(xvii) future child

4K 487 7
                                    


"

Bentar, Kak. Aku mau ke toilet," ucap gue sambil menghentikan Kak Doyoung ketika kita mlewati lororng toilet.

"Cepet," ucapnya sambil bersandar di tembok, bersiap menunggu.

"Nitip," ucap gue sambil menitipkan tas gue pada kak Doyoung. Gue bukan tipe orang yang selalu touch-up waktu ke toilet. Jadi tas gue nggak begitu gue butuhkan.

Gue pun berjalan memasuki toilet wanita.

Selesai dari toilet gue mencuci tangan gue di wastafel lalu menatap wajah gue di cermin. Gue tersenyum. Mengingat, hari ini adalah hari yang jarang bisa gue temui.

Karna jadwal Kak Doyoung yang selalu padat, kita jarang keluar bareng. Kecuali ketika hari Jumat.

Bahkan gue masih bisa menghitung dengan jari, berapa kali gue dan Doyoung kencan seperti ini.

Gue pun merapikan rambut gue lalu keluar dari toilet.

"Kak," panggil gue.

Kak Doyoung menoleh ke arah gue. Kebetulan dia sedang tersenyum.

Tersenyum.

Senyum:)

Kak Doyoung senyum kayak gitu adalah pemandangan yang jarang banget gue temui.

"Udah? Ayo," ajaknya. Namun, senyumnya hilang perlahan.

Selalu:'

Apa gue nggak pantas buat disenyumin:(

Gue pun mengambil tas gue yang sebelumnya gue titipkan pada Kak Doyoung lalu berjalan mengikuti kak Doyoung di belakangnya.

Baru saja kita keluar dari lorong kamar mandi, tiba-tiba kak Doyoung berhenti.

"Cha?" panggil Kak Doyoung sambil menoleh ke arah gue.

"Kenapa?"

"Tungguin, gue mau ke toilet juga," ucap Kak Doyoung sambil berjalan kembali ke toilet.

"Hhuh," gue hanya menghela napas sambil menunggu di tempat yang sama dengan saat kak Doyoung menunggu gue.

Gue merogoh ponsel gue untuk menghindari kebosanan dan pemikiran k-

Sudahlah:)

Gue membuka setiap notifikasi yang menurut gue penting.

Sayangnya nggak ada notif yang penting:')

"Papa, ayo, Pa!" ucap seorang anak kecil pada ayahnya yang sedang mengambil uang di dompetnya untuk membayar penggunaan kamar mandi.

Gue menoleh. Gue memperhatikan anak itu yang tiba-tiba berlari duluan, meninggalkan ibunya yang masih membayar.

"Eh, Iko. Jangan lari-lari! Tunggu," ucap ayahnya sambil berjalan mengejar anak kecil tersebut.

"Ayo, Papa! Main! Main!" ucap anak itu ketika ayahnya menggendongnya.

"Iya, ayo sekarang main," ucap sang ayah sambil membawa anak itu pergi.

Gue jadi kepikiran sesuatu.

Gue jadi kebayang sesuatu.

Imajinasi gue tiba-tiba menyala.

Sebuah pertanyaan muncul di benak gue.

Gimana anak gue sama Kadoy nanti?

Nanti gimana sikap kadoy ke anak 'kita' nanti?












Astaga, Echa, lo mikirin apa coba?

Gue menampar pipi gue sendiri. Mencoba untuk menyadarkan diri sendiri.

Baru semester dua, Cha. Perjalanan masih panjang.

Gue tersenyum miris, membayangkan... jadi apa skripsi gue nanti?

Apa gue bisa lulus dengan baik?

Apakah Kak Doyoung benar-benar calon imam gue?

Tiba-tiba gue jadi membayangkan bagaimana Kak Doyoung saat melamar gue di depan orang tua gue.

Dengan ucapannya yang to the point.

Lalu nyokap gue menjawab dengan bahasa Inggris.

Kak Doyoung mikir dulu. Waktu paham, dia bales pake bahasa Indonesia.

Terus dibales sama bokap gue pake bahasa Indonesia.

Terus Kak Doyoung jawab dengan santai.

Terus dipotong pake bahasa Inggris sama nyokap gue.

Eh Kak Doyoung bingung mau bales apa.

Confusing_- baru bayangin aja udah pusing:")

But it's funny, hmmmmmmmmmm:)))))))))))))))))

Apapun asal Kak Doyoung ternistakan, aku bahagia😃👍

Sesungguhnya orang ganteng kalau ternistakan jadi tambah ganteng loh😃👍👍

Gue terkekeh pelan. Pikiran gue mulai melayang kemana-mana.

"Jangan ketawa-tawa sendiri, kayak orang gila," ucap Kak Doyoung yang entah sejak kapan sudah berada di samping gue.

Ngerusak mood-_-

🕓🕖🕙

Doyoung menunggu. Terus menunggu. Dan masih tetap menunggu.

Ingin rasanya ia merogoh ponsel di sakunya, namun tangannya terasa malah bergerak. Apalagi ia sedang membawakan tas Resha.

Tasnya tidak begitu besar dan tidak terlalu feminim. Setidaknya Doyoung tidak merasa malu.

Tiba-tiba ada seorang anak kecil yang memeluk kakinya. Membuat Doyoung tersentak dan menyernyit sambil menatap anak lelaki tersebut.

"Eh, Ian, kamu ngapain, ayo sini," ucap sang mamanya yang sedang berjongkok, berusaha membujuk anaknya.

"Ndak mau, atu nja mau puyang," balas sang anak sambil memeluk erat kaki Doyoung.

"Eh, maaf, ya, Mas. Ini, anak saya bandel," ucap sang ibu pada Doyoung. Doyoung membalas dengan anggukan dan senyuman.

"Ayo, Ian. Kasian itu Mas-nya. Jangan digangguin," ucap sang ibu, membujuk anak lelakinya.

"Nda mau puyang. Mau main. Mau main," balas sang anak.

"Iya, iya, nggak pulang. Ayo main, ayo," sang ibu menarik pelan anaknya.

"Nda mau puyaaanngg," sang anak masih menolak.

"Nggak pulang, kok. Nggak pulang. Ayo, kasian itu masnya," ucap sang ibu lagi.

Akhirnya sang anak pun menurut.

"Sekali lagi, maaf, ya, mas," ucap sang ibu.

"Iya, nggak papa," ucap Doyoung dengan senyuman.

Sang ibu dan anaknya pun pergi. Sementara Doyoung masih tersenyum. Membayangkan sesuatu.

"Kak," sebuah panggilan membuat Doyoung menoleh. Doyoung pun menghilangkan senyumnya secara perlahan.

"Udah? Ayo."

Ada yang gw ganti di chapt ini:) bagian halunya si echa, sebelumnya nggak gitu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada yang gw ganti di chapt ini:) bagian halunya si echa, sebelumnya nggak gitu

Timeless; k.doyoung, nct✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang