Sedang revisi

2.1K 79 0
                                    

Jasad Ayahku langsung aku bawa ke rumahku, kami sepanjang jalan menangisi Ayahku, sampai rumah para tetangga terkejut, dan semua ngelayad dan ngaji. Aku di samping kepala Ayahku membaca surat Yasin.

Dari pintu terdengar seseorang mengucap salam, aku mengenali suaranya, Usman datang, rupanya Usman di beritahu Satpam rumah yang membuntutiku, aku acuh dan tidak menghiraukan kedatangannya. Saat Ayah di kafani, aku terus menangis dan memeluk Ibuku, Usman memandangiku dengan raut wajah sedih.

Ayahku di kebumikan di pemakaman terdekat, aku mengenang kembali saat terakhir Ayahku memberikan boneka kecil, saat Ayahku mengusap kepalaku, walau hanya sebentar bagiku sangat berarti dan berharga.

Tapi kenapa orang yang membelikan aku boneka besar dan mahal, dan sering membelaiku, dengan sekejap tidak berharga di mataku.Hatiku sudah hancur berkeping-keping, seiring kepergian Ayahku.

Saat orang-orang mulai meninggalkan makam Ayahku, Usman menghampiriku dan jongkok sambil mengucapkan kata maaf.

"Maafkan aku Vi, Mas menyesal atas perbuatan Mas," ucap Usman.

Mendengar ucapan Usman, hatiku sudah seperti batu, aku langsung berdiri dan memarahinya.

"Kenapa Mas?! kenapa minta maaf ?! apa sekarang sudah tenang karena Ayahku sudah pergi untuk selama-lamanya?! apa kamu masih berani mengatakan hal buruk di depan makamnya!" ucapku marah.

Usman sangat terkejut mendengar ucapanku, dan aku berlalu meninggalkannya. Saat itu rasanya sudah muak dengan namanya cinta, aku sudah tidak perduli lagi dengan Usman.

Saat tahlil Usman dan keluarganya datang, aku hanya menyambut orangtuanya dan aku keluar dari rumah. Aku sudah tidak perduli Usman mau berkata apa, aku meninggalkan dia dan keluarganya.

Aku menuju ke rumah Mamah Ranggi. Sampai rumah aku sudah biasa langsung menangis. Mamah Ranggi hanya bisa menenangkanku.

"Mah... apakah Ayahku bisa di ampuni dosanya? aku ingin Ayahku tenang di sana Mah... kenapa saat sakaratul maut Ayahku begitu lama? apakah itu azab dari Allah, Mah?" tanyaku dengan isak tangis.

"Tidak baik membicarakan keburukan seseorang yang sudah meninggal Vi, Allah Maha Pengampun, berdoalah terus untuk Ayahmu, kamu bisa melakukan sedekah atau beramal atas nama Ayahmu, Insyaa Allah akan menjadi pahala untuk Ayahmu, masalah Sakaratul Maut itu urusan Allah, untuk kita itu hanya sebuah pelajaran, agar kita selama hidup di dunia ini, bisa berbuat baik, bermamfaat untuk orang lain, dan menjalankan Ibadah serta amal dengan baik, Jangan sedih lagi, ya?" jawab Mamah Ranggi.

"Aku juga sudah di talak suamiku, menurut Mamah aku harus bagaimana? kenapa aku sekarang benci sekali pada Usman, sejak dia katakan pisah, dan menuduhku selingkuh, aku sakit hati dan benci pada dia Mah, bagaimana ini Mah?" tanyaku semakin sedih.

"Saat dia mengucapkan pisah, sedang marah tidak? sadar tidak? kamu sendiri sedang haid tidak?" balas Mamah Ranggi bertanya.

"Dia marah tapi sadar Mah, dan saat itu kebetulan aku sedang haid," jawabku.

"Artinya belum jatuh talak pada kamu Evi, talak tidak sah, kalau kamu sedang tidak suci," ucap Mamah Ranggi.

"Tapi Mah, kenapa aku jadi benci sekali melihatnya, aku tidak bisa melupakan kata-katanya, apalagi saat dia makan bersama dengan sekretarisnya, aku sakit hati Mah," keluhku.

"Evi... itu ujian, kamu bisa memaafkan Ayahmu yang berkali-kali menyakitimu, masa memaafkan suamimu tidak bisa? ini bukan masalah besar Evi, coba kamu lihat sekitarmu, ada suami yang main judi, menikah lagi, menganiaya, tapi para istri kadang mampu memaafkannya, kalau masalahmu ini, Mamah rasa bukan masalah berat, hanya masalah kurang komunikasi, sholat istikhoroh dan sholat hajat ya, memohon pada Allah jalan yang terbaik, hanya saran dari Mamah, maafkan saja suamimu, dan lupakan apa yang telah terjadi," ucap Mamah Ranggi.

Aku terdiam sesaat merenungi kata-kata Mamah Ranggi, dulu Ibuku tidak beruntung memiliki suami, dan masih mampu memaafkan dan sabar, sahabatku, rekan profesi sesama Guru, kadang menceritakan suaminya yang memiliki perangai buruk. Kenapa aku begitu merasa orang yang kurang beruntung? sedangkan diluran sana, masih banyak wanita kuat walaupun terluka.

***

Azab Penjual PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang