Singto Pov

6.6K 736 16
                                    

           

Aku Singto Prachaya. Orang-orang banyak mengenalku sebagai seorang pemimpin tertinggi sebuah kelompok. Aku tidak pernah melabeli siapa aku dan apa pekerjaanku. Aku hanya bertindak sesuai dengan apa yang aku mau dan apa yang aku butuhkan. Bersinggungan dengan dunia kelam itu seperti makanan sehari-hari. Setiap jam, menit, detik bahkan setiap helaan nafasku mungkin semuanya berhubungan dengan kekejaman.

            Malam itu, malam dimana untuk kesekian kalinya tubuhku di tembus timah panas. Aku sudah tidak bisa menghitung berapa banyak peluru yang pernah bersarang ke dalam tubuhku. Semenjak aku memutuskan memilih menjalani hidup seperti ini peluru seakan seperti sahabat untukku. Tertembak adalah hal biasa untuk orang-orang sepertiku.   

            Aku terbangun ketika mendengar suara keributan. Entah dimana aku sekarang tetapi aku jelas mendengar teriakan dari para pengawalku. Apa yang terjadi di tempat ini aku tidak tahu sampai sebuah tangan menepuk ringan pipiku. Aku tak mampu membuka mata lagi walau aku mendengar sebuah suara, kondisiku benar-benar membuatku tak berdaya. Bau sangat menyengat terhirup oleh indera penciumanku, aku kenal sekali bau ini, bau obat-obatan yang sangat aku benci. Perlahan mataku terbuka tepat saat itu mataku bertubrukan dengan hazel eyes milik seseorang. Ia membisikanku sebuah kalimat menyuruhku untuk tetap hidup, (dalam hati berucap "Jika aku masih hidup setelah semuanya, siapapun mereka, dimanapun mereka bersembunyi sekalipun itu adalah di neraka aku akan membalas perbuatan mereka lebih keji" itu sumpahku) sebelum semuanya gelap dan aku benar-benar tidak sadarkan diri.

            Mataku perlahan terbuka. Ketika aku tersadar dimana aku berada hatiku berdenyut nyeri. Aku benci tempat ini, sangat membencinya. Kebencianku terhadap tempat ini seperti telah menyatu dengan alirah darahku. Aku segera terbangun dan melepas semua alat yang menempel ditubuhku, darah keluar dari punggung tangan tempat jarum infus tertancap. Luka di hatiku rasanya lebih sakit dari semua luka yang aku alami, berada ditempat ini terasa jauh lebih buruk daripada berada di kerak neraka.

            New yang melihatku berdiri dari ranjang langsung menghampiriku dan menahan tubuhku yang seketika limbung. Aku memaksakan berdiri dan ingin segera pergi dari tempat laknat ini.

"Sing, maaf karena telah membawamu ke tempat ini, tetapi bersabarlah sedikit sampai kondisimu benar-benar stabil pasca operasi," New tahu apa yang sahabatnya rasakan saat ini tetapi ia tidak mau mengambil resiko membawa Singto keluar dari tempat ini, karena sahabatnya baru saja sadarkan diri.

"Bawa aku keluar dari tempat ini!" ucap Singto tajam.

"Sing, aku mohon untuk kali ini saja sampai kamu pulih."

"Bawa aku keluar sekarang, atau ada pertumpahan darah diantara kita!"ancam Singto kepada New.

            New menghela nafasnya, percuma jika melawan Singto, ia paham betul sifat asli sahabatnya jika amarah sudah menguasai dirinya, iblis sekalipun akan tunduk pada kemarahan Singto. New menghubungi seluruh pengawal untuk segera menjemput mereka diruang rawat, membawa Singto keluar dari tempat ini.

"Sing, maaf atas tindakan bodohku membawamu ke tempat itu. Aku panik melihat kondisimu saat tertembak, kebetulan tempat itu adalah rumah sakit terdekat yang bisa kita jangkau," New mencoba menjelaskan apa yang terjadi saat mobil mereka sudah meninggalkan rumah sakit.

"Jika kau berani melakukan itu lagi padaku, ucapkan selamat tinggal pada duniamu New terutama pada kekasih mesum mu. Itu semua berlaku juga untuk kalian berdua dan seluruh orang-orang di kelompok ku," Singto memberikan titah kepada New dan kedua pengawalnya.

            New hanya mengangkat bahunya, ia tahu Singto tak akan sekejam itu terhadapnya. Karena sampai saat ini kesalahan terberat apapun yang dibuat oleh dirinya, Singto hanya membuat wajahnya minimal babak belur.

"New tolong beri aku rekaman CCTV di ruang instalasi gawat darurat saat aku dilarikan ke tempat sialan itu!" perintah Singto dengan mata terpejam.

"Untuk apa?"

"Tolong lakukan saja perintahku, 30 menit dari sekarang aku sudah harus mendapatkan rekaman itu."

            Titah seorang Singto Prachaya itu mutlak seperti titah Raja yang tidak dapat di ganggu gugat, tidak mampu dibantah, jika dibantah pasti akan ada hadiah dan itu tidak baik untuk ketampanan wajah New yang hakiki.

            Setelah kejadian naas malam itu, penjagaan untukku mulai diperketat. Aku tidak pernah menginginkan semua penjagaan, tetapi asisten sekaligus sahabatku menginstruksikan semua pengawal untuk selalu siap berada di dekatku. Ini demi keselamatanku ucapnya, "Keselamatan My Ass". Aku akui malam itu aku lengah karena asyik menerima telepon dari adik perempuanku satu-satunya. Aku berjalan keluar gedung tempat acara Gala Dinner perusahaanku, tanpa memberitahu asisten dan pengawal. Ketika aku berbalik ingin menuju tempat acara tiba-tiba sebuah motor melintas bersamaan dengan suara tembakan. Seketika tubuhku ambruk ke jalan aku merasakan darah keluar dengan deras dari dadaku, aku tidak bisa mengenali siapa penembak itu karena wajah mereka ditutupi topeng. Siapapun mereka, mereka salah karena telah berurusan denganku. Akan aku buat mereka menginginkan kematiannya sendiri.

"Aku mengirim rekaman CCTV ke ponselmu, silahkan di cek Yang Mulia Raja Singto Prachaya." Hoeekk... rasanya New ingin muntah dengan perkatannya sendiri.

"Kau memang tidak pernah mengecewakan New, aku akan membiarkanmu hidup lebih lama lagi agar semakin banyak nikmat dunia yang kau rasakan bersama kekasih mu."

"Ya ya ya.. terima kasih Yang Mulia, hamba akan selalu melayani anda dalam suka maupun duka."

Singto hanya tersenyum melihat kelakuan sahabatnya, hal yang jarang sekali ia lakukan.

            Singto segera membuka ponselnya, melihat rekaman cctv yang dikirimkan New memperhatikan setiap kejadian malam itu. Tidak ada yang aneh, hanya keributan yang dibuat oleh keempat pengawalnya, tentu saja itu hal yang biasa terjadi untuk Singto. Sampai kejadian dimana masuklah seorang pria ke ruangan tersebut bertarung dengan keempat pengawalnya. Mereka tumbang hanya dengan menghadapi satu orang. Singto terkejut dengan kejadian itu karena sampai sekarang belum pernah ada lawan yang mampu menghabisi pengawalnya. Ia sungguh selektif dengan melatih sendiri orang-orang yang bekerja padanya.

"Siapa sebenarnya pria itu? Ia memiliki gaya bertarung yang sempurna," batin Singto

            Sebagai seseorang yang menguasai banyak ilmu beladiri, Singto paham betul semua tekhnik yang dipakai pria itu untuk menghadapi pengawalnya. Pria itu sangat menguasai jujitsu. Ia memiliki defense luar biasa yang hanya bisa dilakukan oleh petarung profesional. Senyum tercetak jelas di bibirnya setelah melihat seluruh rekaman CCTV ("Well..I'll see you soon gorgeous").


Oh Halloooo.... Terima kasih buat yang masih nungguin cerita osnon ini, makasih juga untuk semua yang sudah baca, ngevote, komen dan bilang nunggu chapter selanjutnya "beneran bikin deg-deg ser itu loh" macam di ajak kencan Babang ke Rama Bridge.


*Semesta Mendukung Peraya*

The Air I BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang