Sedang revisi

1.6K 56 0
                                    

Aku membuka buku telepon dan aku cari nomer telepon Rumah sakit, aku memesan agar mengirim Ambulan untuk menjemput Kakakku. Di rumah aku dan Adikku sudah cemas, sudah 3 jam Ibu dan Kakak belum pulang. Dengan rasa khawatir aku mencari kertas dan menelepon Mamah Ranggi, teleponku langsung di jawab setelah dua kali aku telepon tidak di jawab Mamah Ranggi.

"Hallo Assalamu'alaikum... dengan siapa ini ?" tanya Mamah Ranggi.

"Aku Mah, Evi yang pernah jemput Mamah untuk membersihkan rumahku yang angker di pesisir Mah!" jawabku.

"Iya ada apa, Evi ?" tanya Mamah Ranggi.

Aku menjelaskan semua tentang Kakakku yang sakit dan seperti tidak mengenali orang terdekat, aku menjelaskan pula kalau Kakaku akan di jemput Ambulan untuk di rawat.

"Ya sudah, kalau Kakakmu sudah di Rumah sakit kabari saja, nanti kalau sudah tidak sibuk Mamah ke sana," ucap Mamah Ranggi.

"Ya Mah, terimakasih atas bantuannya,"

Aku lega sekali mendengarnya, aku berharap penuh Mamah Ranggi bisa membantu Kakakku pulih dari guna-guna. Aku mondar mandir di ruangan menunggu Ibu, dan akhirnya Ibu dan Kakakku datang dengan wajah lesu dan capek, Ibu langsung menangis.

"Bu? Kakak bagaimana Bu? Ibu kenapa menangis?" tanyaku.

"Dasar Ayah gila! dia merebut istri anaknya sendiri!" gerutu Kakak.

Kakakku langsung pergi menuju kamar setelah bicara itu, aku bingung dengan ucapan Kakakku.

"Bu ada apa? katakan, Bu!" tanyaku penasaran.

"Ibu ke sana Vi, ternyata Sari itu bohong pinjam uang buat modal! menurut tetangga, Sari dan Kakakmu tidak pernah jualan, Ibu membuka pintu rumah tanpa mengetuk lagi, karena Ibu pikir itu rumah Ibu, Ibu bebas mau masuk kapan saja, saat Ibu masuk dan... " ucap Ibu kembali mengusap air matanya.

Ibuku menangis tersedu-sedu tidak melanjutkan cerita, aku tidak tega melihat Ibu, aku membujuk Ibu untuk melanjutkan cerita.

"Dan... dan apa Bu? ceritakan Bu... " desakku.

"Ayahmu itu tidak tahu diri Vi, kejam Vi, saat Ibu masuk, Ibu melihat Ayahmu sedang tidur bersama Sari dan tidak memakai pakaian Vi!" jawab Ibu.

Jantungku rasanya ingin berhenti mendengar semuanya, setega itu Ayah pada Kakakku, pantas saja Sari memberikan nomer rumahku pada Ayah, rupanya Ayah dan Sari sudah kenal. Aku semakin muak pada Ayah.

***

Azab Penjual PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang