Usman mengajak aku dan Kakak ke Kota, untuk melihat area yang cocok untuk buka usaha baru. Rencananya akan di buka bengkel untuk Kakakku.Saat melintasi pinggiran Kota, aku melihat wanita berjalan terseret-seret, dan duduk di pinggir jalan, Kakakku langsung teriak.
"Itu kan Mamih Yos! lihat rambut dan bajunya kumal sekali," teriak Kakak.
Usman mengendari mobil dengan sangat pelan, Mamih Yos dengan raut muka kusut dan menyedihkan, ketika mobil berhenti tangannya langsung menengadah meminta sesuatu. Aku terkejut melihat kakinya penuh borok dan banyak lalat yang hinggap di boroknya.
Aku dan Mamih Yos saling berpandangan, Usman langsung menyuruhku memberi uang, tanganku gemetar saat aku akan ambil uang karena melihat mata Mamih Yos melotot dan mengenaliku langsung memaki.
"Kamu! kamu! gara-gara kamu anakku meninggal!" teriak Mamih Yos.
Sambil menyeret kakinya, hendak mengahampiriku, Usman buru-buru menutup kaca jendela mobil, dan melajukan mobilnya. Aku masih gemetar dan bertanya pada Kakakku.
"Kak... katanya dia gila? tapi kenapa dia masih mengenaliku?" tanyaku heran.
"Entahlah Vi, aku hanya mendengar dari tetangga, Mamih Yos keluar dari rumah kita, seperti orang ketakutan, sering teriak sendiri dan bicara sendiri," jawab Kakak.
Aku semakin resah memikirkannya, melihat wajah Mamih Yos membuatku teringat lagi masa lalu. Usman menenangkan aku agar tidak pikiran.
Masa cuti Usman telah habis, Usman harus kembali ke kota asalnya. Ibuku pulang dari pasar langsung buru-buru dan mengunci pagar serta pintu, Ibu langsung menyeret tanganku.
"Vi... ! Vi... ! sini! kamu jangan keluar, Ibu tadi melihat Ayahmu dan Sari juga Bowo berdiri di sebrang jalan," ucap Ibu gemetar.
Aku syok mendengarnya, dan langsung gemetar. Aku takut Ayahku berbuat macam-macam lagi. Telepon berdering, aku sangat takut mengangkatnya, Kakakku langsung mengangkatnya dan ternyata Ayahku yang menelepon.
"Mana Evi! Ayah ingin bicara dengannya!" tanya Ayah dengan nada tinggi.
"Ayah mau apa lagi mencari Evi! belum puas Ayah menyakiti Evi?!" jawab Kakak.
"Mamih Yos, menagih hutang pada Ayah gara-gara Adikmu dulu! kalau kalian tidak mau bayar, Ayah akan beritahu Mamih Yos, biar dia tahu rumah Evi, dan dia yang nagih sendiri!" gertak Ayah.
"Silahkan saja Ayah! Kalau dia berani ke sini, akan aku laporkan mucikari itu pada Polisi! Ayah yang pakai uangnya! bukan Evi! jadi jangan coba-coba peras Evi!" hardik Kakak.
Aku dan Ibu berpelukan, merasa takut mendengar perdebatan Kakak dan Ayahku, Ayahku masih belum berubah dan terus mengganggu kehidupan kami.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Azab Penjual Perawan
Non-FictionKisah nyata untuk dewasa Jangan lupa follow, komentar dan bintangnya. Terimakasih Salam hangat Mamah Ranggi