Mendengar kematian Mila, kami syok. Kami berangkat menuju rumah Mila. Dari jauh aku melihat Mamih Yos menangis, saat Mamih Yos melihat kami, dia keluar dan berteriak.
"Masih berani kalian ke sini, hah?!" hardik Mamih Yos.
"Aku ingin melihat Mila untuk yang terakhir kali, Mih," ucap Kakakku
"Pergi kalian dari sini! aku akan balas semua perbuatan kalian!" bentak Mamih Yos mengusir kami.
"Jika kami tidak boleh lihat jasad Mila, aku akan katakan pada warga penyebab Mila meninggal, itu karena Mamih Yos membawa dia ke dukun bayi!" ancam Kakakku dengan tegas.
Mamih Yos terdiam tidak berkutik dan membiarkan kami masuk, Kakakku membuka kain penutup wajah Mila. Di ujung matanya terlihat bekas butiran air mata Mila, Kakakku mengusap air matanya dan membisikkan sesuatu di telinganya.
"Aku sayang kamu Mila, semoga kamu bahagia," bisik Kakakku.
Orang-orang yang menjenguk tidak ada yang ngaji, mereka ketakutan karena dari bale terus menetes darah Mila. Masyarakat ketakutan dan memilih pulang.
Kamipun akhirnya pulang karena Mamih Ungil mengusir kami. Di rumah kami tidak bisa tidur, kami menangis mengingat Mila, mengenang kembali saat Mila masih di sini, semua terasa mimpi, aku tak lepas terus memeluk Ibuku. Kakakku begitu terpukul dan masih membayangkan saat terakhir Mila datang dan langsung jatuh dalam pelukan Kakakku dengan penuh darah.
Jaman dulu tidak seenak jaman sekarang, Hukum Negara masih di tegakkan, jaman dulu kami masih takut karena tidak mau berurusan dengan Mamih Yos yang selalu main santet.
Saat aku ceritakan pada Usman, suamiku menyuruh kami cepat pindah, suamiku sedang Dinas di luar Pulau. Usman tidak mau terjadi sesuatu dengan keluarga kami karena Mamih Yos dan Ayahku sangat licik.Malam ke dua kematian Mila, kami di ruang tamu, tiba-tiba Kakakku mengatakan sesuatu yang membuatku takut.
"Seperti ada suara bayi, itu bayi siapa? apa ada tetangga yang melahirkan?" tanya Kakaku.
"Tidak ada tetangga yang hamil dan melahirkan, Nak!" jawab Ibu.
Aku hanya menyimak pembicaraan Kakakku, tapi tiba-tuba bau anyir darah di hidungku dan aku langsung bicara pada Ibu.
"Bu, seperti bau amis, apa masih belum bersih, membersihkan darah ya, Bu?" tanyaku heran.
"Ibu tidak mencium amis, Vi," jawab Ibu heran.
Tapi aku menciumnya semakin menyengat, akupun merasa mual dan ingin muntah, tapi Ibu dan Kakakku malah mengejekku.
"Wah... Jangan-jangan Evi hamil?" ucap Kakak dan Ibu senang.
"Tidak Bu, aku tidak hamil," jawabku mengelak.
"Nak, kalau sudah menikah dan mual-mual, itu biasanya tanda hamil, Nak! kamu ingat Mila, kan? dia juga sempat mual-mual bukan?" ucap Ibu.
Teleponpun berdering, dan Usman menelepon, Kakakku mengangkat telepon dengan semangat dan mengabarkan pada Usman kalau aku hamil.
"Hallo? apa kabar Mas? ini barusan Evi mual-mual mau muntah, jangan-jangan Evi hamil tuh, Us!" ucap Kakak sangat senang."Benarkah? boleh aku bicara dengan Evi?" tanya Usman sedikit heran, karena belum pernah menyentuhku.
"Ya, boleh Mas... dia ada di sini kok!" jawab Kakak.
Kakak memberikan agang telepon, aku langsung menyapa Usman.
"Hallo Mas," sapaku.
"Vi... apa benar kata Kakakmu? kamu hamil? sama siapa Vi? aku belum menyentuhmu Vi, apa ada yang menyakitimu seperti Mila?" tanya Usman penasaran.
"Apa?! hamil? tidak Mas! aku hanya mual biasa," jawabku mengelak.
"Kamu mual kenapa? kamu sakit? kalau sakit segera periksa, Vi!" tanya Usman cemas.
"Aku mencium bau darah Mas, tapi anehnya, hanya aku yang mencium bau amis darah, sedangkan Kakak dan Ibu, tidak mencium sama sekali," jawabku."Vi... cepat pindah saja ya, packing semua bajumu, minggu depan Mas pulang," ucap Usman masih gelisah.
"Iya Mas," jawabku bahagia.
Aku bahagia mendengar Usman akan pulang, saat ngobrol dengan Usman di telepon, aku seperti melihat bayangan melesat ke kamarku dan aku terkejut. Aku menutup telepon dan lari ke arah Ibu sambil memeluk. Ibuku heran melihatku ketakutan."Ada apa Vi?" tanya Ibu keheranan.
"Bu, aku seperti melihat bayangan masuk ke dalam kamarku, siapa dia Bu?" jawabku ketakutan.
Ibu langsung menyuruh Kakakku untuk memeriksa kamar, dan tidak ada siapa-siapa. Kamipun masuk kamar, aku takut dan terus pegang baju Ibu. Aku tiduran sambil memeluk Ibu, entah kenapa aku tidak bisa tidur, rasanya merinding dan memikirkan bayangan masuk ke dalam kamar. Aku sembunyikan wajahku di dada Ibu, samar-samar aku mendengar tangisan bayi.
"Ooaaaa... Oaaaa... "Pikiranku langsung ingat Kakakku yang bilang mendengar suara bayi, tubuhku gemetar sekali, Ibuku sudah tidur. Aku semakin erat memeluk Ibu, aku berusaha tidur, tapi suara tangisan perempuan terdengar.
Tubuhku semakin gemetar, suara kaki berjalan di dalam kamarku, rasanya aku ingin teriak memanggil Ibu, suara ketukan pintupun bunyi .
"Vi... Vi... kenapa kamu?" tanya Kakakku dari balik pintu.
Aku mencubit tangan Ibu untuk membangunkan Ibu, aku tak mampu bicara karena ketakutan, Ibuku langsung bangun karena cubitanku.
"Kenapa Vi?" tanya Ibu heran.
Suara ketukan Kakakku kembali terdengar dan Ibuku turun membuka pintu.
"Ada apa, Nak?" tanya Ibu.
"Aku mendengar suara tangisan, apa Evi menangis? Evi kenapa Bu?" tanya Kakakku.
Ibuku memandangiku, dan Kakakku juga memandangiku, aku langsung turun dan memeluk Ibu sambil cerita.
"Ibu aku takut, tadi aku juga mendengar suara tangisan perempuan dan bayi Bu, ada yang berjalan di kamar kita Bu..." ucapku takut.
Kakak dan Ibu merasa heran, saat kami masih heran suara benda di jatuhkan dari kamar tamu, kami terkejut. Kakakku langsung memeriksa ruangan, tapi tidak ada benda yang jatuh.
"Jangan-jangan arwah Mila gentayangan Bu! tapi kenapa dia datang pada kita Bu?" tanya Kakak heran.
"Ibu juga tidak tahu Nak," jawab Ibu bingung."Besok harus cari orang pinter Bu, kita tanya Bu," ucap Kakak.
Tiba-tiba perutku sangat sakit seperti di tusuk jarum, kepalaku mulai pusing, Ibu dan Kakakku mengira aku hamil, aku di baringkan di tempat tidur, tapi rasa sakitku bertambah dan aku menjerit.
"Ibu... aduh... sakit Bu... " rintihku.
Ibu dan Kakakku panik, aku mengeluarkan banyak keringat, dan aku tidak tahan sambil menangis dan memeluk Ibuku.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Azab Penjual Perawan
Non-FictionKisah nyata untuk dewasa Jangan lupa follow, komentar dan bintangnya. Terimakasih Salam hangat Mamah Ranggi