Don't Look Back In Anger

4.3K 532 28
                                    

Sesampainya di rumah sakit, Krist tak peduli hampir semua orang menatapnya dengan aneh. Ia belum lihat separah apa wajahnya, tetapi pandangan semua orang sudah mampu menjawab kondisinya saat ini. Krist membuka pintu ruangan tempat pasiennya mendapatkan perawatan, sudah ada Gun dan beberapa perawat berkumpul disana.

"Oh my God Krist, apa yang terjadi denganmu?" Gun melihat sahabatnya dengan kondisi mengenaskan, muka penuh luka dan berantakan.

"Tolong Stetoskop" Krist memerintahkan salah satu perawat untuk membantunya.

Dengan sisa tenaga yang ia punya, ia memeriksa pasien yang sudah ia rawat hampir satu bulan lamanya. Setelah operasi pertama, belum ada kemajuan dari kondisi pasiennya.

"Mana hasil CT Scan terakhir?"

Seorang perawat memberikannya hasil CT Scan, ia mengerutkan keningnya. Pecah pembuluh darah diotak, ia harus mengambil tindakan pembedahan sebelum pendarahannya semakin meluas dan pasien tak tertolong.

"Siapkan ruang operasi, aku sudah menghubungi keluarganya untuk meminta persetujuan segala tindakan yang akan dilakukan, dan keluarganya menyerahkan semuanya pada keputusanku"

"Baik dok"

Semua perawat bergegas untuk mempersiapkan ruang operasi. Sepeninggal mereka Krist mengajak Gun untuk berbicara.

"Gun, dengarkan aku baik-baik. Aku percaya kau memiliki kemampuan terbaik dalam bidang ini bahkan sangat baik, karena itu aku memilihmu untuk selalu menjadi partnerku, aku tak percaya siapapun selain kau. Tolong lakukan operasi ini Gun, aku akan mendampingimu, memberikan semua instruksi selama kau melakukannya"

"Kau gila? Krist kemampuanku tak mungkin bisa setara dengan dirimu, ini operasi besar Krist, kau jangan sembarangan"

Krist mengusap wajahnya kasar, untuk pertama kalinya ia mengutuk tindakan Singto padanya. Bagaimana bisa ia melakukan operasi saat salah satu tangannya bahkan mati rasa.

"Gun, selamatkan pasienku. Aku tak mungkin bisa melakukan operasi saat sebelah tanganku seperti tak berfungsi, ku mohon gun"

"Krist tapi aku tak yakin"

Krist memegang bahu sahabatnya dan menatapnya penuh permohonan "Aku akan mendampingimu, memberikan arahan, kau hanya harus melakukan apa yang aku perintahkan, please"

Gun hanya bisa pasrah, seorang Krist Perawat sampai memohon adalah kejadian langka. Jika sahabatnya melakukan itu, ia yakin itu sudah sampai batas akhir kemampuannya. Gun hanya mengangguk, dan meyakini dirinya agar tidak melakukan kesalahan saat operasi.

"Tetapi bersihkan dahulu wajahmu, dan berjanjilah setelah ini giliranmu yang akan ku periksa"

"Baiklah" Jawab Krist malas

"Krist"

"Oke"

Gun dan Krist bersiap menuju ruang operasi, sebelum memasuki ruang bedah Krist berdiam diri sejenak. Tubuhnya mulai terasa tak enak, tetapi ia tak bisa mundur dari operasi hari ini, ia tak akan mengabaikan saat pasiennya bertaruh antara hidup dan mati.

"Mom, ku mohon bantu aku untuk menyelesaikan operasi ini" Ucap Krist dalam hati.

Semua sudah berkumpul, Gun menatap penuh kekhawatiran dengan kondisi sahabatnya. Setelah ini, ia akan pastikan Krist mendapatkan perawatan, untuk seorang dokter bedah tangan sudah seperti nyawanya, ia akan memastikan Krist benar-benar mendapatkan perawatan intensif.

"Kau sudah siap?" Tanya Krist pada Gun "Aku akan menyerahkan diriku padamu setelah ini, sementara fokus saja pada pasien kita" Seperti mampu membaca apa yang dipikirkan Gun.

The Air I BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang