Sedang revisi

2.1K 67 4
                                    


"Mas tolong, jangan laporkan ke Polisi, aku kasihan pada Mila, jika tahu Ibunya tertangkap dan dukun itu tertangkap, Mila pasti Malu, karena semua temannya akan tahu, tolong kasihani Mila, dia sudah stress Mas," bujukku pada Usman.

"Iya Nak Usman, sebaiknya biarkan saja, biar orang lain yang melapor, jangan kita, nanti akan semakin dendam pada kita, apalagi Ayah Evi terlibat dalam masalah ini, Ibu tidak mau lihat ribut-ribut lagi, biar Allah yang memberi azab buat mereka," ucap Ibu memohon.

Usman akhirnya menerima keputusan aku dan Ibu. Usman siap-siap pulang, aku mempersiapkan tas dan pakaiannya.

"Vi... kalau jauh dari Mas, jangan kemana-mana, kalau mau keluar minta antar Kakakmu, ya?" pesan Usman.

"Iya Mas," jawabku pelan.

Usman memeluk dan mencium keningku, berat sekali melepaskannya, tapi apa daya tugas kerja menanti Suamiku. Malam itu juga Usman pulang, aku tidur ditemani Ibu, tapi entah kenapa malam itu justru hatiku sedih teramat sedih, aku melihat Ibu seperti Usman, aku pegang bantal bekas suamiku, aku pandangi cincin kawin yang melingkar di jariku.

Hatiku begitu panas dan merasakan rindu berat, padahal baru beberapa jam berpisah, rasa takut kehilangan sangat tinggi, aku membayangkan kembali wajah Usman, aku ingat semua ucapan manisnya. Apakah ini yang di namakan cinta?

Aku peluk boneka kecilku, rasanya ingin sekali cepat-cepat telepon berdering dan mendengar suaranya, saat baru saja aku akan pejamkan mata, jendelaku yang bersebelahan dengan gang kecil di ketuk dan ada suara memanggil.

"Vi... Vi... tolong aku Vi," suara memanggil.

Aku mengenali suaranya, itu suara Mila, aku langsung membangunkan Ibuku.

"Bu... Bu... " bisikku membangunkan Ibu.

"Ada apa Vi?" tanya Ibu menggeliat.


Aku belum sempat menjawab pertanyaan Ibu, suara ketukan kembali terdengar dan memanggil.

"Bu... Evi... buka... " panggil Mila.

Ibuku mengintip dari celah jendela, Ibuku langsung membukakan jendela, dan Mila langsung naik ke jendela dan masuk. Mila begitu ketakutan dan langsung masuk sembunyi di kolong ranjang. Aku dan Ibu tidak tega melihatnya, pelan-pelan, aku membujuk Mila keluar dari kolong ranjang.


"Mila... tenanglah, tidak ada Mamih Yos, ayo keluar... " bujukku.

Mila pelan-pelan keluar dari kolong dan langsung memelukku dan menangis dengan suara pelan.

"Aku takut Vi, aku mau di bawa Ibuku, Vi... aku lebih takut lagi Vi, aku takut hamil, aku bulan ini belum Haid Vi," keluh Mila.

Aku terperanjat kaget dan memeluk Mila. Mila menangis sangat pilu, Mila menceritakan mimpinya.


"Vi, aku takut, aku sering bermimpi ketemu dukun itu dan mencumbuku Vi, di mimpi itu aku tidak bisa bergerak Vi, aku takut Vi," cerita Mila.

Aku bingung harus bicara apa, rasanya sulit ingin memberikan solusi.


Aku menyuruh Mila tidur, dan kamipun tidur, besok paginya, Kakakku terkejut melihat Mila ada di kamarku, Ibu menenangkan Kakakku.

"Sudah biarkan Mila, Ibu tidak tega kalau Mila di bawa Ibunya, takutnya dia akan di jual di sana," ucap Ibu khawatir.

Salah satu Kakakku yang naksir Mila, merasa kasihan melihat Mila. Kakakku mendekati Mila dan berpesan.

"Ya sudah kalau kamu mau sembunyi di sini, kamu jangan teriak dan nangis lagi ya? kamu diam saja di kamar, kalau ada perlu apa-apa, nanti bilang saja pada Ibu atau aku," ucap Kakak.

Azab Penjual PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang