Alan POV (Part 2)
"Ya ampun! Seriusan Kek? Padahal waktu SD dulu songongya Mas Alan itu luar biasa lohh.. ahaha.."
Aku membuka mata saat mendengar suara tawa yang familiar. Mataku sedikit memicing untuk membiasakan cahaya matahari yang masuk lewat jendela, setelah itu kupandang sekelilingku dan menyernyit ketika tak menemukan Naya dimanapun. Aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan keluar untuk mencarinya.
"Dulu dia selalu bermain di pangkuanku. Dia akan memarahi Ayahnya jika memaksanya untuk kembali ke kamar. Ah, aku sangat merindukan masa kecilnya. Dia dulu sangat manja padaku. Entah kemana sifat itu menghilang sekarang."
Aku menyandarkan punggungku di daun pintu saat melihat Naya dan kakek yang tengah berbincang di sofa ruang tamu dengan santainya. Kulipat tangan di depan dada saat melihat istri tercintaku membalik album foto di tangannya. Senyum di bibirnya mengembang lebar saat melihat foto-foto yang tertampang di sana. Matanya berkilat penasaran ke arah kakek.
"Ini foto kapan? Kenapa muka Mas Alan penuh lumpur?"
Kakek melihat foto yang ditunjukkan Naya dan tertawa kecil. "Itu foto saat Al berumur tiga tahun. Sewaktu kecil dia memang sangat mudah penasaran. Aku dan Neneknya bahkan harus menyeret Al kecil dari kubangan lumpur saat dia mengorek-ngoreknya untuk mencari ikan di sana. Dia bilang dia harus mencari teman untuk Moly, ikan gobi kesayangannya. Dan kami bilang dia tak bisa mendapatkannya saat itu juga. Kami bilang ikan gobi hidup di tempat yang gelap dan dingin. Dan sangat jauh dicari. Al kecil mengira kubangan lumpur kecoklatan yang dingin di samping rumah kami adalah tempat tinggal ikan gobi. Dengan percaya dirinya dia mengorek lumpur itu sampai tubuhnya kotor. Nenek Al bahkan harus memandikan dia sebanyak lima kali supaya bersih."
Naya tertawa mendengar penjelasan kakekku. "Waktu kecil aja pemikiran Mas Alan udah sekreatif itu ya Kek? Bener-bener deh.."
Tiba-tiba wajah Kakek berubah murung. "Benar. Al saat kecil sangat kreatif dan juga aktif. Kepribadiannya berubah drastis setelah kedua orang tuanya bercerai. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali Al tersenyum semenjak dia kubawa kemari. Aku merasa bersalah setiap kali melihatnya pulang dari kantor dengan wajah lelah tanpa mengucapkan apapun padaku selain selamat malam." Kakek menghela nafasnya. "Aku tahu keputusan membawanya bersamaku bukan hal yang benar. Aku hanya tak sanggup melihat cucuku harus hidup bersama wanita itu dan suami barunya. Hati Al sangat lembut. Perceraian kedua orang tuanya membuat dirinya tertutup. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika dia kubiarkan tetap bersama wanita itu. Karena itu, walaupun harus menerima kebenciannya, aku tetap menahannya disisiku."
Aku terpaku mendengar ucapan kakek. Selama ini memang aku dan kakek tak banyak berkomunikasi selain menyangkut perusahaan. Kami memang tinggal bersama. Tapi aku bahkan lebih sering bertemu dengan rekan bisnisku daripada kakekku sendiri. Tadinya aku tak pernah mempermasalahkan itu. Aku memang selalu bersikap dingin kepada semua orang. Dan sekarang aku menyesal memperlakukan kakek seperti itu ketika kenyataan menghadapkanku dengan kebenaran pria tua itu mengkhawatirkanku setiap saat.
Naya tersenyum lembut dan menggenggam kedua tangan kakek. "Mas Alan itu laki-laki yang kuat, kek. Dia nggak selemah itu. Mas Alan nggak mungkin benci sama kakeknya sendiri. Meskipun diluar sikapnya ke kakek dingin, aku tahu pasti kalau Mas Alan menghormati kakek lebih dari siapapun." Istriku itu mengerling jenaka. "Lagipula, siapa sih orang yang bisa benci sama kakek-kakek kece kayak kakek di depanku ini? Kalo nggak inget udah punya Mas Alan, mungkin aku udah kepincut sama kakek." Guraunya yang membuatku hampir tersedak.
Kakek tertawa mendengar ucapan Naya. "Astaga. Al benar-benar pintar memilih istri."
Naya menaik turunkan alis matanya dengan ekspresi bangga. "Namanya juga Kanaya de Graff! Asal kakek tau, nggak ada yang nggak bisa aku lakuin di dunia ini. Ngambil hati Alan Eryodha de Graff? Gampang!" Balasanya penuh percaya diri. "Kalau aku mau, kek. Semua laki-laki di seluruh penjuru dunia bisa berutut di bawah kakiku."
Aku menggeleng pelan lalu memutuskan untuk menyudahi aksi narsis istriku itu. "Sebelum mereka berlutut di bawah kaki kamu, aku udah nendang mereka jauh-jauh. Nggak ada yang boleh nyentuh milikku."
Naya langsung melotot menatapku sementara Kakek tersenyum kecil mendengar penuturanku.
Melihat itu, senyumku secara spontan mengembang.
Dan kulihat kakek sedikit tersentak melihat senyumanku.
"Ish, Mas Alan ngagetin! Sejak kapan berdiri di situ?" Tanya Naya.
Aku berjalan mendekat dan duduk di sebelah istriku itu. "Udah dari tadi." Kulingkarkan tanganku di pinggangnya dan kuletakkan daguku di pundaknya. "Kamu nggak ada waktu aku bangun tidur. Waktu aku cari, ternyata lagi gombalin kakek-kakek. Kamu mau selingkuh ya dari aku?"
Naya menepuk tanganku yang mengurungnya pelan. "Siapa suruh Mas tidur kaya Aurora? Lagipula siapa yang ngegombal? Aku kan lagi ngelawak. Dan, siapa sih yang bisa aku selingkuhin? Boro-boro deket sama cowok lain. Ngomong sama mereka aja udah Mas pelototin."
Aku tertawa dan menarik pelan hidung Naya. "Kalau aku Aurora, aku butuh ciuman buat bangun kan? Kenapa nggak cium aku?"
"Ish, Mas Alan kebiasaan banget! Ada kakek tau di sini! Ditahan bentar kek kalo mau ngomongin hal mesum." Naya bergerak gelisah dalam pelukanku.
"Nggak ada yang namaya hal mesum kalo udah diomongin sama istri sendiri, sayang. Tanya deh sama kakek kalo nggak percaya." Kulirik kakek yang sedang menatap kami dengan tatapan 'dasar anak muda zaman sekarang.'
Tiba-tiba Naya mencubit lenganku. Membuatku lengah dan melepaskan pelukanku di tubuhnya.
Naya bangkit dari duduknya sambil memicingkan mata menatapku. "Aku nggak mau cium orang yang belum mandi." Jawabnya lalu menatap kakek. "Aku buatin kakek maccha tea, mau?"
Kakek tersenyum dan mengangguk.
Naya menatapku sebentar. "Mandi sana!" Ucapnya tanpa suara sebelum melangkah menuju dapur.
Aku tertawa kecil melihat tingkah istriku itu.
"Kau sangat mencintainya, Al?"
Aku menatap kakek lalu mengangguk. "Ja." Dan benar. Aku sangat mencintai Naya. Akan selalu mencintainya. Untuk kemarin, hari ini, dan besok. Akan terus terulang sampai nyawaku masih ada dan nafasku masih berhembus.
"Aku bisa melihat dia mengubahmu menjadi lebih manusiawi." Kakek tersenyum tulus kepadaku.
Aku ikut tersenyum.
"Akhirnya aku bisa melihat senyumanmu kembali. Sekarang aku tak akan malu menemui Kenny setelah memastikan cucu kesayangannya bisa bahagia." Kakek menerawang.
Aku menghela nafas mendengar ucapan kakek. "Oma pasti melihatku dari sana, Opa. Opa tidak perlu berkata begitu. Aku masih membutuhkan Opa di sini. Opa tidak bisa pergi menyusul Oma secepat itu."
Kakek tersenyum sendu melihatku. "Aku senang Al-ku sudah kembali. Wanita itu benar. Dia mampu membawamu kembali."
Aku mengangguk. "Dia memang bisa melakukan apapun." Ujarku sambil tersenyum simpul. Dia Kanayaku yang terbaik.
====
Nah, Yu-Chan..
Udah toh. Udah Up loh akunya.. wkwkwk, walopun agak ngaret sih. Soalnya, (kalo kata orang Batu Bara) aku tak ado inspirasi. Hihihi. Syukuri aja ya..
====Don't Forget to Vote and Comment
NaLan
Nawir-Chan
KAMU SEDANG MEMBACA
My Guide It's You (Completed)
RomanceAku---Kanaya Fathurrahmi---gagal menikah sama cowok yang udah kupacari selama dua tahun. Ajaibnya, aku berhasil nikah sama cowok yang baru kukenal selama dua hari. Heol, kurang daebak apa coba hidupku? Welcome to my story. 23/7/18 Ttd Nawir-Chan