yang disodorkannya. Kuminum minumanku perlahan sambil memandang ke depan. Suasana di sekeliling kami masih ramai seperti kemarin. Para turis dari dalam maupun luar negeri nggak bosen ngelihat keindahan Ibu Kota Korea Selatan dari N Seoul Tower.

"Aku udah minta Guide pengganti untuk mandu peserta Tour yang lain."

Aku mandang Alan lagi. "Besok aku yang bakal mandu mereka."

Alan menaikkan alisnya. "Kenapa?"

Aku ngangkat bahu. "Karena itu pekerjaanku." Sahutku. Lalu seakan teringat sesuatu, aku menatap Alan dengan was-was. "Aku belum dipecat kan?"

Alan menggeleng. "Tapi kamu nggak harus kerja, Nay."

Kini giliranku yang menggeleng. "Aku suka pekerjaanku, Mas. Aku bisa ketemu sama orang baru. Bisa jalan-jalan gratis dan juga makan gratis." Pandanganku sedikit menerawang. "Aku juga bisa ngelupain beberapa hal yang nggak ingin kuingat."

"Maksud kamu.. kejadian tiga tahun lalu?"

Aku terkejut. Dari mana..? Ah, dia kan udah menyelidiki latar belakangku. Pastinya kenangan pahitku itu juga diketahuinya. Aku mendengus pelan. "Bener-bener nggak adil." Sungutku.

"Apa yang nggak adil?"

Kupicingkan mataku. "Mas. Mas nggak adil. Masa Mas tau semua hal tentangku sementara aku sama sekali buta pengetahuan tentang Mas?"

Alan tersenyum lembut. "Kamu bakal tau, Nay. Kita akan saling mengenal. Meskipun aku tau banyak hal tentang kamu, aku masih nggak tau satu hal yang paling penting tentang kamu."

"Apa itu?"

"Hati kamu."

Bener juga, pikirku. Tiba-tiba pikiranku melayang kepada Mama dan Papa yang ada di Indonesia. Mereka belum tau status anak gadisnya yang udah menjadi istri orang. Tubuhku menegang dan dengan panik kutatap Alan.

"Ada apa?" Tanya Alan heran melihat raut wajahku.

"Orang tuaku." Lirihku. "Orang tua, Mas."

"Orang tua?" Dia menatapku bingung. Lalu seakan tau yang kumaksud, matanya membulat dan wajahnya ikutan panik. "Aduh, gimana dong?"

"Kok malah tanya aku sih?" Tanyaku jengkel. Kan dia yang ngebuat aku jadi istrinya.
Alan masih menatapku panik, lalu tiba-tiba kepanikannya berubah menjadi seringai geli.

"Ngapain Mas senyum-senyum kaya gitu? Aku panik tau! Aku harus bilang apa ke Mama- Papa? Mana nikahannya di sini lagi! Apa coba kata-"

Cup

Mataku membulat menerima kecupan Alan barusan. Bukan di pipi atau dikening, melainkan di bibir. Aku langsung menutup mulut dengan tangan kiri sementara tangan kananku yang masih memegang minuman kaleng memukul lengannya. "Mas apa-apaan sih? Seenaknya aja main cium-cium! Malu tau!" Seruku. Mukaku sekarang pasti semerah tomat. Dasar suami gesrek!

Alan menyentuh lengannya yang barusan kupukul sambil nyengir. "Abisnya kamu lucu banget kalau panik gitu."

"Ish." Aku mengalihkan pandanganku ke depan. Jengkel sekaligus malu diperlakukan begitu. Siaall.. aku belum siaapp..

Alan menyentuh pucuk kepalaku yang dibalut jilbab lalu merangkul bahuku. "Tenang aja, Nay. Kita pasti bakal dapet restu mereka. Setelah pulang dari Korea, kita nemuin Mama-Papa kamu dan Mamiku ya?"

Aku natap Alan lagi. Meski masih jengkel, aku juga merasa ganjil karena dia cuma nyabutin Mamanya. "Papa Mas?"

Alan menatapku dengan sendu. "Papi udah meninggal saat aku SD. Karena itu aku ikut kakek ke Belanda dan mau nggak mau belajar soal bisnis. Papi satu-satunya anak kakek, dan aku satu-satunya anak Papi. Aku terbiasa hidup sendiri dan menyelesaikan semua masalahku sendiri." Dia tersenyum menenangkan. "Aku yakin kedua orang tua kamu akan setuju sama pernikahan kita. Dan soal Mamiku, kamu nggak perlu khawatir. Mami udah bahagia sama keluarga barunya bertahun-tahun yang lalu. Meskipun kadang Mami mencampuri urusanku, aku nggak bakal nyerah soal kamu. Kamu pilihanku, Nay. Dan aku udah menikahimu. Mau dunia setuju ataupun enggak, kita adalah suami-istri di mata Allah."

My Guide It's You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang