PROLOG

4.4K 232 75
                                    

PROLOG

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PROLOG

•••

"Gugun cinta, kamu di mana? Keluar yuk, aku bosan nih di rumah," ajak Gesna dengan suara dilembut-lembutkan supaya terdengar manja.

Guntur langsung menjeda PS-nya begitu mendengar Gesna berceloteh tanpa mengucapkan 'Halo' lebih dahulu, begitu dia mengangkat telepon.

"Sumpah mati! Gue jijik dengarnya!"

Gelegar tawa renyah Gesna meledak. Gaya bicara Gesna yang dipoles-poles itu terendus sebagai rayuan ulung yang pasti ada rencana busuk terselip. Dia hafal sekali bagaimana Gesna sejak SMP. Hafal mati.

Gesna mana mungkin bersikap manis dan hanya akan menjelma bersikap manja kepadanya jika ada mau. Jadi, kalau gaya bicara Gesna sudah berubah aneh, tentu Guntur butuh konsentrasi, jika tidak, Guntur bisa terjebak.

"Udahlah, Ge. Bilang aja, lo pengin ke mana?" tebak Guntur tepat sasaran dan memusatkan perhatian.

Gesna terkekeh nyaring di seberang telepon, sangat nggak cocok sama gaya bicaranya barusan. Guntur bisa membayangkan senyum kemenangan terbit di wajah sahabat yang super menyebalkan itu.

"Kayak biasa. Pahamlah," jawab Gesna santai seolah Guntur sudah mengerti akan keinginan dia.

"Malas!" potong Guntur sembari menyandarkan punggung panjangnya di sofa.

Tawa Gesna kembali lepas. Tawa tiga senti yang membuat pendengarnya juga pengin tertawa. Tawa membahana yang sangat khas milik seorang Gesna. "Ayolah, Cinta. Temenin para bidadari ini. Kalau nanti selendang gue dicuri, gimana? Bisa-bisa gue nggak bisa balik lagi ke kahyangan," rayu Gesna dengan suara halus kembali.

"Lo pikir lo NawangWulan?! Jaka Tarub aja mikir ratusan juta abad kalau mau nyuri selendang lo, apalagi manusia biasa," hujat Guntur sambil memutar bola mata.

Namun, Gesna tidak sakit hati akan balasan Guntur. Cewek itu masih saja tertawa lepas, seperti tahu meski dihujat, setiap permintaannya tidak akan ditolak Guntur. Seakan dukun sakti, Gesna tahu kalau dia akan tetap mengalah sama cewek itu. Kenyataannya, memang sih. Mereka itu selalu kompak tolong menolong dan dia tidak akan keberatan jika diminta tebengan, diminta mentraktir, atau dipaksa ini itu oleh Gesna.

"Jadi intinya ajalah. Lo ... nggak mau temenin, nih?" pancing Gesna dengan suara yang terdengar misterius.

Nah, sehafal mati itu Guntur. Kalau sudah seperti ini, mana mungkin dia bisa berkelit? Tanpa Gesna bilang, dia tahu kalau cewek itu sedang mengancam. Gesna bisa begitu mudah mengeksekusi kemauan karena tahu kelemahan Guntur. Bocah itu akan muncul tiba-tiba ke rumahnya yang hanya beda blok dan mengadu kepada Mamah, ibu Guntur. Kalau Mamah sudah bertitah, Guntur bisa apa?

MATAHARI APITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang