Kit terbangun saat merasakan sinar matahari mulai mengusik matanya yang masih terpejam, setelah cuti panjang pagi ini Krist sudah harus disibukkan dengan jadwal operasi. Kit merasakan sebuah tangan melingkar posesif di tubuhnya, ia sudah mulai terbiasa dengan kondisi paginya seperti ini. Setelah kepulangan mereka dari pulau, Kit memutuskan untuk menginap sementara waktu di mansion milik Singto. Keputusan itu ia ambil agar hubungannya dengan Singto kembali menghangat, walaupun semua masalah telah ia selesaikan saat di Pulau tetapi ia yakin masih ada hal yang mengganjal di hati kekasihnya, untuk itu Kit berinisiatif agar lebih intim dengan Singto. Dan tentu saja keputusan itu sempat menjadi perdebatan antara Kit dan ayahnya, Singto saat itu hanya menyerahkan semua keputusan pada Kit, dia tentu senang jika Kit ingin tinggal di tempatnya. Perdebatan menemui titik terang saat Kit berjanji akan mengunjungi ayahnya di Macau setelah semua urusannya selesai ("Mengunjungi untuk meminta restu menikahi Singto" batin Kit dengan memperlihatkan Smirk Evil). Kit mencoba melepaskan tangan Singto dari pinggangnya, ia hampir terlambat untuk jadwal operasi paginya.
"Babe.. lepaskan tanganmu, aku sudah hampir terlambat."
"Hmm... Aku sudah mengizinkanmu untuk libur lagi hari ini" Singto semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Kit.
Kit menghadiahi pukulan cukup keras pada lengan Singto
"Auhhh... kenapa aku malah dipukul?" Singto mengusap lengannya yang sungguh terasa sakit.
Kit tersenyum melihat reaksi pukulannya pada Singto
"Itu hadiah karena kebodohan mu, kau pasti ingat bahwa aku selalu memprioritaskan pasienku diatas segalanya."
"Aku tahu" Singto tersenyum dan mendekatkan tubuhnya pada Kit. "Berarti hari ini aku akan kamu prioritaskan" Kit memicingkan matanya, ia bingung dengan apa yang dimaksud kekasihnya. "Kamu baru saja menghantamku dengan sebuah pukulan dan aku sangat kesakitan, jadi bisakah hari ini aku menjadi pasien prioritas dr. Krist Perawat?" Singto menunjukan muka memohon pada Kit.
"Ah... Kamu kesakitan?" Kit mengusap lengan Singto yang ia pukul tadi, Singto menganggukan kepalanya. "Baiklah, aku akan menyiapkan pisau bedah untuk memotong lengan yang sakit agar rasa sakitnya hilang bersamaan dengan hilangnya lenganmu."
"Kejam!!" Singto kembali berbaring membelakangi Kit dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Kit tersenyum melihat tingkah kekasihnya, sejak kapan seorang Singto Prachaya memainkan peran sebagai pria manja.
"My baby... jangan marah ya." Kit memainkan jari telunjuknya di sekitar lengan Singto yang tertutup selimut, ia yakin walau tertutup selimut Singto akan tetap merasakan sentuhannya.
"Pergilah!" Hanya kata itu yang keluar dari mulut Singto.
"Ok!" Kit bangkit dari tempat tidur untuk segera bersiap ke rumah sakit, ia harus briefing dahulu dengan semua tim medis yang akan membantunya.
Singto membuka selimutnya, melihat Kit memasuki kamar mandi. "Kenapa aku jadi seperti ini? selalu ingin menempel padanya." Singto bangkit dari tidurnya untuk menelepon New, menanyakan jadwal pekerjaannya hari ini.
Semenjak Kit menginap di tempatnya, Singto tidak memperbolehkan New masuk secara sembarangan ke Mansionnya seperti yang biasa ia lakukan. Ia tidak ingin sahabatnya terkejut dengan semua adegan dewasa yang Sing dan Kit ciptakan. Mereka tidak pernah kenal tempat jika nafsu sudah menguasai diri mereka, dimanapun ruang tamu, dapur, kamar mandi, kolam renang bisa dijadikan tempat mereka mencapai puncak kenikmatan.
"New, apa jadwalku untuk hari ini?" Singto langsung berbicara saat panggilannya direspon oleh New.
"Ehm.. Newie sedang dikamar mandi."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Air I Breath
Fanfic*Krist Perawat * Seorang dokter ahli bedah, tidak suka diatur, hanya bekerja sesuai dengan keinginanya, membenci semua sistem yang berhubungan dengan peraturan rumah sakit. "saya tidak pernah gagal" itulah yang sering ia ucapkan ketika semua orang m...