[20] Park Family

3.7K 418 5
                                        




"Kita punya pekerjaan, Even."

Namja tinggi teman Jimin itu melotot kaget. Isak dan Yoongi yang duduk tak jauh darinya pun sama terkejutnya. Hanya saja, sebab keterkejutan mereka berbeda. Even terkejut karena, hei, dia sedang enak enak minum soda dan tiba tiba di beritahu ada pekerjaan? Tentu saja, ia senang. Jika bisa pun ia sangat ingin berterimakasih pada semua orang yang turut serta membuat soda yang di minumnya. Oke, abaikan.

Sedangkan, Yoongi dan Isak terkejut karena 'pekerjaan' itu artinya kekasih mereka akan membunuh orang, bukan? Yoongi tak begitu terkejut karena sebelumnya ia pernah melihat Jimin membunuh, saat mereka camping. Yang paling terkejut, tentu saja, Isak. Ia bahkan secara tak sadar memandangi Jimin dan Even bergantian.

"Dimana?"

"Belum tau."

"Target?"

"Pembunuh Park Jaejoong."

Ketiganya tersentak. Jelas terkejut karena Jimin baru saja menyebut nama ibunya. Ia tak salah ucap, kan?

"Park Jaejoong?"

"Iya, ibuku."

"Tapi, bagaimana bisa, Jim? Ibumu di bunuh?"

"Ceritanya panjang. Lebih baik kau mencari informasi."

"Baiklah."

Tak butuh waktu lama, Even pun melesat ke ruang yang di penuhi komputer. Di lorong lorong, mereka sempat berpapasan dengan sang pemilik markas besar ini. Kwon Jiyong.

"Mau kemana?"

"Kami butuh informasi tentang pembunuh Park Jaejoong, hyungnim."

Jiyong tersenyum tipis dengan jawaban Jimin. Sebenarnya, ia memang sengaja membiarkan kelompok pembunuh Nyonya Park tersisa dan membiarkan Jimin yang menghabisinya. Ternyata, pikiran Tuan Park sama seperti dirinya.

"Aku menyimpan filenya di komputer di ruanganmu, Jimin. Cari di bagian file yang tidak pernah kau buka sama sekali dan kau akan menemukannya."

Senyum formal yang Jimin perlihatkan pada sang boss luntur. Digantikan oleh wajah datar tanpa ekspresi yang siapapun tak akan bisa menebak apa yang Jimin pikiran.

"Terimakasih, hyungnim."

Tangan kanannya itu berlalu, tanpa mempedulikan ketiga namja yang sejak tadi berdiri di belakangnya. Jiyong tersenyum maklum.

"Kalian, ikut aku saja. Ku traktir makan."

Dimana yang paling antusias adalah Even lalu Isak. Yoongi? Ia bahkan belum melepaskan pandangannya dari Jimin yang sudah hilang di ujung lorong.

"Yoongi?"

Bungsu Min itu tersentak dan spontan menoleh pada sang pemanggil namanya. Tak sengaja meneriakkan kata 'apa' dengan keras sebelum di tutupnya mulut sialannya itu dengan tangan.

Anak tunggal Tuan Kwon merangkul bahunya akrab, seakan Yoongi adalah adiknya. Tersenyum lembut sebelum mengatakan kalimat yang mau tak mau ikut membuat Yoongi tersenyum juga.

"Jimin hebat, Yoon. Aku bahkan tak percaya ia mengorbankan nyawanya untukmu. Kau harus tau satu hal, ia sungguhan mencintaimu. Saranku, jangan lepaskan dia, apapun yang terjadi."

"Tentu saja."

-DANGEROUS-

Jimin mendudukkan dirinya kasar di kursi ruangan pribadinya. Surai light blue nya semula rapi kini berantakan. Mencuat kemana mana. Ia beralih menghidupkan komputernya dan saat menunggu tanda loading, ia melirik CCTV di ujung ruangan. Jari tengahnya mengacung tegak tepat di depan kemera itu lalu berseru lantang,

DANGEROUS [my]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang