Aku memandang gedung-gedung tinggi Amsterdam sambil bersenandung pelan. Bahagianya aku bisa memulai tur di negara ini. Walau Belanda nggak masuk ke dalam bucket list negara yang ingin kukunjungi, negara ini pastinya punya daya tarik yang membuat manusia dengan jiwa travel tinggi sepertiku tetap gatal untuk menjelajah. Apalagi Belanda itu punya sejarah panjang di negeri pertiwi. Wajar dong ya, aku pengen gantian menjajah?
Alan yang duduk di sampingku tiba-tiba tertawa kecil.
Aku memandang suamiku dengan satu alis terangkat. "Apa yang lucu, Mas?"
Alan menggenggam tanganku erat. "Enggak boleh."
"Hah?"
Alan mengedipkan sebelah mata lalu mencium tanganku yang berada dalam genggamannya. "Kamu nggak boleh menjajah apapun disini."
Apa aku kembali menyuarakan pikiranku? "Kenapa?"
"Karena guide-nya hari ini aku."
Senyumku mengembang. "Mas mau jadi guide-ku?"
Alan menoel pucuk hidungku. "Bukannya aku udah jadi guide kamu saat akad pernikahan kita? Ketika saksi mengucap kata sah, aku otomatis berubah jadi pemandu, pembimbing, dan penunjuk arah kamu. Itu peranku. Selamanya akan begitu."
"Duh," Senyumku makin melebar. "Pinter banget sih suamiku ini ngomong. Belajar dimana?" Ujarku sambil mencubit pipinya.
Alan baru akan membalas ucapanku saat dering ponselnya terdengar. "Sebentar." Ucapnya lalu mulai bicara dengan bahasa Belanda.
Aku membiarkan Alan sibuk dengan pembicaraannya sementara aku kembali bersenandung sambil melihat jajaran gedung dari balik kaca mobil.
"Maaf, Nay." Ujar Alan setelah selesai dengan panggilannya.
Aku langsung memandang suamiku itu. "Maaf kenapa?"
"Kita nggak bisa jalan-jalan buat beberapa hari ini."
"Kenapa?"
"Ada masalah di kantor."
"Serius banget ya?"
Alan menghela nafas. "Iya. Ada masalah sama beberapa investor."
Nggak heran sih, perusahaan sebesar itu pasti punya masalah yang besar juga. Aku gantian menghela nafas. "Okedeh. Nggak masalah. Aku balik ke mansion Kakek aja."
"Nggak perlu. Kamu bisa ikut aku ke kantor."
"Ha?"
Dan begitulah asal-muasal aku bisa terdampar ke dalam ruangan super mewah yang katanya merupakan ruangan kerja Alan.
"Anda bisa beristirahat di dalam ruang istirahat milik Mr. de Graff jika anda lelah Mrs. de Graff. Saya akan berada di ruang rapat bersama Mr. de Graff. Jika anda ingin sesuatu anda bisa menghubungi saya melalui telepon ini."
Aku mengangguk kikuk kepada Lethio Drick, sekretaris Alan yang sama wah nya dengan ruangan ini sembari menerima ponsel yang disodorkannya. "Thankyou, Mr. Drick."
Setelah pria jangkung berkacamata itu pergi, mataku dengan cepat menjelajah ruangan tempatku berada. Meja kerja yang besar, sofa mewah, dan perkakas kantor model terbaru. Aku melangkah mendekat, tersenyum kecil saat tanganku menyapu papan nama di atas meja.
Chief Executive Officer: Mr. Alan Eryodha de Graff.
Kulangkahkan kakiku menuju kaca jendela besar dan pemandangan kota Amsterdam dari lantai lima puluh tujuh dari ruangan ini membuat mataku berbinar. Ketinggian yang menakjubkan, pikirku. Setelah puas memandangi padatnya jalanan, aku mulai menjelajah seluruh ruangan. Ada toilet, dapur mini, bahkan tempat istirahat. Jangan bayangkan tempat istirahat versi Kanaya-tempat duduk kayu dan sebuah kipas angin-karena tempat istirahat yang satu ini lebih pantes disebut kamar. Walau berukuran sedang, kasur empuk yang sedang kududuki ini sepuluh kali lebih nyaman daripada tempat tidurku di rumah kontrakan. Televisi LED yang dilengkapi DVD itupun sama luar biasanya. Udara AC yang sejuk dan pemandangan di bawah juga. Kalau aku dikurung disini sendirian pun aku betah-betah aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Guide It's You (Completed)
Roman d'amourAku---Kanaya Fathurrahmi---gagal menikah sama cowok yang udah kupacari selama dua tahun. Ajaibnya, aku berhasil nikah sama cowok yang baru kukenal selama dua hari. Heol, kurang daebak apa coba hidupku? Welcome to my story. 23/7/18 Ttd Nawir-Chan