Sedang revisi

1.9K 67 0
                                    

Sampai adzan Subuh rasa sakitku berkurang, Ibuku membuatkan teh manis. Pagi itu aku tidak kuliah karena libur. Aku membantu Ibu menata barang ke kardus, aku menyapu teras depan, aku melihat motor bebek lari sangat kencang, seorang lelaki tua membonceng Mamih Ungil. Di belakang motor, Mamih Yos dan pembantunya berlari mengejar Mamih Ungil dan laki-laki tua itu. Ibuku yang sedang berdiri di depan pintu langsung nyeletuk.

"Itu kan si dukun tua itu, Vi!" kata Ibu heran.

Mamih Yos terus berlari mengejar Mamih Ungil dan dukun tua itu, Mamih Yos meninggalkan pembantunya yang ikut mengejar. Ibuku langsung bertanya pada pembantu Mamih Yos.

"Yu, kenapa lari?" tanya Ibu.

"Itu lho, Bu! si Mamih Ungil bilangnya mau di pasangkan susuk, tidak tahunya lama di kamar sedang bercinta sama dukun itu, Mamih Yos mengintip karena curiga, ternyata benar, Mamih Yos langsung mengusir Mamih Ungil, tapi Mamih Ungil membawa tas berisi uang dan perhiasan, Mamih Yos marah, mereka kabur," jawab pembantu Mamih Yos dengan napas tersengal-sengal.

Pembantu itupun lari kembali menyusul Mamih Yos, Kakakku dari dalam rumah langsung keluar ikut bicara.

"Itu kena azab Bu, syukurin! biar merasakan gimana rasanya sakit hati!" sindir Kakakku.

"Jangan begitu Nak, tidak baik mengutuk orang!" ucap Ibu menasehati.

Sejak kejadian di khianati Mamih Ungil, Mamih Yos jadi sering mabuk berat, kadang dia jalan-jalan sambil ngoceh menyebut nama Mila. Aku sangat takut ingin cepat di jemput Usman. Saat habis Sholat Isya, aku sedang mengajari Adikku, suara orang banyak terdengar sambil berteriak.

"Kebakaran! Kebakaran!" teriak warga.

Kami panik dan keluar, Kakakku bertanya pada salah satu warga.

"Siapa Pak yang rumahnya kebakaran?" tanya Kakakku.

"Rumahnya Mamih Yos kebakaran, ayo bantuin ikut ke sana!" ajak warga sambil berlari meninggalkan Kakakku.

"Malas bantu dia, biarkan saja! itu balasan buat Ibu yang kejam pada anaknya!" gerutu Kakakku.

Perutku mulai sakit lagi dan tidak tahan, Ibuku khawatir dan menyuruhku periksa ke Dokter. Ibu kelihatan sedikit panik dan berbicara pada Kakakku.

"Nak, coba lihatlah! bagaimanapun dia tetangga kita Nak, Ibu juga pernah kerja di sana Nak, kasihan Mamih Yos, Nak!" bujuk Ibu

"Iya! tapi aku cuma lihat saja ya, Bu?!" jawab Kakak.

Beberapa jam kemudian warga bergantian lewat, mereka pulang setelah melihat rumah kebakaran. Ibuku bertanya pada mereka.

"Gimana keadaan rumahnya?" tanya Ibu.

"Wah, ludes! hangus semua!" jawab warga.

Ibuku ikut sedih, betapa tidak, Ibu juga yang membesarkan Mila di rumah itu, masa kecilku sering sekali ke rumah itu, dalam sekejap harta hangus dilalap api. Kakakku kembali dan wajahnya berseri-seri, seperti puas.

"Sudah hangus Bu, aku puas Bu, dia itu pantas menerima ganjarannya, Bu!" ucap Kakak.

Aku dan Ibu hanya diam, aku mengajak Ibuku ke kamar karena perutku sakit sekali, kepala sangat sakit dan terasa berat. Aku terbaring dan tertidur pulas.

Malam itu aku bermimpi bertemu dengan banyak mahluk aneh, mereka mengelilingiku dan melemparkan benda-benda tajam. Aku menjerit dan menangis, aku melihat Ayahku. Aku minta tolong pada Ayahku, tapi Ayahku malah menyuruh mahluk itu menyakiti aku, akupun terbangun karena Ibuku membangunkan aku.

"Vi... kamu ngigau Vi? kamu mimpi?" tanya Ibu membangunkan aku.

Aku langsung memeluk Ibu, aku menceritakan pada Ibu tentang mimpiku, aku takut sekali, kepalaku makin berat. Pagi itu Usman datang, aku masih terbaring di kasur karena sakit, Usman langsung membawaku ke Rumah sakit.

Aku di rawat inap, tapi anehnya Dokter mengatakan aku tidak memiliki penyakit parah. Usman yang menyadari aku terkena guna-guna langsung menghubungi Kyai. Sorenya Kyai datang dan melihatku, dia mengobatiku dan memberiku air putih untuk di minum.

Aku dan Usman dibekali doa agar tidak mudah kena guna-guna, yaitu doa ruqyah. Saat Usman bertanya pada Kyai siapa pelakunya. Kyai tidak menyebut pelakunya.

"Pak Kyai, siapa yang tega terhadap istriku?" tanya Usman.

"Yang penting istrimu sehat dan selamat, jangan berpikir macam-macam, percaya pada Allah yang selalu menolong hambanya," jawab Kyai.

Aku sudah pulih, malam itu juga Usman mengajakku pindah, saat para tetangga membantu memindahkan barang ke mobil, Mamih Yos dengan pakaian kotor menghampiri Ibuku.

"Bi... mau pindah?" tanya Mamih Yos.

"Iya Mih," jawab Ibu.

"Boleh tidak rumahnya aku sewa, tapi aku belum bisa membayar sekarang," pinta Mamih Yos tanpa malu pada Ibu.

"Silahkan saja kalau mau menempati, tapi rumahku begini, kalau mau menempati, tidak usah bayar," jawab Ibu.

Mamih Yos langsung masuk ke dalam rumah, dan melihat keadaan di dalam rumah. Kakaku langsung menggerutu melihat Mamih Yos masuk.

"Sepertinya dia mabuk, masuk rumah asal selonong saja!" gerutu Kakak.

"Sabar Nak... mungkin dia stress karena musibah yang dia alami" ucap Ibu menasehati.

Saat kami hendak melangkah pergi, Mamih Yos lari ke depan dan muntah, kami terkejut melihat dia sempoyongan.

"Bi! rumahmu bau amis sekali! itu ada tangisan bayi, bayi siapa Bi! di kamar ada perempuan, tuh!" tanya Mamih Yos lantang.

Kami saling berpandangan, Ibu dan Kakakku merasa heran, aku merasa takut dan langsung memeluk Usman.

"Tidak ada siapa-siapa Mih, coba di lihat lagi," jawab Ibu.

Kamipun pergi meninggalkan Mamih Yos, Kakakku tidak henti-henti mengejek Mamih Yos.

"Rasakan! itu pembalasan Mila, mungkin yang di maksud perempuan di kamar itu Mila, itu bayi Mila, biar tahu rasa orang kejam seperti dia!" gumam Kakak.

Kami tidak tahu akan pindah kemana, Usman tidak pernah bilang rumah yang akan ditempati. Sampai di rumah baru di pinggir jalan, aku terkejut. Aku melihat rumah besar dengan pagar besi yang tinggi, dengan tanaman bunga-bunga yang indah.

Kami masuk ke dalam rumah, ternyata rumahnya bertingkat, di bawah dengan tiga kamar dan di atas ada tiga kamar, kami semuanya terkesima, dan berkeliling sambil mengagumi isi rumah, ternyata Usman sudah membeli isi perabotan rumah.

"Ini hasil kerja kerasku, dan perabotan sebagian hadiah dari orangtuaku, kamu suka kan, Vi?" tanya Usman.

Aku terharu dan hanya mengangguk, tidak bisa berucap sepatah kata, rasanya ingin menangis bahagia atas rejeki yang tidak terkira.

***

Azab Penjual PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang