Bab 2 : Seoul

4.5K 208 2
                                    

Aku memandangi jalanan Seoul yang masih ramai meskipun matahari udah terbenam beberapa jam lalu. Gedung-gedung tinggi, pertokoan, butik, dan tempat makan seakan berlomba menerangi malam ibu kota Korea Selatan ini. Di dalam cafe yang kulewati kulihat banyak orang berbincang sambil sesekali tertawa. Ada juga seorang wanita paruh baya yang ngebawa brosur asik memberikan kertas itu kepada setiap orang di ujung jalan sana. Seorang wanita dan sepasang anak kembar berjalan melewatiku sambil berdebat mengenai menu makan malam mereka sesampainya di rumah. Aku nyunggingin seulas senyum. Sambil memakan ice cream di tangan kananku, aku berjalan menikmati suasana di sekitarku.

Ramai dan berisik.

Aku menyukai kedua suasana itu. Dibandingkan dengan suasana sunyi dan senyap, dua suasana itu lebih menyegarkan mata dan juga pendengaranku. Meski ada juga saat dimana aku membutuhkan ketenangan. Tanpa suara yang membebani telinga. Tapi di saat suasana hatiku yang datar seperti sekarang ini, keramaian di sekitarku sangat membantu. Suara berisik di sekitarku membuatku sedikit hangat di musim semi.

Tiba-tiba aku merasa kantung belanjaan di tangan kiriku diambil, digantikan dengan genggaman tangan seseorang. Aku langsung menghentikan langkahku lalu memandang orang di sampingku.

"Noona, nikah yuk."

Aku memandang orang yang menggenggam tanganku yang juga mengajakku menikah dengan mata melotot. Dengan satu gerakan kutarik tanganku dan langsung ku arahkan tanganku tadi ke dahinya.

Tukk

"Aww." Orang itu memandangku sambil mengelus-elus dahinya yang baru kusentil. "Sakit tauk!" Serunya.

Aku menyentuh bagian atas kepalaku untuk membetulkan pashmina yang melilit kepalaku. Gara-gara gerakan refleks yang tadi kulakukan, pashminaku jadi sedikit maju ke depan. Aku menghembuskan nafas lalu berkacak pinggang dengan tangan kiri sementara tangan kananku masih memegang ice cream. Kupandangi cowok belasteran Korea-Indonesia di depanku dengan tatapan tajam. Tanpa mempedulikan rasa sakit yang kutimbulkan akibat menyentilnya tadi, aku memarahinya. "Udah gue bilang juga jangan sentuh gue! Bukan muhrim! Masih aja nyarik masalah ama gue! huh!"

Devan Kim, cowok berwajah innoncent di sampingku ini memberengut. "Ya lu sih! Asik bener merhatiin orang lain. Ngerasa kaya kacang gue tau nggak?"

Aku memandang Devan sebentar, mengambil kantung belanjaanku lagi lalu memberikan susu strawberry kepadanya. Kuhabiskan ice cream-ku yang memang hampir habis dan membuang sticknya ke tempat sampah terdekat. Kupandangi Devan yang masih memandangi susu strawberry yang kuberikan dengan pandangan bimbang. Nggak lama setelah itu dia menghela nafas dengan sikap nyerah lalu memasukkan sedotan di susunya. Aku tersenyum kecil.

Devan meminum susunya lalu berjalan beriringan lagi bersamaku. "Lo kok suka banget sama susu strawberry sih, Noon? Kayak anak kecil."

Aku mandang Devan. Kok dia nggak sadar sih kalo yang lagi minum susu kekanakan itu dirinya sendiri? Ingin rasanya tangan ini menyentil dahinya lagi. Tapi aku tau suasana hati Devan lagi nggak bagus. Buktinya dari tadi dia cuma ngintilin aku kemana-mana. Dari mulai toko sepatu, supermarket, apotek, sampai jalan berdampingan seperti sekarang ini. Jadi yahh, kali ini aku ngalah. Aku nunggu dia sendiri yang cerita apa masalahnya.

Udah jadi kebiasaan memang kami berdua jalan begini. Karena lahir di negara yang sama dan punya hobi yang sama, aku dan Devan sering bersama. Beberapa orang yang melihat kami sering beranggapan kalau kami ini sepasang kekasih. Bahkan beberapa mantan pacar Devan meminta putus darinya karena beranggapan Devan lebih sering bersamaku dan lebih perhatian kepadaku. Alasan yang nggak masuk akal menurutku. Seandainya aja mereka bisa berbahasa Indonesia, mereka pasti tau kalo hubunganku sama Devan itu lebih terlihat kayak kakak-adik yang suka debat.

My Guide It's You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang