Aku terlelap tidur karena kelelahan, sampai jam 22.00 wib aku terbangun. Aku langsung ke kamar mandi ambil air wudhu karena belum sholat Isya, aku melihat Usman tidur di kursi.
Rasanya aku tidak tega melihatnya tidur di kursi, aku ingin membangunkan Usman, tapi tidak tega. Setelah sholat, aku menggelar selimut di bawah tempat tidur, aku tidak enak kalau aku harus tidur di kasur.
Entah kenapa saat itu aku lelah sekali, mungkin karena pesta pernikahanku dan perjalanan ke Bandung membuatku amat lelah, akupun tertidur lagi.Saat bangun pagi, aku tak terasa berada di kasur dan tubuhku di selimuti, padahal selimut itu aku gelar di bawah lantai.
Aku melihat Usman tidur di bawah hanya dengan sebuah bantal, aku merasa kejam sekali saat itu pada suami, karena rasa ketakutan dan trauma membuat Usman tidur di karpet. Aku mandi dan selesai mandi ternyata Usman sudah duduk, diapun menuju kamar mandi.
Usman banyak diam, membuatku merasa bersalah, apakah dia marah atau tersinggung, akupun menanyainya.
"Mas... " sapaku.
"Ya, Vi... " jawab Usman singkat.
"Mas... " panggilku lagi
"Ya Vi, ada apa? katakan saja, ada apa?" jawab Usman mendekatiku.
Aku tidak mampu untuk mengucapkan minta maaf, tidak terasa airmataku tumpah. Usman menenangkanku.
"Vi... sudah jangan menangis ya? aku tahu kamu belum siap jadi istri, kamu kangen sama Ibu? nanti setelah acara wisuda Mas langsung antar pulang ya?" ucap Usman menenangkan.
Usman salah paham dengan kesedihanku. Saat itu aku makin menangis, kata-katanya sangat bijak membuatku semakin bersalah, Usmanpun bertambah serba salah dan mengusap air mataku, dia mengira aku tidak betah bersamanya. Padahal aku hanya ingin minta maaf, karena sudah membuatnya tidur di bawah."Mas... " lirihku.
"Iya... Mas di sini, tenang, pelan-pelan Vi, tolong jangan takut sama Mas, ya? Mas tidak akan berbuat macam-macam kok!" jawab Usman penuh sabar.
"Maafkan aku Mas, gara-gara aku Mas tidur di bawah," ucapku sambil menangis.
Usman menundukkan kepala, menahan tawanya, biasanya dia senang sekali mengejekku tapi pagi itu dia begitu kalem dan bijak.
"Vi? Mas tidak apa-apa, jangan merasa bersalah, ya? Mas ini suamimu Vi, atau kalau masih canggung anggaplah Mas ini sahabatmu, jangan merasa tidak enak pada Mas, ya? Mas selama ini suka bercanda mungkin membuatmu sakit hati, Mas minta maaf, ya?" kata Usman bijak.
Kami saling berpandangan, aku memandanginya tidak percaya ada laki-laki sebaik ini, Usman memandangiku seperti merasa kasihan, Usman berdiri dan mengajakku siap-siap ke acara Wisuda.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Azab Penjual Perawan
Non-FictionKisah nyata untuk dewasa Jangan lupa follow, komentar dan bintangnya. Terimakasih Salam hangat Mamah Ranggi