Bab 21 : Nado

2.6K 159 6
                                    

"Tadi malem itu keren banget Kana-Ssi."

Aku melepas pelukan Mea dan melihatnya masih tersenyum lebar kepadaku. Aku membalas senyumnya dan berujar. "Saya pikir juga begitu."

"Kalau Kana-Ssi pulang kampung harus kabari saya loh. Kita harus meet up. Saya masih nggak nyangka tadi malem ketemu sama Lan. Aih.. Lan itu imut banget ya.."

Aku ketawa denger celotehan psikolog di depanku ini. Rasanya nyenengin banget berada di dekat Meyara. Dia punya aura menyenangkan dan juga menenangkan. Aku beneran bersyukur bisa mengenal dan bertemu dengannya. "Tentu. Ntar saya kasih juga contact-nya Lan. Biar Mea-Ssi bisa gangguin dia."

Mata Mea berbinar. "Serius? Wah, oke deh!" Dia tertawa kecil. "Saya nggak sabar ngobrol sama Kana-Ssi di Indonesia." Mea tersenyum dan memelukku untuk yang terakhir kali. "Terima kasih untuk sepuluh hari ini. Saya bisa dapet temen baru dan pengalaman yang menarik berkat Kana-Ssi."

Aku tersenyum lebar. "Seharusnya saya yang bilang makasih. Mea-Ssi mau denger curahan hati saya dan mau temenan sama saya. Maaf ya kalau selama sepuluh hari ini saya jadi guide yang nggak memuaskan."

Mea melepas pelukannya dan menggeleng. "Saya puas kok Kana-Ssi." Mea melirik Alan yang berdiri tak jauh dariku. Suamiku itu juga sedang berbicara kepada Pak Gio. "Apalagi meihat kisah cinta Kana-Ssi dan Pak Alan. Wah, serasa nonton film."

Aku tertawa kecil.

Suara dari pusat informasi Bandara menginterupsi kegiatan kami. Kulihat para peserta tour-ku mulai bersiap-siap.

Pak Gio mendekati Mea dan tersenyum kepadaku. Senyum perpisahan darinya membuatku ikut tersenyum. Mea melambaikan tangannya lalu berjalan menuju gate keberangkatan dengan dirangkul Pak Gio.

Bu Mahendra, Ajeng, Lily, Mona, Mia, sifa dan Ana memelukku bergantian. Sementara Pak Mahendra, Daniel, Ronald, Elang dan Aldo mengembangkan senyum mereka sebagai ucapan perpisahan kepadaku.

"Terima kasih banyak untuk sepuluh hari ini Kana-Ssi. Aku nggak tau harus bilang apa kalau kamu nggak ada di samping hotel hari itu. Aku bener-bener.." Ana nggak bisa melanjutkan ucapannya.

Aku tersenyum menenangkan dan kembali memeluknya. "Hari itu udah lewat An, kamu nggak perlu takut lagi. Hm?" kulepas pelukanku dan kuhapus air mata yang mengalir di pipinya.

Ana tersenyum dan mengangguk. Dia mengalihkan tetapannya kepada Alan dan tersenyum. "Terima kasih juga karena Pak Alan sudah membebaskan saya dari Riga."

Aku menyernyit mendengar ucapan Ana. Kupandangi Alan dengan tatapan tanya.

"Sesampainya di Indonesia, aku bakal kirim hadiah pernikahan untuk Mbak." Ujar Ana lagi.

Aku menatap Ana kembali dan tersenyum mendengar panggilan barunya untukku. 'Mbak'.
Ana melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam gate keberangkatan.

"Peluk Noon."

Aku memandang ke sumber suara dan menaikkan satu alisku melihat Devan masih di sini. "Buruan masuk deh Dev."

Devan memanyunkan mulutnya, membuat tanganku geregetan untuk menabok bibirnya itu. "Lo nggak mau peluk gue Noon?" Devan merentangkan tangannya dan berjalan mendekat ke arahku.

Tapi tiga langkah sebelum sampai ke tempatku, Alan memosisikan dirinya diantara Devan dan aku. Devan memberengut sebal kepada Alan, membuatku tertawa.

"Buruan masuk deh Dev. Nyokap lo bakalan murka kalo elo nggak balik ke Jakarta hari ini." Ujarku.

Devan memegang gagang kopernya dan tersenyum kecil. "Kalo udah di Indonesia lo harus kabari gue Noon."

My Guide It's You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang