Menjelang subuh aku mandi dan bersiap-siap sholat subuh, aku keluar dari kamar meninggalkan Usman tanpa pamit. Aku terlalu cengeng dan menceritakan kejadian semalam pada Ibuku tentang Sari dan keraguan Usman.
"Aku kecewa pada Usman, Bu," ucapku sedih.
"Vi, bersyukurlah memiliki suami yang mudah minta maaf Vi, kamu harus memaafkannya, Ayahmu dulu, meskipun dia salah tidak pernah meminta maaf pada Ibu, kamu harus menjaga suamimu dengan baik Vi, Usman suami yang baik Vi... " bujuk Ibu.
Aku tersentuh dengan ucapan Ibu, kenapa aku jadi sensitif pada Usman, padahal kebaikannya tidak sebanding dengan satu kesalahan. Akupun menuju kamar sambil membawakan minuman untuk Usman.
Aku masuk kamar, sprei sudah di ganti dengan rapih, aku tidak melihat Usman, aku mendengar di kamar mandi suara air keran, aku langsung menuju kamar mandi, dan aku terkejut melihat Usman sedang mencuci sprei dan gaun yang aku pakai semalam, aku langsung menegurnya.
"Mas kenapa mencuci? biar aku saja Mas... "
"Tidak apa-apa Vi, dulu aku ngekos juga mencuci baju sendiri, masak sendiri, ini sudah selesai Vi, tinggal di bilas," jawab Usman.
Aku merasa bersalah dan bertambah kagum, Usman masih mau mencuci. Aku membantu membilas dan menjemur sprei, Usman langsung ke dapur dan membantu Ibu memasak. Ibu melarangnya, tapi Usman dengan senang tetap membantu, aku pun ikut membantu di dapur, kami bertiga masak bersama dengan canda dan tawa.
Aku berharap semua masalah akan selesai dan bahagia akan terus ada bersama Usman. Telepon berdering rupanya sudah ada yang angkat yaitu Kakakku yang pertama. Saat kami sedang bersenda gurau terdengar suara Kakakku membentak seseorang.
"Aku tidak akan sudi mengakui anak yang kamu kandung! minta tanggung jawab sama Ayahku! kamu tidak akan bisa membodohiku! Kamu sudah 4 bulan tidak bersamaku, dan mengaku hamil? dasar wanita licik!" bentak Kakak.
Kami terkejut dan menghampiri Kakakku, dengan wajah kusut Kakakku menjelaskan.
"Bu... Sari mengaku hamil 5 bulan, dan meminta uang Bu, tapi aku tidak akan memberikannya sepeserpun!" ucap Kakak terlihat jengkel.
"Itu akal-akalan Sari dan Ayahmu, mungkin mereka sudah tidak punya uang lagi," ucap Ibu.
Usman memperingatkan kami agar berhati-hati terhadap Ayah dan Sari, karena mereka akan terus mengganggu kami.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Azab Penjual Perawan
Non-FictionKisah nyata untuk dewasa Jangan lupa follow, komentar dan bintangnya. Terimakasih Salam hangat Mamah Ranggi