30 : Lies

2.4K 106 0
                                    

Los Angeles, USA
21.48

Dylan sampai di depan sebuah bangunan kosong. Apa ini bercanda? Bukan. Dylan mendengar seorang lelaki memanggil namanya.

"Sorry gue pilih tempat ini. Gue ga suka keramaian. Kalo lo takut, bangunan ini ga angker kok." ucap Adam yang datang dari dalam bangunan itu. "Oh.. oke." balas Dylan. "Langsung naik aja." ucap Adam.

Adam membawa Dylan ke rooftop bangunan itu. Mereka berdua pun duduk diatas itu.

"Jadi, lo mau ngomong apa?" tanya Dylan.

"Gue pacaran sama Miranda sekitar empat tahun yang lalu. Hubungan kami bertahan sampe dua tahun. Gue putusin dia setelah tau ulah busuk dia di belakang gue. Gue sama Miranda emang suka pergi ke klub malem. Suatu malem, dia minta gue ngelakuin hubungan itu. Gue nolak, dan dia marah sama gue. Akhirnya dia pergi, dan gue pulang." ucap Adam kemudian menarik nafasnya.

"Waktu itu gue sempet sakit sekitar tiga mingguan kalo gue ga salah inget. Dia dateng sih, jenguk gue. Tapi gue liat badan dia beda banget. Jadi lebih berisi, terutama di bagian perutnya. Gue ga mau curiga, mungkin emang dia lagi makan banyak kali ya." lanjutnya.

"Setelah gue keluar dari rumah sakit, tiba-tiba ada laki-laki yang ngadu sama gue, kalo Miranda ngaku dihamilin sama dia. Namanya Damian. Akhirnya gue tanya Miranda, dan akhirnya dia ngaku kalo dia hamil. Jadi kesimpulan nya, Miranda ngelakuin seks sama cowo-cowo yang dia ga kenal, dan ngincar cowo-cowo kaya, termasuk lo dan Damian buat tanggung jawab." sambungnya.

Dylan rasanya ingin membuka mulutnya saat mendengar cerita Adam.

"Gue yakin yang sekarang dia kandung itu bukan anak lo Dyl. Pasti dari cowo lain yang ngelakuin seks sama dia." ucap Adam.

"Gila." hanya itu yang terucap dari bibir Dylan. "Tapi gue ga mau dia aborsi." sambungnya. "Mustahil. Kalo lo ga mau jadi suaminya, dia bakal aborsi." balas Adam. "Gue ga bisa, Dam." ucap Dylan.

"Iya gue tau. Lo punya tunangan 'kan?" tanya Adam. "Lo tau juga?" tanya balik Dylan. "Tuh, cincin lo." jawab Adam sambil menunjuk cincin yang dipakai Dylan. Dylan tersenyum melihat cincin itu.

"Jadi, sebenernya lo lagi berusaha buat selamatin pertunangan lo 'kan?" tanya Adam. "Iya, Dam. Dia pergi karena hal ini. Walaupun dia sebenernya ga tau." jawab Dylan. "Gue salut sama lo. Ya walaupun kita baru kenal, tapi gue bangga sama lo." balas Adam.

"Thanks. Besok, lo bisa temenin gue tes DNA?" tanya Dylan. "Bisa banget. Gue ga capek kok bantuin orang buat lepas dari jeratan Miranda." jawab Adam. "Maksud lo udah banyak cowo yang nasibnya sama kayak gue?" tanya Dylan. "Kurang lebih iya." jawab Adam.

"Sinting juga mantan lo." balas Dylan.
"Gue udah ga pernah anggap dia mantan gue." ucap Adam yang membuat Dylan tertawa.

Los Angeles, USA
09.27

"Dyl, makan nya jangan buru-buru kenapa sih?" tanya Eleanor yang gemas dengan calon suami sahabatnya itu. "Gue mau tes DNA. Kalian ikut juga. Jadi saksi." jawab Dylan setelah menelan makanannya. "Siap bos." balas Harvey.

Setelah mereka selesai sarapan, mereka bertujuh segera menuju parkiran mobil dan melaju ke rumah sakit untuk bertemu Adam dan tentunya juga Miranda.

"Guys, ini Adam, temen baru gue." ucap Dylan pada para sahabatnya. "Ini Dillon, Harvey, Lea, Eleanor, James, dan Jenna." ucap Dylan mengenali sahabatnya satu per satu. "Halo, gue Adam." ucap Adam.

Adam terpaku saat berkenalan dengan Jenna. "Hai." sapa Jenna. Adam tersenyum. "Halo." balas Adam. "Ehem. Suka ya Dam?" tanya Harvey jahil. "Belom." jawab Adam. "Berarti akan?" tanya Harvey lagi. "Iya." jawab Adam kemudian tersenyum pada Jenna.

"Mantap." ucap Dillon.

"Mana si Miranda?" tanya Dylan.
"Dia lagi cek duluan." jawab Adam.
"Bagus. Gue yakin itu bukan anak gue." ucap Dylan.
"Gue semalem ditelfon sama cowo yang katanya ngelakuin hubungan sama Miranda." ucap Adam.

"Gila, hebat juga lo." ucap James.
"Hubungan gue sama Miranda emang sempet booming banget, jadi ya mereka tau gue. Kalo ada apa-apa, minta tolong sama gue juga." jelas Adam. "Nanti cowo nya kesini." sambungnya.

"Puji Tuhan." ucap Dylan.
"Lega 'kan?" tanya Adam.
"Lega banget Dam. Makasih loh." jawab Dylan. "Gue minta nomor rekening lo ya." sambungnya.
"Ya elah, ngapain sih? Ga usah kali. Gue bantuin lo tuh udah ikhlas, ga usah, ga usah." balas Adam. "Beneran?" tanya Dylan. "Iya beneran, Dyl." jawab Adam. "Makasih Dam." balas Dylan. Adam mengangguk.

"Kalo dijodohin sama Jenna, mau ga?" tanya Harvey. Jenna pun menyikut sepupu jauhnya itu. "Kalo itu, gue sih mau aja." jawab Adam yang membuat wajah Jenna memerah.

"Silahkan, selanjutnya Tuan Dylan Warren." ucap perawat setelah memperbolehkan Miranda keluar.

Saat Dylan masuk ke ruangan tes dan Miranda keluar dari ruangan itu, keadaan menjadi hening. Namun Adam memecah keheningan itu.

"Lo ga malu ya? Berkali-kali nipu cowo pake ide yang sama?" tanya Adam.
"Bukan urusan kamu." jawab Miranda.
"Gila sih." ucap Adam.
"Dam, ke restoran sebelah yuk." ajak James. Adam mengangguk. Dan mereka bertujuh pun meninggalkan Miranda sendirian di ruang tunggu.

🍼

"Oh iya, tunangan nya Dylan.. dia kemana?" tanya Adam. "Kami pun juga ga tau Dam. Satu-satunya jejak yang ditemuin detektif cuma pas dia di bandara." jawab Dillon. Adam menggelengkan kepalanya. "Wah gila sih sampe sewa detektif. Ga kebayang betapa cintanya Dylan sama.. siapa?" ucap Adam. "Namanya Jessica." jawab Jenna.

"Iya, Jessica." ucap Adam. "Lo kerja atau kuliah Dam?" tanya Harvey. "Gue baru lulus kuliah magister. Sekarang gue megang beberapa perusahaan papa gue." jawab Adam. "Tuh, pengusaha tuh Jen!" goda Harvey. Adam tertawa. "Ga ada rencana buat menikah? Umur lo berapa?" tanya Lea.

"Dua puluh delapan tahun. Belom ada calon nih." jawab Adam. "Jen! Boleh tuh." ledek James. "Eh lo apaan sih." ucap Jenna sambil mencubit lengan James. Adam tertawa. Lucu juga junior-juniornya, pikirnya.

"Emangnya Jenna belom punya pacar?" tanya Adam. "Tuh, ditanyain Jen." ucap Eleanor. Wajah Jenna memerah lagi. "Belom." jawab Jenna. Adam menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. "Kenapa? Suka yaaaa?" ledek Harvey. "Suka kok." jawab Adam.

"Oy!" ucap Dylan yang baru saja sampai menyusul mereka bertujuh. "Gue cariin kirain dimana." ucap Dylan. "Hasilnya dikasih tau kapan Dyl?" tanya Adam. "Nanti sore." jawab Dylan. "Kok cepet?" tanya Jenna. "Gue paksa harus sore ini juga. Gue ga ada waktu cuma buat nungguin hasilnya, gue harus cari Jessica." jawab Dylan.

"Udah ada kabar lagi dari Floyd?" tanya Dylan. "Nanti malem dikabarin. Pihak bandaranya masih cari berkas." jawab Eleanor.
"Bagus." balas Dylan.

Los Angeles, USA
18.11

Dylan beserta teman-temannya datang kembali ke rumah sakit untuk mengambil tes yang sudah dijalani.

"Good luck Dyl." ucap Adam.
"Yo." balas Dylan.

Adam, Dillon, Eleanor, Harvey, James, Jenna, dan Lea jauh lebih tegang dibandingkan Dylan. Dylan yakin seratus persen anak yang dikandung Miranda itu bukan darah dagingnya.

"Dylan bakalan ngamuk banget pasti kalo Miranda bohong. Nyusahin aja tuh orang." ucap Eleanor. "Bakalan lebih ngamuk seandainya Miranda hamil anaknya. Seandainya." ucap Adam.

Pintu ruangan itu kembali terbuka. Menunjukkan Miranda yang menangis kemudian kabur meninggalkan mereka semua. Di belakangnya, terdapat Dylan yang tersenyum bahagia dan sedang berterima kasih dengan dokter.

"Jadi?" tanya Dillon.
"Gue lega. Banget. Puji Tuhan." jawab Dylan sambil mengelus dadanya.
"Puji Tuhan." ucap mereka semua.
"Dam, makasih banget. Gue ga tau harus ngapain kalo ga ada lo." ucap Dylan sambil memeluk Adam dan menepuk-nepuk punggungnya.
"Sama-sama Dyl. Seneng bisa bantu lo." balas Adam.

"Sebagai gantinya, lo harus dateng ke pernikahan gue." ucap Dylan. "Ga usah repot-repot kali." balas Adam. "Gue ga terima penolakan." ucap Dylan. "Oke, gue dateng." balas Adam. "Jadi pasangan nya Jenna kan lumayan nanti." ucap Eleanor.

Mereka pun tertawa lagi, sedangkan Jenna kembali malu karena ulah teman-temannya.

"Sekarang, kita cari tunangan lo." ucap Adam.

🍼🍼🍼

The Baby ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang