Bab 11 : Mustahil

2.8K 178 1
                                    

Jinhae.

Tempat destinasi yang paling cocok untuk pecinta bunga, khususnya sakura. Musim semi di Stasiun Kyeong-Wha, Jinhae adalah tempat terbaik menikmati keindahan cherry blossom. Letaknya di tepi tenggara Korea. Terkenal sebagai penyelenggara festival bunga sakura terbesar setiap tahunnya. Bagi pecinta sakura sepertiku, tempat ini adalah surga dunia. Setiap orang yang melewati kami terlihat mengagumi pohon sakura yang bermekaran. Beberapa kelopak bunga yang jatuh menebarkan harum yang khas. Aku tersenyum dan menjelaskan beberapa hal kepada peserta tour-ku.

Tapi kelihatannya fokus mereka nggak hanya ke aku. Lumayan kalau fokus mereka ke aku dan bunga sakura, nyatanya fokus mereka malah ke aku dan juga Alan yang lagi berpegangan tangan. Bukannya aku nggak menolak diperlakukan begini sama suamiku, tapi dianya aja yang keras kepala.

"Kamu istriku. Milikku. Terserah aku mau apa." Sahutnya saat aku menatapnya dengan tatapan protes. Lagi, dia menjawabku seperti itu. Menyebalkan mengetahui aku nggak bisa membalas perkataannya. Dan sialnya juga, sweater rajutan dan juga celana jeans yang dipakainya itu kelihatan pas banget ditubuhnya. Mau ngambek kan jadi susah.

"Kana-Ssi!"

Aku tersenyum kepada Sifa yang mengacungkan tangan. "Ya Sifa-Ssi?"

"Saya mau tanya."

"Apa itu?"

"Kana-Ssi pacaran sama Pak Alan?"

Glekk. "Eh?" Aku mandang Alan. "Saya dan Pak Alan-"

"Kami suami-istri." Jawab Alan memotong ucapanku.

Para peserta tour kami langsung menatapku dan Alan dengan tatapan kaget. Mea bahkan mendekatiku dengan keheranan yang nggak bisa disembunyiin. "Kalian.. udah menikah?"

Aku nyentuh tengkuk belakangku dan menatapnya ragu. "I.. iya."

"Kapan?"

Alan melepas genggaman tangannya lalu merangkul bahuku. "Kami menikah dua hari yang lalu." Alan tersenyum kepadaku lalu mengecup keningku.

Sebelum aku sempat bereaksi dan melihat reaksi para peserta tour-ku yang lain setelah Alan menciumku, sebuah suara menginterupsi pikiranku.

"Kana Noona!!"

Aku melihat ke sumber suara dan mendapati seorang cowok berpakaian bagus dengan topi dan juga kacamata hitam tengah berlari ke arahku. Mataku membesar saat menyadari bahwa cowok yang baru meneriaki namaku adalah Devan. Kok dia di sini? Bukannya dia balik ke Indonesia?

Devan melewati semua peserta tour-ku dan berhenti tepat di depanku dengan nafas sedikit tersenggal. Dia membuka topi dan kacamatanya, menampakkan raut protes kepadaku.

"Aku sedang bekerja." Ujarku pake bahasa Korea. Aku dan Devan sepakat berkomunikasi menggunakan bahasa Korea kalau dalem situasi kerja kayak sekarang. Soalnya, dulu pernah saat aku dan Devan ketemu di situasi kayak begini, dan dia ngomong sama aku pakek bahasa Indonesia, dia terpaksa harus ikut tour karena peserta tour-ku merengek memintanya ikut. Bukan cuma sehari, tapi setiap hari. Wajar sih, Devan kan emang ganteng. Sekelas model top di Indonesia lah. Tapi siapa sih yang tahan jadi boneka hidup? Mending kalau Devan dibayar karena ngikutin kami, ini malah dia yang harus bayar. Kata Pak Hadi, nggak ada yang gratis. Kalau mau ikut tour ya harus bayar. Maklum, Pak Hadi itu selain cerewet juga pelit.

"Arasso." Balasnya sambil memutar bola mata.

Kulihat beberapa peserta tour-yang cewek-mulai mandang Devan dengan penuh minat. Pandangan mereka seolah mengatakan, ada artis korea nyasar nih. "Kenapa kau ada di sini? Kapan kau kembali?"

My Guide It's You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang